Hidayatullah.or.id – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menegaskan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam rangka menjaga stabilitas. Dia mengecam anggapan fatwa MUI mengganggu stabilitas ketertiban dan keamanan nasional.
“Keliru jika ada yang memandang fatwa MUI mengganggu stabilitas. Fatwa MUI sifatnya pandangan keagamaan untuk umat Islam. Fatwa itu moral bagi umat Islam,” ujar Din di kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Din justru berpendapat bahwa tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama itulah yang menjadi sumber dari instabilitas keamanan dan ketertiban nasional.
Menurut dia, kasus tersebut merupakan pangkal permasalahan dari maraknya tindakan intoleransi yang terjadi.
“Kenapa tidak mempersoalkan pangkalnya yang mengganggu toleransi. Sumber instabiltas ya peristiwa yang terjadi di Kepulauan Seribu itu yang anti kerukunan, anti kemajemukan, termasuk menyinggung perasaan. Itu yang seharusnya digugat,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga menegaskan, sebagai organisasi otonom, MUI tidak wajib untuk melapor lebih dulu saat mengeluarkan fatwa. Din mengatakan, MUI dibentuk sebagai manifestasi lembaga umat Islam yang independen dan berperan membentuk watak bangsa yang berahklak.
“Kami dari Dewan Pertimbangan agar semua pihak termasuk pemerintah dapat memahami posisi MUI yang independen. Hargailah independensi hak berkumpul berserikat yang dijamin UU,” tutur Din.
Dalam Rapat Pleno ke-14 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Din Syamsuddin mengaku heran tumbuhnya kesan negatif terhadap fatwa MUI, yakni mulai dari fatwa terkait penistaan agama dan larangan atribut natal dimana fatwa MUI justru dinilai memecah belah bangsa.
Din mengatakan fatwa MUI dibuat berdasarkan pandangan agama terhadap keluhan yang dilaporkan masyarakat.
“Fatwa MUI bukan sebagai hukum positif memang benar tidak perlu diperdebatkan. Tapi jangan karena bukan hukum positif MUI tidak boleh mengeluarkan fatwa. Rusak negara ini kalau ulama tidak boleh mengeluarkan pandangan keagamaan,” jelas Din di kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (18/1/2017).
Diapun pun heran dengan tumbuhnya ormas-ormas anarkis dan sering mencibir. Menurut Din,memang ada ormas yang berpaham radikal, tapi bukan dari kalangan islam saja. Kata dia, banyak juga ormas radikal dari kalangan nonislam, bahkan juga ada ormas radikal yang tidak membawa aliran agama.
“Namun menjadi tidak adil hanya ormas islamnya saja yang mendapat perhatian media. Seolah-olah islam itu radikal. Saya zero tolerance terhadap kekerasan,” tegas Din.
Karena itu, Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia mengajak Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto sebagai wakil pemerintah untuk berdiskusi terkait perkembangan politik di masyarakat. Pertemuan itu juga untuk membangun koordinasi antara pemerintah dan MUI.
“MUI meyakini kekuatan dialog, Insya Allah dengan dialog banyak masalah bisa ditangani,” pungkas Din.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, mengusulkan untuk membangun dialog dengan lebih banyak kalangan. Selain umara atau pemerintah, ia berharap, Wantim MUI dapat merangkul ulama-ulama yang kerap berseberang pendapat dengan Majelis Ulama Indonesia.
“Kita rangkul mereka yang bermasalah atau dipermasalahkan,” kata Nasaruddin di rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI, Rabu (19/1).
Nasaruddin melihat, dampak dari pertemuan dengan tokoh-tokoh sentral akan memiliki efek yang sangat besar. Tentu, kata dia, tujuannya untuk umat Islam secara luas.
Selain tokoh-tokoh sentral pemerintah, Nasaruddin turut meminta Wantim MUI dapat mengundang dialog tokoh-tokoh yang selama ini mungkin kerap menjadi kontroversi. Bahkan, ia mengusulkan, Wantim MUI dapat mengundang dialog ulama-ulama yang selama ini mungkin memiliki pendapat yang berbeda dengan keputusan MUI.
Beberapa nama yang diusulkan seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus.
Senada, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Din Syamsuddin, melihat dialog memang seharusnya dibangun sebagai ciri khas bangsa, baik ulama dengan umara maupun sesama ulama. Karenanya, ia mengungkapkan, rapat pleno Wantim MUI akan selalu menghadirkan tokoh-tokoh untuk berdialog.
“Kita akan selalu memilih posisi dialog, kita rajut komunikasi,” ujar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut.
Sejumlah tokoh dan anggota Wantim MUI hadir dalam sidang pleno yang digelar di Kantor Pusat MUI tersebut diantaranya Prof Didin Hafidhuddin dan Ketua umum DPP Hidayatullah Ustadz H Nashirul Haq, MA yang juga turut memberikan pandangan-pandangannya. (ybh/hio)