
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Aula Orny Loebis Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah, Jakarta, dipenuhi semangat para dai, pengurus masjid, dan relawan qurban, Senin, 6 Dzulhijjah 1446 (2/6/2025).
Mereka menghadiri Pelatihan Manajemen Qurban dan Bimbingan Teknis (Bimtek) Sembelih Halal yang diselenggarakan oleh Korps Muballigh Hidayatullah (KMH), bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (Laznas BMH) dan Lembaga Sembelih Halal (LSH) Hidayatullah.
Tujuan acara ini tidak semata memperbarui pengetahuan teknis, tetapi mengokohkan kesadaran akan nilai syar’i dan etika dalam penyembelihan hewan qurban. Hal ini tercermin dari materi utama yang mengangkat prinsip ASUH atau Aman, Sehat, Utuh, dan Halal.
Sebagai narasumber utama, Ust. H. Nanang Hanani, S.Pd.I., MA., Ketua LSH Hidayatullah Pusat, memaparkan urgensi pemahaman fiqih udhiyah secara komprehensif.
“Qurban bukan sekadar ritual penyembelihan hewan. Ia adalah bentuk ibadah yang memerlukan pengelolaan yang profesional dan tetap berpijak pada prinsip syariat,” tegas Nanang.
Menurutnya, prinsip ASUH bukanlah jargon teknokratis belaka, melainkan turunan nilai-nilai Islam dalam memastikan kualitas ibadah qurban secara total.

“Aman”, jelas Nanang, berarti hewan dipastikan tidak menimbulkan risiko kesehatan masyarakat. “Sehat” menegaskan pentingnya kondisi fisik hewan sesuai standar. “Utuh” menekankan aspek integritas fisik—tidak cacat, tidak dipotong bagian tubuhnya.
Sementara “Halal” merupakan puncak dari segalanya, bahwa penyembelihan dilakukan sesuai syariat Islam, dengan niat, alat dan teknik yang benar, dan penyebutaan nama Allah.
Menambah dimensi praktis, Ust. H. Muhammad Syarif, S.Pd.I., selaku unsur Pengurus Pusat LSH Hidayatullah, menyampaikan pentingnya pelatihan teknis bagi para penyembelih hewan qurban di lapangan.
Syarif mengingatkan, tidak sedikit penyembelihan yang secara administratif sah, namun syar’inya dipertanyakan karena ketiadaan ilmu.
“Kualitas ibadah kita harus sebanding dengan ketekunan kita dalam belajar,” ujarnya. “Jangan sampai kesalehan sosial kita dalam berqurban justru cacat hanya karena kelalaian teknis.”
Lebih jauh, ia juga menekankan pentingnya standardisasi penyembelih halal, termasuk aspek kebersihan alat, waktu penyembelihan, serta manajemen distribusi daging kepada mustahik.

Pentingnya Syiar Halal dan Peran Muballigh
Acara ini juga dihadiri Direktur KMH, Ust. Iwan Abdullah, M.Pd.I., yang dalam keterangannya menekankan bahwa sembelih halal bukan semata ritual teknis, melainkan pernyataan nilai hidup.
Ia menyayangkan masih adanya sikap permisif di kalangan umat Islam terhadap perkara halal dan haram, terutama dalam konsumsi makanan.
“Ada yang sinis berkata, makan haram tak lantas bikin murtad. Ini pandangan keliru. Padahal, halal-haram adalah garis batas yang mendefinisikan iman,” tegas Iwan.
Iwan pun mengajak para muballigh untuk kembali menegakkan kesadaran halal sebagai bagian dari dakwah publik.
Dia menegaskan, sembelih halal adalah syiar. Ia bicara dua dimensi yaitu dunia dan akhirat.
“Dunia, karena menyangkut kesehatan masyarakat dan distribusi sosial. Berdimensi akhirat, karena itu adalah perintah Allah,” tegasnya.
Dalam kerangka ini, terang Iwan, pelatihan KMH bukan hanya ruang transfer pengetahuan, tapi juga forum konsolidasi nilai dan cermin peradaban.
Oleh karena itu, Iwan menekankan, ketika prinsip ASUH dijadikan fondasi, ibadah qurban bertransformasi dari sekadar pengorbanan materi menjadi peneguhan kualitas moral dan spiritual umat.
Dia menambahkan, dengan pendekatan manajerial yang terstandar, serta basis syar’i yang kokoh, acara ini berupaya menegaskan bahwa kemuliaan qurban terletak pada keterpaduan antara ilmu, akhlak, dan tata kelola.
“Inilah wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin, tertib, bersih, dan bermartabat,” tandas Iwan.*/