AdvertisementAdvertisement

Ketua STIT Hisam Ajak Teladani Empat Fase Pendidikan Rasulullah untuk Generasi Unggul

Content Partner

SAMARINDA (Hidayatullah.or.id) — Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hidayatullah Samarinda (STIT HISAM), Ust. H. Jumain Rajab, S.Pd., M.Pd, mengatakan pendidikan Islam memiliki akar yang kuat dalam ajaran Al-Qur’an dan teladan Rasulullah SAW yang mesti menjadi pijakan bagi pegiat pendidikan masa kini.

“Sebagai pendidik ulung, Rasulullah tidak hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga membentuk generasi unggul melalui pendekatan pedagogis yang terstruktur dan bertahap,” katanya.

Hal itu disampaikan Jumain saat mengisi taushiyah acara kegiatan Penguatan Kelembagaan di Aula Kampus STIT HISAM Pondok Pesantren Hidayatullah Samarinda, Kaltim, baru baru ini dan direportase pada Senin, 29 Syawal 1446 (28/4/2025).

Pada kesempatan itu Jumain yang juga ketua Departemen Pendidikan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Kalimantan Timur (Kaltim) memaparkan materi bertema “4 Fase Pendidikan dalam Al-Qur’an.”

Dalam pemaparannya, ia menegaskan pentingnya meneladani metodologi pendidikan Rasulullah untuk membentuk generasi yang berilmu, beriman, dan berakhlak mulia.

Pendidikan Islam, sebagaimana dicontohkan Rasulullah, terang dia, berpijak pada Al-Qur’an sebagai sumber utama. Ia menegaskan bahwa pendidik yang enggan merujuk pada metode Rasulullah perlu mengevaluasi komitmennya terhadap pendidikan Islam.

“Generasi terbaik dalam sejarah umat manusia, yaitu para sahabat, adalah buah dari didikan langsung Rasulullah. Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan Islam bergantung pada penerapan metodologi yang sesuai dengan sistematika wahyu yang dicontohkan beliau,” imbuh dosen asal IKN ini.

Metodologi Pendidikan Rasulullah Transformasi Bertahap

Jumain menerangkan, Rasulullah diutus pada masa masyarakat jahiliyah, yang ditandai oleh kerusakan moral, maraknya perjudian, konsumsi minuman keras, dan penyimpangan sosial lainnya.

Misi besar beliau adalah mentransformasi masyarakat ini menjadi umat yang unggul, cerdas, beradab, dan bertakwa.

Proses transformasi ini tidak dilakukan secara instan, melainkan melalui tahapan yang tersusun secara sistematis, sebagaimana tersirat dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surat Al-Jumu’ah ayat 2:

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ

“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)

Menurut Jumain, surah Al Jumu’ah ayat 2 ini menguraikan tiga pilar utama pendidikan Rasulullah, yang kemudian dirinci menjadi empat fase pendidikan, yaitu tilawah, tazkiyah, ta’lim, dan hikmah.

“Keempat fase ini merupakan proses bertahap yang saling berkaitan, membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan emosional,” katanya.

Empat Fase Pendidikan dalam Al-Qur’an

Jumain lantas merinci setiap empat fase tersebut. Pertama, fase tilawah, yaitu merupakan fase awal dengan menanamkan fondasi Tauhid.

Fase tilawah, yang merujuk pada istilah yatlu ‘alayhim ayatih (membacakan ayat-ayat Allah), adalah tahap awal dalam pendidikan Rasulullah.

Pada fase ini, beliau memperkenalkan konsep tauhid kepada para sahabat, menegaskan bahwa alam semesta ini diciptakan dan diatur oleh Allah SWT.

“Pendidikan pada tahap ini bertujuan membangun keyakinan yang kokoh terhadap keesaan Allah, sekaligus memperkuat hafalan Al-Qur’an sebagai sumber ilmu utama,” kata Jumain.

Melalui tilawah, para sahabat tidak hanya memahami makna ayat, tetapi juga menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.

Kedua adalah fase tazkiyah, yaitu proses pensucian jiwa dan pembentukan akhlak. Dia menjelaskan, setelah fondasi iman tertanam, Rasulullah melanjutkan ke fase tazkiyah (wa yuzakkihim), yaitu proses penyucian hati dan jiwa.

Fase ini berfokus pada pengelupasan sifat-sifat tercela, seperti kesombongan, ketamakan, dan egoisme. Umat diajarkan untuk menyadari bahwa segala yang dimilikinya adalah anugerah dari Allah, bukan hasil kehebatan pribadi.

Tazkiyah menjadi kunci pembentukan akhlak mulia, yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan Allah dan sesama manusia dengan penuh kerendahan hati dan keikhlasan,” kata Jumain.

Berikutnya adalah fase Ta’lim atau tahapan pengembangan ilmu pengetahuan. Fase ta’lim (wa yu‘allimuhum) ini, yaitu merupakan tahap pengembangan intelektual. Setelah iman dan akhlak terbentuk, Rasulullah mendorong umat untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu.

“Pendidikan pada fase ini memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengasah akal dan memperluas wawasan, tidak hanya dalam memahami wahyu, tetapi juga dalam ilmu-ilmu duniawi yang mendukung kehidupan bermasyarakat. Penempuhan fase ini memastikan bahwa umat tidak hanya bertakwa, tetapi juga kompeten dalam berbagai bidang,” jelasnya merinci.

Sebagai puncak dari ketiga fase sebelumnya, fase hikmah (wal hikmah) menghasilkan individu yang bijaksana. Generasi pada tahap ini mampu mengintegrasikan ilmu, iman, dan akhlak dalam pengambilan keputusan.

Mereka menyadari hakikat diri sebagai hamba Allah, mampu menimbang permasalahan dengan kearifan, dan bertindak dengan penuh tanggung jawab.

Hikmah mencerminkan kematangan spiritual, emosional, dan intelektual, menjadikan individu sebagai agen perubahan yang bermanfaat bagi umat,” jelasnya.

Kegiatan Penguatan Kelembagaan di Pondok Pesantren Hidayatullah Samarinda ini bertujuan memperkuat komitmen para pendidik dalam menerapkan metodologi pendidikan Rasulullah.

Dengan menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan, kata Jumain, pendidikan Islam diharapkan mampu melahirkan generasi yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki integritas moral dan spiritual.

Keempat fase pendidikan ini menurutnya menawarkan kerangka kerja yang holistik, yang relevan untuk diterapkan dalam konteks pendidikan modern.

Diharapkan para pengemban amanah dapat menginternalisasi nilai-nilai ini dalam praktik pengajaran mereka, sehingga mampu membimbing peserta didik menuju keunggulan sejati, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh generasi terbaik umat Islam.*/

Reporter: Syukur Halim
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Merawat Solidaritas Kemanusiaan, Kontribusi Muslimat Hidayatullah untuk Palestina

BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) -- Penjajahan yang dilakukan Isra*l bersama sekutunya di Palestina telah menciptakan krisis kemanusiaan yang mendesak, memengaruhi kehidupan...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img