
BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) — Dalam semarak Tahun Baru Islam 1447 Hijriyah, Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak kembali memulai langkah awal tahun dengan aksi Longmarch Muharram.
Digelar pada Sabtu pagi, 2 Muharram 1447 (28/6/2025), kegiatan ini menyatukan ratusan santri, kader, guru, hingga tokoh masyarakat dalam sebuah perjalanan reflektif yang dimulai pukul 06.20 WITA dan berakhir menjelang zuhur.
Bukan sekadar barisan kaki yang melintasi perbukitan dan jalanan dari Kampus Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak ke Markaz Tahfidzhul Quran Ahlus Shuffah Gunung Binjai, Longmarch Muharram kali ini membawa tema besar: “Meneguhkan Iman, Menyatukan Ukhuwah, Menyempurnakan Sehat Jiwa dan Raga”, yang menyiratkan integrasi antara nilai-nilai spiritualitas, solidaritas sosial, dan kesadaran ekologis.
Sekretaris Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah (YPPH) Balikpapan, Ustadz Abul A’la Maududi, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah kampanye hidup sehat sekaligus ajakan membangun kesadaran lingkungan.
“Selain melatih fisik, Longmarch Muharram ini juga sebuah langkah langkah reflektif bahwa manusia adalah bagian dari alam, dan kita punya tanggung jawab menjaga harmoni dengannya,” ujarnya.
Gema Semarak Munas VI Hidayatullah
Sebagaimana dilaporkan laman resmi Ummul Qura Hidayatullah, suasana kegiatan sangat meriah dan semarak.
Sejumlah peserta bahkan berasal dari masyarakat sekitar dan para alumni, termasuk tokoh senior Pak Umar Guli berusia 80 tahun, yang turut berjalan kaki menelusuri sepanjang 5,7 kilo meter rute longmarch bersama generasi muda.
Kegiatan ini juga merupakan bagian dari Gema Semarak Munas VI Hidayatullah, menandai kontribusi pesantren dalam membangun peradaban Islam berbasis kesadaran kolektif.
Dalam kerangka gerakan ini, longmarch menjadi simbol perjalanan hijrah umat—bukan hanya secara spiritual, tetapi juga pergeseran sikap kolektif menuju gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
Di tengah krisis ekologis global, kegiatan semacam ini memberi pesan kuat bahwa perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil namun konsisten.
Maududi mengatakan, longmarch, yang identik dengan ketekunan, disiplin, dan kebersamaan, adalah refleksi dari prinsip hifdzul bi’ah (menjaga lingkungan)—salah satu nilai penting yang diserap dari maqashid syariah kontemporer yang kini semakin relevan untuk diarusutamakan.
“Kita ingin anak-anak muda menyadari bahwa iman tidak bisa dipisahkan dari tanggung jawab sosial dan ekologis. Alam semesta bukan pelengkap hidup manusia, melainkan bagian darinya,” kata Maududi dalam keterangannya.
Dalam perspektif ekoteologi Islam, alam adalah tanda-tanda (ayat) kebesaran Allah. Menjaga alam berarti merawat ciptaan-Nya, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya…” (QS. Al-A’raf: 56).
Integrasi Kesalehan Ritual dan Kesalehan Ekologis
Lebih jauh, Maududi menerangkan bahwa dengan mengintegrasikan kesalehan ritual dan kesalehan ekologis, Pondok Pesantren Hidayatullah menempatkan dirinya sebagai pelopor pendidikan berwawasan lingkungan.
Longmarch ini, terang dia, bukan hanya parade tahunan, tetapi kampanye praktik hidup sehat dan cinta lingkungan yang dibumikan dalam ritme keseharian.
Dengan semangat hijrah, tegasnyam Longmarch Muharram 1447 dari Gunung Tembak adalah langkah menuju perubahan. Dari sini pesan peradaban dikumandangkan bahwa iman dan alam harus dijaga bersama, karena keduanya adalah amanah yang saling melengkapi dalam perjalanan hidup manusia.
“Momentum ini menjadi titik awal yang kian meneguhkan bahwa pesantren tidak hanya menjadi benteng keimanan, tapi juga pusat penyemaian kesadaran ekologis. Dimulai dari langkah kaki, hingga ke arah lompatan budaya menjaga bumi,” tandasnya.
Sebagaimana dilaporkan, berbagai kegiatan edukatif dan inspiratif digelar sepanjang Muharram sebagai bentuk pembinaan keimanan dan pembiasaan nilai-nilai kemasyarakatan yang luhur.*/