
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Hidayatullah menyesalkan tindakan kekerasan yang terjadi di Masjid Agung Sibolga, Jalan Diponegoro, Kecamatan Sibolga Kota, Jumat (31/10) hingga jatuh korban. Korban berinisial AT (21), dilaporkan awalnya tidur beristirahat di masjid, kemudian ditegur dan dianiaya oleh sekelompok orang hingga mengalami luka berat di bagian kepala dan akhirnya meninggal dunia.
Wakil Sekretaris Jenderal III Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah Muhammad Isnaini mengatakan menyesalkan kejadian ini karena tiga sebab pokok. Pertama, tindakan kekerasan di ruang yang semestinya aman mencederai rasa keadaban dan kemanusiaan.
“Masjid, dalam pemahaman luas dan dalam konteks agenda pembinaan umat, memang seharusnya lebih dari sekadar ruang ibadah ritual. Masjid adalah pusat peradaban Islam,” kata Isnaini dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 2 Jumadil Awal 1447 (3/11/2025).
Kedua, jelas Isnaini, kejadian ini menjadi pengingat bahwa fungsi masjid tidak otomatis terlaksana hanya dengan bangunan dan jamaah. Menurutnya, pemakmuran masjid membutuhkan manajemen sosial yang sensitif terhadap keberagaman, kondisi pengguna, dan tanggung jawab moral.
“Jika sebuah masjid justru menjadi tempat kematian seorang pemuda karena tidur di situ untuk beristirahat maka ada kegagalan fungsi sosial yang harus diakui,” katanya.
Ketiga, lanjutnya, dimensi institusional dan pendidikan dari masjid sebagai pusat peradaban harus kembali direfleksikan secara serius. Kejadian ini menurutnya konfrontatif terhadap semangat itu di mana seharusnya sikap empatik dan pembinaan umat, terjadi kekerasan spontan yang merenggut nyawa.
Kendati demikian, dia menegaskan, tidaklah adil menyimpulkan bahwa fungsi masjid secara keseluruhan gagal karena satu insiden. Banyak masjid yang dengan giat menjadi pusat aktivitas kemaslahatan, pendidikan, dan sosial.
Dalam lingkup yang lebih luas, jelas Isnaini, kejadian ini menjadi momentum penting untuk mendorong implementasi nilai-nilai pemakmuran seluruh masjid secara nasional sebagai pusat ilmu dan karakter.
Isnaini pun mengajak segenap pengelola masjid termasuk masjid di lingkungan Hidayatullah untuk memperkuat kegiatan pengarusutamaan nilai masjid sebagai majelis ilmu, kegiatan sosial-kemasyarakatan, ruang konsultasi, dan program pemuda yang aktif.
“Kalau hal ini terealisasi, fungsi masjid sebagai benteng peradaban akan lebih nyata,” tegasnya.
Untuk menghindari tragedi serupa, semua pihak termasuk DKM dan masyarakat sekitar perlu menyinergikan pengawasan terhadap aktivitas malam di masjid, khususnya jam penggunaan dan keamanan lingkungan.
Sebagai rumah Allah dan pusat peradaban, kata Isnaini, masjid harus dibentengi bukan hanya secara fisik tetapi juga secara budaya, kelembagaan, dan sosial bahkan dari sikap sederhana seperti menghormati orang yang tidur di masjid untuk istirahat hingga terbukanya ruang dialog antar-jamaah.
“Setiap masjid harus menjadi tempat persinggahan manusia yang aman, tidak hanya untuk ritual ibadah, tetapi juga untuk kebutuhan kemanusiaan. Jika masjid gagal menjalankan fungsi ini, maka ia kehilangan makna fundamentalnya,” tandasnya.






