BOGOR (Hidayatullah.or.id) — Matahari siang menyinari langit Ciampea, Bogor, belum lama ini. Di Masjid Hidayatullah Ciampea hari itu berlangsung Rapat Kerja Yayasan (Rakeryas) Hidayatullah Ciampea yang diurus oleh sekelompok anak muda berkumpul, ditulis Rabu, 6 Syaban 1446 (5/2/2025).
Bukan sekadar untuk berbincang, tetapi untuk menyalakan obor semangat perjuangan. Mereka datang dengan mimpi besar—mendirikan Pesantren Mahasiswa Dai (Pesmadai) Bogor, sebuah tempat yang kelak menjadi kawah candradimuka bagi para dai muda, berdekatan dengan kampus Institut Pertanian Bogor (IPB).
Acara siang itu berlangsung hangat. Di tengah suasana kekeluargaan, Imam Nawawi, sosok yang akrab dikenal sebagai motor penggerak Pesmadai Pusat, mengingatkan bahwa perjuangan dakwah bukanlah tugas biasa. Ini adalah panggilan, sebuah misi untuk melahirkan generasi dai berkualitas yang siap berkontribusi kepada umat.
“Peran dai saat ini sangat krusial,” ucapnya. “Namun, jumlah mereka terbatas. Kita perlu mencetak generasi baru yang tidak hanya berilmu, tetapi juga mampu mengemban amanah besar ini.”
Imam mengutip pemikiran Syed Naquib Al-Attas yang menegaskan bahwa pendidikan paling efektif untuk melahirkan gerakan islamisasi ilmu adalah melalui pendidikan kaum dewasa.
Di Indonesia, kata Imam, kaum dewasa ini mayoritas adalah para sarjana. Maka, tidak heran jika Pesmadai Bogor memusatkan pandangannya pada mahasiswa—mereka yang kelak akan menjadi intelektual muda dan pemimpin masa depan.
“Ciampea harus menjadi wadah yang kuat. Di sini, kita tidak hanya mencetak dai, tetapi juga pemikir yang peduli pada masyarakat terpinggirkan,” lanjutnya.
Baginya, cita-cita besar Pesantren Hidayatullah, sejak awal berdiri, adalah melahirkan kelompok-kelompok potensial yang mampu melayani umat dan membangun bangsa.
Dalam semangat menuju Indonesia Emas 2045, terang Imam, Hidayatullah Ciampea mesti hadir bukan semata tempat belajar agama, tetapi juga lahan subur bagi tumbuhnya gagasan-gagasan baru.
“Gagasan yang berakar pada iqra’ bismirrabik—membaca dengan hati, memahami dengan jiwa, dan menghidupkan semangat kebermanfaatan untuk sesama,” katanya.
Tentu saja, tegas dia, perjalanan ini tidak mudah. Menghasilkan dai yang tidak hanya fasih berbicara, tetapi juga mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, adalah tantangan besar.
Dia menegaskan bahwa semangat perjuangan tidak pernah lahir dari kemudahan. “Kita harus berupaya, melangkah bersama, dan terus berkontribusi,” katanya.*/Anggun Damayanti