Hidayatullah.or.id — Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak sepakat dengan langkah pemblokiran yang dilakukan pemerintah terhadap beberapa situs Islam. Hal itu dinilai sebagai langkah kontraproduktif.
Ketua MUI Din Syamsuddin mengaku pernah dihubungi pihak Kemenkominfo untuk membahas penyelesaian polemik pemblokiran ini. Padahal, sebelum dan saat pemblokiran dijalankan, Kemenkominfo sama sekali tidak pernah memberikan informasi ke MUI.
“Kemenkominfo pernah hubungi saya untuk mohon ikut panel soal pemblokiran itu, saya bilang itu tidak baik. Kalau betul-betul ada radikal kita sepakat blokir. Seharusnya ada pemberitahuan ke MUI dulu,” tegas Din di kantornya, Jakarta dikutip laman Dream, kemarin.
Din menerangkan pemblokiran tidak sesuai dengan upaya pencegahan terorisme. Dia bahkan menilai langkah pemerintah itu justru dapat memicu semakin suburnya terorisme di Indonesia.
“Adanya 22 situs yang diblokir, bisa muncul lagi 200 situs radikal yang lain. Justru itu akan melanggengkan terorisme,” katanya.
Selanjutnya, Din menanggapi salah satu situs yang menjadi korban pemblokiran, Hidayatullah.com. Dia memandang situs ini sama sekali tidak menyebarkan paham radikalisme.
“Kalau saya lihat situs Hidayatullah itu menyuarakan kabar sangat moderat. Kalau betul-betul ada radikal kita sepakat blokir. Soal sertifikasi situs, itu bukan domain kami,” terang Din.
Lebih lanjut, Din pun mengkritik pemerintah yang justru membiarkan situs-situs yang menyerang Islam. Padahal, menurut dia, situs-situs tersebut juga berbahaya bagi bangsa.
“Begitu banyak situs-situs yang menyerang umat Islam bisa merugikan bangsa kita juga. Kami imbau BNPT bisa duduk bersama dan mencari cara yang mengatasi radikalisme,” tambahnya.
MUI juga menyatakan kekecewaan atas pemblokiran tersebut, terlebih tidak diajak duduk bareng atas keputusan tersebut.
“Jangan begitu dong merusak harmoni di NKRI yang tercinta ini atau bertanya kepada MUI sebagai lembaga tertinggi umat Islam atau ke ormas-ormas Islam juga boleh. Jangan kemudian memutuskan sendiri,” ujar Ketua MUI Din Syamsuddin, dalam jumpa pers di Kantor MUI, Jl Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/4/2015).
Menurut Din, ‘gaya’ pemerintah memblokir situs tidak boleh terjadi lagi. Apalagi ‘gaya’ tersebut sudah diperbaiki pada era reformasi.
“Kan tidak ada salahnya dipanggil, tabayyun (mencari kejelasan),” katanya dikutip media.
MUI dan ormas Islam menolak terorisme dan mengecam radikalisme keagamaan. Namun hal tersebut jangan diartikan MUI membela hal-hal negatif.
“Cuma yang menjadi fokus perhatian MUI cara pemerintah tanpa komunikasi, tanpa dialog, tanpa persuasi. Sama aaja pukul duluan urusan belakangan, nah ini yang kami kritik,” tuturnya.
BNPT juga dikritik MUI. Dengan memblokir belasan situs maka akan memunculkan ratusan ribu situs baru.
“Ini semakin mendorong radikalisme karena kekecewaan pada negara dengan rezim yang represif seperti yang ditunjukkan sekarang ini,” ucap Din. (hio/ybh)