AdvertisementAdvertisement

Pemimpin Umum Hidayatullah: Pemimpin Adalah Penanggung Jawab Kemanusiaan dan Alam

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Dalam suasana bangsa yang tengah menatap cita-cita Indonesia Emas 2045, isu kepemimpinan menjadi tema yang terus mengemuka. Di tengah arus globalisasi dan tantangan moral, nilai-nilai spiritual dan keadaban sering kali terpinggirkan.

Dalam kerangka dinamka itu, Pemimpin Umum Hidayatullah, KH Abdurrahman Muhammad, mengingatkan kembali hakikat kepemimpinan dari perspektif Islam yang bersifat ilahiyah dan ruhaniyah.

“Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah ilahiyah dan rohaniyah, warisan kenabian dan kerasulan,” ujar KH Abdurrahman dalam taujih Subuh di arena Musyawarah Nasional ke-6 Hidayatullah di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa, 29 Rabi’ul Akhir 1447 (21/10/2025).

Ia menegaskan bahwa kepemimpinan sejati bukan sekadar urusan organisasi atau kekuasaan duniawi, tetapi tanggung jawab spiritual yang menuntut keikhlasan dan pengabdian kepada Allah.

“Pemimpin adalah penanggung jawab bagi kemanusiaan dan alam semesta,” lanjutnya menegaskan.

Dalam taujihnya, KH Abdurrahman mengajak para kader Hidayatullah untuk memahami keindahan ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauniyah (fenomena alam) maupun qauliyah (wahyu). Ia mencontohkan, sebagaimana Rasulullah SAW memperdalam dzikir di malam hari sebagai bentuk penghayatan terhadap kebesaran Ilahi.

“Sesungguhnya puncak dari spiritual adalah cinta,” cetusnya.

“Zikir yang menunjukkan penghambaan sejati kepada Allah adalah mengujinya dengan ‘Alhamdulillah’. Begitu pula puncak moral adalah cinta, cinta yang melahirkan kesatuan hati dan keteguhan dalam jihad menuju Allah,” paparnya melanjutkan.

Menurut KH Abdurrahman, perlombaan menuju puncak spiritual dan moral adalah jalan para pemimpin sejati. Mereka harus meneladani para nabi yang memimpin dengan cinta, kesabaran, dan keikhlasan.

“Semoga kita menjadi orang-orang yang istiqamah dalam perlombaan menuju puncak spiritual dan puncak moral,” pesannya.

Dalam kesempatan itu, beliau juga menekankan pentingnya mujahadah dan kesabaran sebagai landasan perjalanan moral dan spiritual. Mengutip firman Allah, “Wabtaghu ilaihi al-wasilah, wajahidu fi sabilihi la’allakum tuflihun,” ia mengingatkan bahwa perjuangan mendekat kepada Allah adalah inti dari keberuntungan sejati.

Kiai Abdurrahman juga menguraikan bagaimana para nabi menjadi teladan kepemimpinan yang membimbing umat manusia dengan wahyu dan keteladanan.

“Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing roh para nabi dengan firman-firman-Nya,” ujarnya, mengutip ayat, “Wa kadzālika awḥainā ilaika rūḥan min amrinā.” Para nabi, katanya, hadir di tengah kegelapan zaman untuk membawa cahaya kebenaran.

“Ketika manusia sudah tidak mengenal Tuhannya, maka disitulah puncak kegelapan. Diperlukan hadirnya sosok pemimpin dan pencerah,” tegasnya.

Dalam penutup tausiyahnya, KH Abdurrahman menyinggung pelajaran dari pengalaman spiritual Nabi Muhammad di Gua Hira.

Perintah “Iqra’” (bacalah), menurutnya, bukan sekadar perintah intelektual, tetapi perintah peradaban untuk membaca fenomena alam, kemanusiaan, dan sejarah untuk melakukan perubahan.

“Ilmu yang dibangun dari wahyu bukanlah ilmu untuk ilmu, tapi ilmu untuk perubahan,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa setiap langkah kepemimpinan harus dimulai dengan “Bismillah”, karena hanya dengan nama Allah, seorang pemimpin mampu melihat dan menuntaskan persoalan umat dengan benar.

“Jangan menjadikan diri sebagai Tuhan,” pesannya. “Karena akal dan kekuasaan semata tidak akan mampu menyelesaikan persoalan ketuhanan dan kemanusiaan,” sambungnya menegaskan.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Forum Majelis Ilmuwan Nusantara Rumuskan 7 Resolusi Utama

PERLIS (Hidayatullah.or.id) -- Forum Majelis Ilmuwan Nusantara (MIN) ke-3 Tahun 2025 menjadi ruang bagi para ulama, cendekiawan, dan tokoh...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img