SALAH satu keajaiban sekaligus menjadi saksi sejarah tsunami yang melanda Aceh pada Ahad, 26 Desember 2004, adalah Masjid Raya Baiturrahman yang selamat dari terjangan tsunami yang dahsyat.
Di saat yang sama, banyak bangunan di sekitar masjid hancur. Bahkan ada ribuan bangunan rumah, gedung pemerintah, dan fasilitas umum yang luluh lantah ratah dengan tanah.
Banyak orang selamat dari bencana tsunami dengan masuk dalam masjid Baiturrahman. Ada sebagian yang naik ke lantai atas masjid sambil mempersaksikan peristiwa yang dahsyat itu. Ada yang selamat karena memanjat pohon di halaman masjid. Lantai bawahnya hanya ada air sejengkal saja yang masuk.
Allah menjaga rumah-Nya yaitu masjid yang dibangun dengan dasar takwa. Utuhnya masjid Baiturrahman dari musibah tsunami bukan fenomena biasa tapi ini luar biasa. Allah mendemonstrasikan kekuasaannya secara kasat mata.
Ini seharusnya menambah keyakinan bagi manusia terhadap kebenaran Islam dan kekuasaan Allah. Harus lahir ketaatan dalam beribadah agar mendapatkan keselamatan sebagaimana Masjid Raya Baiturrahman diselamatkan oleh Allah.
Harus lahir rasa takut terhadap siksaan Allah, bahwa peristiwa hari kiamat nanti jauh lebih dahsyat dibandingkan peristiwa tsunami Aceh. Ancaman siksaan Allah di alam kubur dan akherat adalah kebenaran, Allah telah menunjukkan sebagian kecil siksaan itu dengan perristiwa tsunami.
Masjid Makmur
Menurut catatan, Masjid Raya Baiturrahman merupakan masjid pertama dibangun pada era Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Hingga tahun 2022 ini, masjid ini masih menyisakan corak keasliannya yang dibangun dengan gaya arsitektur Kekaisaran Mughal.
Hari ini Masjid Raya Baiturrahman menjadi salah satu masjid yang dinilai paling makmur ketiga oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI). Makmur kegiatan ibadahnya, tarbiyah, dan dakwah dengan berbagai kegiatan didalamnya. Serta dari sisi kebersihan, keindahan, dan kerapihannya juga nampak sangat terjaga.
Arsitek dari Masjid Raya Baiturrahman ini memang luar biasa. Nampak sangat kokoh, indah dan semua yang datang dipastikan mengaguminya dan ingin mengabadikan diri dalam album foto kenangannya.
Secara tata letak lingkungannya, masjid yang sudah dibangun sejak abad 17 ini ada kemiripan dengan masjid-masjid agung yang dibangun oleh para Wali Songo di tanah Jawa. Entah apa ada hubungan historisnya atau memiliki pemahaman yang sama dalam tata kelola masjid dan masyarakat di sekitarnya.
Kemiripannya dari lingkungan yang terbangun di sekitar masjid. Ada lapangan luas atau alun-alun untuk bahasa di Jawa yang memiliki fungsi untuk berekreasi atau bersantai-santai. Ada pasar atau toko untuk berniaga, ada kantor pemerintahan untuk memudahkan urusan administrasi, ada kantor aparat kepolisian dan ruang penjara untuk jaminan keamanan.
Masjid menjadi bangunan sentral untuk masyarakat bisa beraktifitas memenuhi kebutuhannya dan sekaligus memudahkan masyarakat untuk beribadah. Ini tentu bukan tanpa sengaja atau tanpa perencanaan.
Para pendiri Masjid Raya Baiturrahman dan masjid-masjid jami’ atau masjid agung di tanah Jawa memiliki pandangan hidup yang luas dan jangka panjang, ada pertimbangan estetika keindahan bangunan, dan ada ekosistem kehidupan yang menghubungkan masjid dengan lingkungan di sekitarnya.
Sayangnya, sebagian orang menikmati Masjid Raya Baiturrahman hanya sebatas mengagumi bangunannya dan berfoto-foto saja. Tapi tidak tertarik untuk beribadah dan bermunajat di dalamnya.
Merenung dan berpikir sejenak, betapa hebatnya arsitek dan penguasa saat itu dalam membangun masjid ini. Lebih jauh lagi, semakin yakin dan beriman kepada kekuasaan Allah.
Kemiripan Masjid Nabawi
Renovasi Masjid Raya Baiturrahman pasca tsunami menjadi mirip dengan Masjid Nabawi Madinah al Munawwarah. Pelataran yang luas dengan berlantai marmer dan terpasang payung besar yang bisa terbuka dan tertutup seperti di Masjid Nabawi. Parkiran, kamar mandi, dan ada ruang wudhu di ruang bawah lantai masjid.
Suasananya mirip Masjid Nabawi. Apalagi jika masuk dari pintu gerbang depannya. Ada petugas keamanan masjid yang aktif memberikan arahan kepada jamaah dan memberikan peringatan bagi mereka yang tidak mengindahkan aturan di masjid.
Baiturrahman juga memiliki pepustakaan yang luas dan referensi buku yang lumayan banyak. Ini sebagai wujud bahwa masjid adalah pusat tarbiyah untuk pengembangan pengetahuan masyarakat. Banyak mahasiswa yang menyelesaikan tugas akhirnya datang mencari referensi dan dokumentasi di perpustakaan masjid Baiturrahman.
Menurut keterangan bahwa tanah Masjid Raya Baiturrahman itu sangat luas. Sebagian disewakan untuk pertokoan dan perhotelan, hasilnya untuk pembiayaan operasional masjid. Ini tentu sangat menarik, karena tanah wakaf dikelola secara produktif untuk kemaslahatan umat.
Sebagian besar masjid-masjid di Aceh ternyata memiliki kemiripan dengan areal halaman yang cukup luas. Selain untuk parkiran saat shalat, di luar waktu shalat bisa digunakan untuk bermain minimal bola volley.
Selain itu, arsitektur khas masjid di Aceh rata-rata dindingnya terbuka, tanpa pintu apalagi terkunci. Ini untuk memudahkan orang beribadah dan menandakan bahwa masjid adalah fasilitas umum yang semua orang bisa beribadah di dalamnya.
Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wasekjen DPP Hidayatullah. Ditulis disela kegiatan asesmen DPW Hidayatullah Aceh.