AdvertisementAdvertisement

Bagaimana Idealnya Agility Organisasi Dakwah di Era Perubahan Cepat

Content Partner

BAGI pegiat bisnis dan organisasi, kata “agility” termasuk akrab dalam benak. Agility tidak saja soal ketangkasan individu semata, tetapi juga organisasi, termasuk yang bergerak di bidang dakwah.

Satu hal yang paling mudah kita cermati, organisasi dakwah harus mampu meresepon perubahan yang dinamis dengan cepat dan fleksibel. Organisasi dakwah tidak bisa bergerak “nyaman” dengan gaya lama.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, agility adalah kemampuan sebuah organisasi untuk beradaptasi secara cepat dan efisien terhadap perubahan, baik yang berasal dari dalam maupun luar organisasi.

Di era yang serba cepat ini, organisasi dakwah membutuhkan agility sebagai kemampuan utama untuk menghadapi isu-isu kontemporer yang kompleks seperti Islamofobia, pergeseran nilai sosial, dan tantangan media digital.

Isu-isu ini tidak hanya memengaruhi persepsi masyarakat tentang Islam tetapi juga memengaruhi pola pikir umat, terutama generasi muda yang sangat terpapar pada narasi global.

Jika organisasi dakwah tidak mampu bergerak dengan cepat dan responsif, mereka berisiko kehilangan relevansi dan gagal menjadi pembimbing yang dibutuhkan umat dalam menjawab berbagai tantangan ini. Dalam konteks ini, agility menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak.

Dampak

Respons yang lambat dari organisasi dakwah terhadap perubahan sosial dan teknologi dapat berdampak pada hilangnya kepercayaan dan keterlibatan umat.

Sebagai contoh, ketika narasi islamofobia menyebar luas di media sosial, tidak adanya tanggapan yang cepat dan strategis dari organisasi dakwah memungkinkan narasi tersebut mengakar tanpa perlawanan yang berarti.

Di sisi lain, pergeseran nilai sosial yang mengarah pada individualisme dan materialisme membutuhkan pendekatan dakwah yang lebih relevan dan terhubung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Tanpa kemampuan beradaptasi, organisasi dakwah akan tertinggal, sementara umat mencari panduan dari sumber-sumber yang tidak selalu dapat dipercaya.

Dr. Aidh al-Qarni adalah contoh ulama kontemporer yang menggunakan agility dalam menyampaikan dakwah melalui berbagai medium modern.

Bukunya, La Tahzan, menjadi fenomena global karena berhasil merespons kebutuhan umat untuk mendapatkan inspirasi hidup yang relevan dengan tantangan modern.

Dengan agility, ia tidak hanya menyampaikan pesan dakwah tetapi juga menjawab keresahan umat di era modern.

Sekarang apa lagi produk dakwah yang relevan dan menjawab keresahan umat? Artinya, kita punya peluang sekaligus tantangan untuk memberikan jalan keluar.

Agility juga menjadi kunci untuk memanfaatkan teknologi digital sebagai alat dakwah yang efektif.

Media digital kini menjadi ruang utama diskusi, informasi, dan edukasi bagi mayoritas umat, terutama generasi muda.

Momentum

Jika organisasi dakwah tidak mampu masuk ke ruang ini dengan strategi yang kreatif dan relevan, mereka akan kehilangan momentum dalam menjangkau audiens yang kritis dan dinamis.

Dalam kasus Hidayatullah, posisi majalah Suara Hidayatullah menarik untuk jadi tinjauan. Apakah akan terus bertahan dengan gaya cetak atau kita bertransformasi ke ranah digital. Kajian bisa segera diupayakan, plus langkah-langkah strategis yang relevan.

Dengan memiliki agility, organisasi dakwah dapat dengan cepat merancang program, merespons isu, dan membangun narasi positif yang tidak hanya memengaruhi umat tetapi juga masyarakat global.

Inilah saatnya organisasi dakwah bergerak cepat, terorganisasi, dan adaptif agar tetap menjadi mercusuar kebaikan di tengah dunia yang terus berubah.

Agility dalam konteks organisasi massa Islam atau dakwah bukan hanya tentang kecepatan adaptasi, tetapi juga tentang kemampuan untuk tetap relevan, progresif, dan memberikan dampak nyata di tengah tantangan zaman.

Sejarah membuktikan bahwa agility adalah elemen krusial bagi organisasi massa Islam untuk bertahan dan berkembang di tengah tantangan zaman.

Pada masa Rasulullah SAW, strategi dakwah menunjukkan fleksibilitas dan relevansi yang luar biasa. Ketika dakwah di Makkah menghadapi tekanan dari kaum Quraisy, Rasulullah SAW mengadaptasi pendekatannya dengan hijrah ke Madinah, membangun masyarakat berbasis nilai Islam, dan menyusun Piagam Madinah sebagai bentuk kerangka sosial-politik yang progresif.

Keputusan ini tidak hanya menunjukkan kemampuan adaptasi terhadap situasi, tetapi juga menghasilkan dampak nyata berupa stabilitas umat Islam yang berkontribusi pada perkembangan dakwah di masa selanjutnya.

Periode kejayaan peradaban Islam pada era Abbasiyah juga memberikan bukti pentingnya agility dalam organisasi Islam.

Dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat saat itu, umat Islam tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga menjadi pelopor kemajuan di berbagai bidang, termasuk kedokteran, matematika, dan filsafat.

Khalifah Abbasiyah menunjukkan kemampuan untuk tetap relevan dengan mendukung pengumpulan dan penerjemahan karya-karya besar dunia ke dalam bahasa Arab, yang menjadikan Islam sebagai pusat peradaban global.

Keberhasilan ini hanya mungkin dicapai dengan sikap progresif yang terorganisasi.

Catatan

Di era modern, agility tetap relevan untuk menjawab tantangan kontemporer.

Organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia adalah contoh nyata bagaimana agility memungkinkan mereka tetap relevan di tengah perubahan sosial, politik, dan teknologi.

Muhammadiyah, misalnya, tidak hanya bergerak di bidang dakwah, tetapi juga dalam pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial, dengan memanfaatkan teknologi untuk memperluas dampaknya.

Sementara itu, NU menunjukkan adaptasi yang progresif dengan mengusung “Humanitarian Islam” sebagai respons terhadap kebutuhan menjaga tradisi lokal sekaligus relevan di tengah globalisasi.

Dalam konteks produktivitas publikasi, NU kini patut berbangga dengan adanya NU Online. Situs yang berdiri sejak 2003 itu terus bergerak maju. NU Online telah menggunakan big data, algoritma media sosial dan analisis tren digital dalam memahami kebutuhan audiens.

Secara berkelanjutan NU Online juga bergerak cepat mengembangkan kapasitas dai agar melek teknologi. Lebih jauh NU online terus berupaya menjadi web keislaman yang otoritatif.

Dengan demikian, jika relevansi sudah jadi kesadaran penggerak utama organisasi, maka kebijakan yang memungkinkan peningkatan eksponensial tentang kemampuan yang memberikan dampak nyata benar-benar akan diupayakan.

Mulai dari penguatan leadership kader, empati untuk mendukung budaya desain thinking, hingga kultur organisasi yang kian adaptif, progresif dan solutif.*

*) Imam Nawawi, penulis adalah Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah 2020-2023, Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Final HiFest di Kampus Ar Rohmah IIBS Uji Kemampuan Santri di Bidang Diniyah, Bahasa dan Sains

MALANG (Hidayatullah.or.id) -- Kampus Ar Rohmah International Islamic Boarding School (IIBS) Malang, Jawa Timur, menjadi saksi kemeriahan final HiFest...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img