
MAKASSAR (Hidayatullah.or.id) — Di tengah dinamika kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, pendidikan Al-Qur’an tetap menjadi fondasi penting dalam membangun kualitas spiritual bangsa.
Di Sulawesi Selatan, Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (Laznas BMH) Sulsel berupaya menghadirkan pembinaan yang tidak hanya menyentuh kebutuhan material, tetapi juga memperkuat dimensi rohani umat.
Ketua Laznas BMH Sulsel, Kadir, menegaskan, program pembinaan baca Al-Qur’an ini merupakan bagian integral dari misi maqasid syariah yang dijalankan lembaganya.
Ia menjelaskan bahwa maqasid syariah menuntut keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani.
“Kami berkomitmen tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar mustahik berupa makanan (hifz an-nafs), tetapi juga kebutuhan rohani mereka melalui ilmu agama (hifz ad-din),” kata Kadir dalam keterangannya dikutip media ini, Selasa, 1 Rabi’ul Akhir 1447 (23/9/2025).
Kegiatan pembinaan ini berlangsung rutin setiap pekan di hari Selasa di Aula BMH Sulsel. Puluhan warga binaan mengikuti pembelajaran membaca Al-Qur’an dengan metode Terampil Membaca Al-Qur’an 8 Jam Grand MBA. Mereka berasal dari latar belakang dan usia yang beragam, namun bersatu dalam semangat untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an.
“Dengan memperbaiki bacaan Al-Qur’an, shalat, dan hafalan surah pendek, kami berharap kualitas hidup para mustahik semakin baik lahir dan batin,” kata Kadir menambahkan.
Bimbingan mengaji ini dilakukan langsung oleh Ustadzah Sumarni. Ia mendampingi para peserta mengeja huruf demi huruf, hingga mampu merangkai bacaan dengan lebih baik.
Meski beberapa peserta telah memasuki usia senja, semangat mereka tidak surut. Hal ini menegaskan pesan universal bahwa menuntut ilmu, khususnya ilmu agama, tidak mengenal batas usia.
Susi Erawati (59), seorang pemulung asal Sipala, Makassar, mengaku sangat terharu bisa mengikuti program ini. “Alhamdulillah, BMH memfasilitasi kami untuk belajar Al-Qur’an. Selama ini kami sudah menerima bantuan sembako, kini ditambah dengan ilmu yang sangat berharga,” ungkapnya.
Kisah lain datang dari Daeng Bulan (60), warga Bontoramba, Makassar. Dengan penglihatan yang mulai terbatas dan bacaan yang masih terbata-bata, ia tetap menyelesaikan seluruh sesi pembelajaran. “Belajar Al-Qur’an tidak mengenal batas usia,” katanya lirih, namun penuh keyakinan.
Program ini menjadi wujud nyata pengelolaan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) yang tidak hanya diarahkan pada aspek ekonomi, tetapi juga aspek spiritual. Dengan cara ini, terang Kadir, Laznas BMH Sulsel menegaskan peran zakat sebagai instrumen transformasi sosial dan keagamaan yang berkelanjutan.
“Dalam konteks keindonesiaan, program ini menghidupkan kembali tradisi belajar Al-Qur’an di tengah masyarakat, sekaligus memperkuat identitas spiritual bangsa,” katanya.
Ke depan, BMH Sulsel bertekad memperluas jangkauan program serupa. Harapannya, semakin banyak masyarakat kurang mampu yang dapat merasakan manfaat ganda, yakni, terpenuhinya kebutuhan dasar sekaligus meningkatnya kualitas spiritual.
“Dengan demikian, zakat yang terkelola baik dapat menjadi sarana penguatan iman sekaligus penggerak pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,” tandasnya.