
PALU (Hidayatullah.or.id) — Musyawarah Wilayah (Muswil) Hidayatullah Sulawesi Tengah di Palu pada Sabtu, 15 Jumadil Akhir 1447 (6/12/2025), berlangsung dalam suasana reflektif yang menegaskan kembali pentingnya keteguhan nilai dalam gerakan dakwah.
Di tengah tantangan kebangsaan yang semakin kompleks, Ketua Bidang Perkaderan DPP Hidayatullah, Dr. Abdul Ghafar Hadi, mengajak para peserta melihat kembali hakikat perjuangan organisasi. Ia menekankan bahwa perjalanan dakwah, yang akarnya tumbuh dari tradisi Nusantara dan spiritualitas Islam, selalu mengandung konsekuensi dan tuntutan pengorbanan.
Pada awal pemaparannya, Abdul Ghafar menegaskan bahwa rahasia kenikmatan iman justru lahir dari beratnya medan perjuangan. “Di balik beratnya medan juang itulah tersimpan rahasia kenikmatan iman,” ujarnya, seraya mengingatkan bahwa kehadiran para kader dalam forum musyawarah merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban iman. Ia menambahkan bahwa musyawarah adalah bentuk nyata ketaatan dan instrumen etis untuk menjaga arah perjuangan kolektif.
Ia kemudian menggarisbawahi bahwa jalan dakwah bukanlah jalur yang datar dan tanpa risiko. “Jalan ini bukan jalan biasa. Ia penuh konsekuensi, mulai dari konsekuensi teologis, sosial, budaya, hingga ekonomi,” katanya di hadapan peserta Muswil. Karena itu, setiap kader dituntut untuk siap menghadapi tekanan serta dinamika sosial yang menyertainya.
Memperluas perspektif, Abdul Ghafar merujuk pada perjalanan Rasul, Sahabat, Tabiin, dan generasi Mujahidin sebagai contoh sejarah keteguhan. Ia menilai bahwa kekhusyukan ibadah tidak lahir dari kenyamanan, tetapi dari proses panjang perjuangan yang melelahkan.

“Beratnya medan dakwah itulah yang membuat perjalanan hidup ini menjadi asyik. Beratnya perjuangan itulah yang membuat kita bisa merasakan manisnya iman,” tuturnya.
Dalam konteks sejarah internal organisasi, ia mengingatkan kembali ketangguhan para perintis Hidayatullah sejak 52 tahun lalu, yang memulai dakwah dari Gunung Tembak, Balikpapan, menuju ratusan titik di Nusantara. Keteladanan itu, menurutnya, mewajibkan kader masa kini memelihara kesabaran, keberanian, dan pengorbanan.
“Kita harus mengikuti jejak kesabaran, keberanian, dan pengorbanan mereka,” tegasnya.
Menutup amanatnya, Abdul Ghafar mengutip Surah Ali Imran ayat 159, mengingatkan bahwa musyawarah bukan sekadar mekanisme organisasi, tetapi fondasi moral sebuah peradaban. Ia menekankan pentingnya kesiapan batin sebelum bermusyawarah.
“Sebelum bermusyawarah, kita harus memasang diri kita dengan kelapangan hati dan kasih sayang. Tanpa itu, benteng peradaban tidak akan terbangun kokoh,” pungkasnya.
Muswil ini menetapkan Sarmadani Karani sebagai Ketua Wilayah Hidayatullah Sulawesi Tengah untuk periode 2025-2030. Selain dikenal sebagai wartawan senior, pria yang telah lama malang melintang dalam penugasan dakwah ini juga menekuni dunia pendidikan dan pangan.






