
TAPTENG (Hidayatullah.or.id) — Bencana banjir bandang yang melanda wilayah Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan pada awal November 2025 menimbulkan kerusakan parah di sejumlah titik, termasuk fasilitas pendidikan dan dakwah Pesantren Hidayatullah.
Laporan lapangan menyebutkan bahwa dua pondok pesantren milik Hidayatullah menjadi lokasi terdampak signifikan. Tim relawan yang berada di lokasi menggambarkan situasi yang masih sulit dipulihkan akibat akses yang terputus, komunikasi yang terbatas, serta kondisi medan yang tertutup lumpur dan material longsoran.
Korlap Tim Siaga Kebencanan Hidayatullah, Tafdhilul Umam, menjelaskan bahwa salah satu lokasi terdampak, Pondok Pesantren Tahfidz Agrowisata Hidayatullah Sipange, mengalami kerusakan berat. Setengah bagian bangunan pesantren yang sehari-hari digunakan santri untuk menghafal Al-Quran terkubur tanah dan lumpur tebal.
Batu-batu besar juga tampak berserakan di area lingkungan pondok. Ia melaporkan bahwa akses utama menuju pesantren dari arah Tarutung masih terputus total. “Saat ini, akses menuju pondok yang terdampak banjir secara langsung di Tapteng belum tembus via Tarutung,” ujarnya. Tafdhil menambahkan bahwa jalur yang dapat dilalui adalah rute alternatif melalui Subulussalam–Aceh Singkil.
Kondisi di lapangan semakin menantang karena genangan air masih menghalangi jalur masuk. Sinyal komunikasi juga belum pulih sepenuhnya, dan jaringan listrik masih padam. Relawan yang berada di lokasi berjumlah 17 orang dengan pembagian tugas yang terstruktur. Tim pertama yang terdiri dari sepuluh relawan dipimpin Syukran untuk melakukan pembersihan lumpur di Pondok Pesantren Hidayatullah.
Tim kedua beranggotakan dua orang membantu upaya pencarian korban bersama Basarnas di wilayah Aek Boktar. Sementara lima relawan di tim ketiga bertugas mengamankan pasokan bahan bakar di SPBU guna memenuhi kebutuhan operasional pembersihan dan logistik.
Dua posko bantuan telah didirikan meski akses menuju lokasi terdampak masih sulit ditembus. Relawan yang terlibat berasal dari berbagai unsur, yaitu BMH, SAR Hidayatullah, Pos Dai Sumut, FOZ Sumut, SYP Sahabat Yatim Pedalaman, serta DPW Hidayatullah Riau.
Menurut Tafdhil, posko terus melakukan koordinasi untuk menilai prioritas kebutuhan warga. Ia menyebutkan bahwa dapur umum direncanakan untuk didirikan dalam beberapa hari mendatang. Namun, rencana tersebut belum direalisasikan karena pasokan bahan pokok masih sangat terbatas.
Jumlah warga terdampak di sekitar kedua pesantren tersebut dilaporkan hampir mencapai 200 orang. Di Pesantren Tahfidz Agrowisata terdapat 70 kepala keluarga, sementara di Pesantren Darul Ma’rifah lebih dari 125 kepala keluarga terdampak. Banyak di antara mereka merupakan masyarakat sekitar yang rumahnya ikut terendam atau tertimbun lumpur akibat banjir bandang tersebut. Kondisi ini membuat kebutuhan dasar menjadi semakin mendesak dan memerlukan penanganan segera.
Tafdhil menjelaskan bahwa kebutuhan paling urgen saat ini meliputi air bersih, sembako, genset, selimut, LPG, makanan siap saji, terpal, perangkat komunikasi seperti Starlink, serta perlengkapan mandi. Kebutuhan tersebut dibutuhkan untuk mendukung fase pemulihan awal sebelum dilakukan langkah-langkah lanjutan terkait rehabilitasi fasilitas pendidikan dan pemukiman warga.
Kerusakan yang dialami dua pondok pesantren tersebut terjadi dalam konteks bencana yang lebih luas di wilayah Aceh dan sekitarnya. Data sementara dari Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Aceh mencatat bahwa hingga Selasa malam, 2 Desember 2025, sebanyak 3.310 gampong dari total 6.497 gampong terdampak langsung bencana hidrometeorologi. Laporan pada pukul 20.00 WIB menunjukkan bahwa bencana ini memengaruhi 229.767 kepala keluarga atau 1.452.185 jiwa di 18 kabupaten/kota dan 229 kecamatan.
Korban jiwa juga terus diperbarui. Hingga pukul 19.37 WIB, jumlah korban meninggal dunia mencapai 249 orang, sementara 227 orang masih dinyatakan hilang. Data tersebut menunjukkan skala bencana yang luas dan perlunya mobilisasi bantuan lintas wilayah.






