PADA tahun 1975, ahli demografi Carl Haub merasa penasaran terhadap berapa sebenarnya jumlah manusia yang pernah hidup di muka bumi.
Dengan menggunakan 50.000 tahun Sebelum Masehi sebagai titik tolak, ia pun mulai menerapkan angka kelahiran kasar (yaitu perkiraan angka kelahiran tahunan per seribu orang) kepada tiap populasi, lalu menjumlahkan seluruhnya. Hasilnya? Pada tahun tersebut, sekitar 103 milyar manusia pernah dilahirkan, dan hanya 4 persen yang masih hidup saat itu.
Berdasar perhitungan kasar ini, majalah National Geographic Indonesia edisi Juni 2011 memperkirakan pada 2011 jumlah totalnya mencapai 108 milyar. Sekitar 7 milyar masih hidup dengan kisaran 57 juta jiwa yang meninggal tiap tahun.
Tentu saja setelah 2 tahun berlalu, jumlah tersebut sudah meningkat. Pada saat artikel ini ditulis, jumlahnya telah mencapai 7,196 milyar dan terus tumbuh rata-rata 1,14 persen per tahun. Sekitar 50 tahun mendatang jumlah penduduk bumi akan stabil pada angka 10 milyar. Demikian rilis situs Worldometers (Real Time World Statistics, http://www.worldometers.info).
Pertanyaannya adalah, apa potensi dan peluang yang bisa kita ambil dari milyaran orang ini, sebagai pribadi muslim? Tetapi, sebelum itu, mari menyepakati satu hal: bahwa potensi dan peluang tersebut adalah hal-hal yang berhubungan dengan akhirat, bukan duniawi. Kita hanya berbicara tentang persiapan kita menuju kehidupan yang abadi, bukan rencana-rencana bisnis dan kenyamanan hidup yang fana.
Agar dapat membayangkan situasinya secara lebih baik, mari kita pahami fakta-fakta lainnya. Hasil survei Pew Research Center AS (2009), umat Islam dunia mencapai 1/4 total jumlah penduduk dunia (sekitar 1,6 Milyar). Jumlah tersebut melonjak hampir 100% dalam beberapa tahun terakhir.
Secara lebih terinci, CIA Fact Sheet (2007) mencatat jumlah penganut Kristen 33.32% (Katolik Roma 16.99%, Protestan 5.78%, Ortodoks 3.53%, Anglikan 1.25%), Muslim 21.01%, Hindu 13.26%, Budha 5.84%, Sikh 0.35%, Yahudi 0.23%, Baha’i 0.12%, dan agama lainnya 11.78%, ateis 2.32%.
New York Times pernah menulis bahwa 25% Muslim Amerika adalah mualaf. Menurut Ustadz Syamsi Ali (Imam Masjid New York yang asli Indonesia), sampai tahun 2013 ini sekitar 4 ribu orang masuk Islam setiap tahun di Amerika. Dari keseluruhan jumlah Muslim di Eropa, sekitar 60% adalah penduduk asli. Nama Muhammad menjadi nama paling banyak digunakan untuk bayi di Inggris (2010).
Menurut Ustadz Syamsi Ali, sebagaimana dirilis www.hidayatullah.com (29 November 2013), diantara tantangan terbesar dakwah di Amerika saat ini adalah membina para mualaf, dan mengkader para imam, dai, serta ulama’ dari kalangan warga asli sehingga Islam tidak lagi dianggap sebagai tamu.
Di saat bersamaan, Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Tidak kurang 209 juta penduduknya adalah muslim, disusul India dengan 176 juta, Pakistan 167 juta, dan Bangladesh 133 juta. Setelah itu Nigeria, Mesir, Iran, Turki, Aljazair, dan Marokko; di jajaran 10 negara berpenduduk muslim terbesar.
Apa peran yang dapat kita mainkan sebagai bagian dari komunitas muslim terbesar di dunia? Apa sumbangsih kita kepada sesama muslim di belahan dunia lainnya?
Dr. Abdul Mannan (Ketua Umum Ormas Hidayatullah periode 2010-2015) pernah mengatakan, bahwa saat ini kaum muslimin Indonesia mestinya menyiapkan diri secara lebih baik untuk menyambut saudara-saudaranya dari seluruh penjuru dunia. Seiring carut-marutnya situasi politik dan keamanan di sejumlah negara muslim lain, terutama Timur Tengah, mata kaum mualaf sekarang mulai beralih ke Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia.
Bagaimana pun, terbetik kekhawatiran tertentu bagi sebagian kalangan untuk belajar Islam ke negeri-negeri muslim di kawasan lainnya. Bukan masalah ilmu dan ulamanya, bukan pula literatur dan institusinya, tetapi kondisi politik dan keamanannya. Walau kita sangat prihatin dan sedih dengan keadaan tersebut, akan tetapi kita tidak boleh berdiam diri. Selalu ada hikmah yang bisa dipetik dari setiap kejadian, agar semangat hidup tetap terjaga dan pikiran terus positif.
Apakah kita telah mempersiapkan diri sebaik mungkin? Bagaimana strategi pesantren, Madrasah, Ma’had ‘Aly, Perguruan Tinggi Islam, dan berbagai Lembaga Pendidikan Islam lainnya untuk memanfaatkan peluang ini? Bersediakah kita membuka pintu dan mengundang saudara-saudara kita dari Eropa dan Amerika untuk belajar Islam di negeri ini? Bukan hanya secara teori, namun dalam keseluruhan aspek budaya dan peradabannya?
Tidakkah kita berharap menjadi orang yang dicerahkan wajahnya di Hari Kiamat kelak? Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini,
“Semoga Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami, lalu ia menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Bisa jadi orang yang diberitahu itu lebih mengerti dibanding orang yang mendengarnya (secara langsung).” (Riwayat Tirmidzi, dari Ibnu Mas’ud. Hadits shahih).
Tidakkah kita ingin mendapat pahala sebagai pembimbing jutaan mualaf dari Eropa dan Amerika itu? Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan maka ia akan mendapat pahala setara dengan orang yang melakukannya.” (Riwayat Abu Dawud, dari Abu Mas’ud al-Anshari. Hadits shahih).
Jadi, mari berbenah dan menata diri, sehingga menjadi pribadi maupun masyarakat muslim yang layak dijadikan guru sekaligus pembimbing dalam ber-Islam oleh para mualaf itu. Manfaatkan potensi 1,6 milyar muslim ini!. Wallahu a’lam.
Alimin Mukhtar. Rabu, 01 Shafar 1435 H.