AdvertisementAdvertisement

Ramadhan dan Nuzulul Qur’an, Meneguhkan Peran Dai sebagai Pelita Bangsa

Content Partner

MALAM Nuzulul Qur’an, yang diperingati setiap tanggal 17 Ramadhan, bukan sekadar peristiwa sejarah turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Lebih dari itu, ia adalah momentum refleksi ruhani yang mengajak umat Islam untuk kembali meneguhkan komitmen menerangi kehidupan dengan cahaya Al-Qur’an.

Di tengah bulan suci Ramadhan, yang menawarkan 1001 keutamaan, peringatan ini menjadi pengingat akan perjalanan agung kitab suci yang diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia.

Dalam hal ini Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Nuzulul Qur’an menjadi panggilan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Al-Qur’an sebagai sumber pencerahan, terutama di tengah tantangan zaman yang kian kompleks.

Ramadhan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 185), adalah bulan di mana Al-Qur’an diturunkan sebagai hudan linnaas—petunjuk bagi manusia. Kehadiran Al-Qur’an pertama kali pada malam 17 Ramadhan tahun 610 Masehi, ketika Malaikat Jibril menyampaikan Surah Al-Alaq ayat 1-5 kepada Rasulullah, menandai awal revolusi literasi dan spiritual yang mengubah dunia dari kegelapan menuju cahaya.

Peristiwa ini tidak hanya relevan pada masa lalu, tetapi juga menjadi inspirasi abadi bagi bangsa Indonesia untuk terus menjadikan Al-Qur’an sebagai lentera dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam suasana Ramadhan yang penuh kepekaan spiritual semacam ini, kita diajak merenungkan bagaimana cahaya Al-Qur’an dapat terus bersinar, bahkan hingga pelosok negeri yang paling terpencil.

Pengabdian Menerangi Negeri

Di balik peringatan Nuzulul Qur’an, ada peran luar biasa para dai yang sering terlupakan. Mereka adalah para pejuang cahaya yang mengabdikan hidupnya di tempat-tempat terpencil, terluar, dan rentan—daerah yang kerap jauh dari sorotan publik dan akses kemajuan.

Di desa-desa terisolasi, pulau-pulau kecil, hingga wilayah perbatasan, para dai ini menjadi pelita yang menerangi jiwa umat dengan Al-Qur’an. Mereka mengajarkan baca-tulis Al-Qur’an kepada anak-anak, menyampaikan hikmah kepada masyarakat, dan menanamkan nilai-nilai keislaman yang luhur dan murni.

Dalam keterbatasan fasilitas, minimnya dukungan logistik, dan tantangan geografis, mereka tetap teguh menjalankan amanah dakwah ini, seolah meneladani kesabaran Rasulullah saat menerima wahyu pertama di tengah kegelapan Gua Hira.

Peran para dai ini tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka adalah garda terdepan dalam menjaga keutuhan spiritual umat sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa.

Di tengah gempuran informasi digital yang tak jarang membawa disorientasi nilai, para dai di daerah terpencil menjadi penjaga moral dan identitas keislaman. Mereka mengajarkan bahwa Al-Qur’an bukan hanya kitab untuk dibaca, tetapi juga untuk dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan pendekatan yang sederhana namun mendalam seperti melalui metode Grand MBA, mereka membawa pesan Al-Qur’an tentang kepedulian, keadilan, kasih sayang, dan kebersamaan—nilai-nilai yang sangat relevan untuk memperkuat harmoni sosial di Indonesia yang beragam.

Namun, perjuangan para dai ini tidaklah mudah. Banyak dari mereka hidup dalam kondisi serba terbatas, baik dari segi ekonomi maupun akses pendidikan dan pelatihan. Mereka bekerja tanpa pamrih, mengandalkan semangat pengabdian semata.

Maka, di sinilah peringatan Nuzulul Qur’an di bulan Ramadhan menjadi pengingat bagi kita semua—termasuk negara—untuk lebih peduli pada nasib para dai. Jika Al-Qur’an adalah cahaya, maka para dai adalah pembawa obor yang menyalakan harapan di tengah kegelapan.

Pengakuan Negara

Negara, sebagai entitas yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, diharap hendaknya hadir menyapa dan mendukung para dai dengan kebijakan yang nyata, seperti peningkatan akses pendidikan, pelatihan dakwah, dan dukungan ekonomi.

Harapan ini selaras dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam Pembukaan Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu, 4 Desember 2024.

Dalam pidatonya, Presiden Indonesia ke-8 ini menegaskan bahwa para ustaz, guru, dan ulama adalah pendidik bangsa yang menjadi panutan rakyat dan masyarakat. Penyampaian presiden ini mencerminkan pengakuan atas peran strategis para pendidik agama—termasuk para dai—dalam membentuk karakter bangsa.

Prabowo, yang dikenal dengan visinya untuk membangun Indonesia yang maju dan berkeadilan, tampak memahami bahwa kemajuan bangsa tidak hanya diukur dari infrastruktur fisik, tetapi juga dari kekuatan spiritual dan intelektual yang bersumber dari Al-Qur’an.

Momen Nuzulul Qur’an di Ramadhan ini menjadi panggilan bagi kita semua untuk meneguhkan kembali komitmen menerangi Indonesia dengan cahaya Al-Qur’an. Para dai di daerah terpencil adalah ujung tombak dari misi mulia ini, dan negara harus menjadi mitra mereka dalam mewujudkan visi tersebut.

Dukungan nyata dari pemerintah—seperti yang tersirat dalam pernyataan Presiden Prabowo—dapat menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa cahaya Al-Qur’an tidak hanya sampai di kota-kota besar, tetapi juga di setiap sudut negeri, dari Sabang sampai Merauke.

Dengan demikian, Indonesia tidak hanya akan menjadi bangsa yang makmur secara material, tetapi juga kaya akan nilai-nilai ruhani dengan akar spiritual Islam kental yang menjadikannya teladan bagi dunia.

Sebagai penutup, mari kita jadikan peringatan Nuzulul Qur’an sebagai titik balik untuk menghargai perjuangan para dai dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pusat kehidupan.

Semoga negara terus hadir menyapa mereka dengan kebijakan yang mendukung, sehingga peran luar biasa para pendidik umat ini dapat terus bersinar, sebagaimana cahaya Al-Qur’an yang tak pernah padam.[]

*) Ust. Abdul Muin, S.Pd.I., penulis Direktur Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai) Pusat

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Ramadhan Berkah, Kisah Kebahagiaan di Kampung Baskara dan Bubutan

DI TENGAH hiruk-pikuk kota Surabaya yang sibuk, ada sebuah cerita hangat tentang kebersamaan, kepedulian, dan kebahagiaan yang terus menyebar. Cerita...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img