
BERBICARA Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Teritip, Balikpapan, Kaltim, artinya mengingat sejarah. Salah satu riwayat yang terawat hingga hari ini adalah pertemuan nasional, utamanya Silaturrahim Nasional (Silatnas).
Namun sekarang ada yang benar-benar berbeda dari helatan nasional di lokasi Hidayatullah lahir dan berkembang itu. Yakni Jambore Nasional (Jamnas) Pramuka Hidayatullah.
Pesertanya jelas bukan generasi “kolonial” dan milenial, tapi Gen-Z. Generasi yang diharapkan ke depan dapat mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Tak heran, kalau Gubernur Kaltim hingga Menteri Pemuda dan Olahraga sangat bangga dan berbicara penuh antusias dalam sambutan pada rangkaian pembukaan Jamnas pada Kamis, 21 Agustus 2025.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada Hidayatullah. Karena ini adalah jambore nasional yang ke-3, yang sudah berstatus Sako. Ini artinya komitmen dan juga kontribusi dari Hidayatullah dalam mendidik para muridnya, para santrinya dengan jiwa kepramukaan sudah tidak perlu kita pertanyakan lagi,” ujar Menpora RI Dito Ariotedjo di hadapan ribuan peserta dan tamu undangan.
Progresivitas Pendidikan Generasi Bangsa
Pernyataan Menpora mengandung pengakuan bahwa Hidayatullah telah membuktikan konsistensinya dalam mengembangkan pendidikan berbasis kepramukaan.
Status jambore yang sudah masuk kali ketiga dan resmi sebagai Satuan Komunitas Nasional (Sakonas) menjadi indikator nyata bahwa kiprah ini bukan sekadar seremonial, melainkan hasil dari komitmen panjang dan kontribusi berkelanjutan.
Secara rasional, hal ini menegaskan bahwa Hidayatullah memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai karakter, kemandirian, dan kepemimpinan melalui wadah kepramukaan.
Pesan beliau juga menggarisbawahi bahwa kualitas pembinaan santri sudah diakui, sehingga tidak perlu diragukan.
Dengan kacamata optimis, pernyataan ini bisa dimaknai sebagai dorongan agar Hidayatullah terus memperluas peran pendidikan dan pembinaan generasi muda, bukan hanya dalam lingkup internal pesantren, tetapi juga memberi warna dalam pendidikan nasional.
Sementara dari sudut pandang visioner, pengakuan Menpora tersebut dapat dibaca sebagai landasan legitimasi untuk melangkah lebih jauh bahwa Hidayatullah berpotensi menjadi pelopor dalam membentuk generasi emas 2045, melalui integrasi nilai agama, kebangsaan, dan kepramukaan yang solid.

Kiprah dan Kiprah
Berdasarkan uraian itu maka ke depan, Hidayatullah, utamanya Gunung Tembak harus bisa menjadi sentral pembinaan generasi bangsa, salah satunya melalui Pramuka. Bahkan Gunung Tembak relevan jika menyiapkan diri menjadi bumi perkemahan yang representatif untuk regional Kalimantan bahkan nasional.
Mengapa demikian? Karena ke depan, kita harus menyiapkan generasi bangsa dan umat yang siap berkiprah. Menunjukkan kemampuannya, kecerdasannya, bahkan akhlaknya, sehingga anak-anak muda ke depan rindu ke Gunung Tembak. Bukan karena semata ada kisah heroik masa lalu, tapi juga karena terbentang medan untuk menyiapkan diri berkiprah lebih luas bagi bangsa bahkan dunia.
Wajah-wajah muda, peserta Jamnas III kali ini, akan mengukir masa depan Indonesia. Dan, saya sangat yakin, sebagian besar dari mereka, kelak, pada 2045 pasti rindu dan bangga datang kembali ke Gunung Tembak.
Bukan untuk bercerita bagaimana Jamnas 2025 sangat mengesankan. Tetapi ia menawarkan generasi berikutnya untuk Jamnas ke sekian pada tahun itu dengan deklarasi kebangsaan yang menggetarkan dunia.
Belum terbayang memang sekarang, tapi itu sangat mungkin menjadi kenyataan. Apalagi kalau meresapi arti dari lambang pramuka: Buah Nyiur. Yang pesannya sangat jelas bahwa tiap Pramuka merupakan inti bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Saat itu terjadi 50 tahun kedua Hidayatullah, generasinya telah menemukan bukti baru untuk mendaki ke 100 tahun kedua Hidayatullah. Insya Allah. Kuncinya perkuat pendidikan dan dakwah melalui berbagai instrumen yang relevan, legal dan progresif.
*) Imam Nawawi, penulis adalah Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah 2020-2023, Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect)