AdvertisementAdvertisement

Transformasi Diri dan Sosial Langkah Pertama untuk Mewujudkan Peradaban Islam

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Hidayatullah, sebagai salah satu organisasi Islam, hadir dengan spirit dan tekad mulia untuk turut serta dalam membangun peradaban Islam yang dimulai dari transformasi diri dan sosial.

Demikian dikatakan Ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Umat Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah Drs. Nursyamsa Hadis saat sambutan membuka acara Bedah Buku “Manhaj Nabawi Merujuk Sistematika Wahyu” karya Ketua Umum DPP Hidayatullah Dr. H. Nashirul Haq, MA, di Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah, Selasa, 8 Dzulqa’dah 1446 (6/5/2025).

Visi ini menurutnya merupakan panggilan ideologis yang berakar pada metode kenabian yang telah terbukti membangun peradaban agung.

Menurut Nursyamsa, kejayaan Islam dapat diraih melalui pendekatan yang telah divalidasi oleh sejarah, yakni manhaj nabawi atau minhajun nubuwwah.

“Konsep, metode, atau manhaj yang digunakan membumikan kembali kejayaan Islam adalah yang sudah terbukti berhasil membangun peradaban agung yang dipraktikkan langsung oleh Rasulullah SAW dalam mengemban risalah Islam,” katanya.

Dia menjelaskan, Manhaj Nabawi adalah sistem kenabian yang menawarkan kerangka holistik untuk membentuk individu, keluarga, dan masyarakat yang berpijak pada nilai-nilai wahyu. Ikhtiar pola pendekatan ini tidak hanya relevan pada masa Rasulullah, tetapi juga menjadi panduan penting dalam meniti perjalanan zaman.

Nursyamsa mengungkapkan, manhaj nabawi bertujuan melahirkan kader intelektual yang menjadi pelanjut risalah Nabi.

Dia menerangkan, kader intelektual ini memiliki tugas strategis yaitu to initiate (memulai), to lead the change (memimpin perubahan), dan to create change (menciptakan perubahan).

Kader intelektual ini adalah agen transformasi yang tidak hanya berpikir kritis, tetapi juga bertindak proaktif untuk membawa perubahan sosial yang luhur.

“Dalam perspektif ideologis atau manhaji, output konsep manhaj nabawi adalah melahirkan kader intelektual. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa seorang intelektual adalah pelanjut penyampai risalah Nabi untuk setiap zaman dan tempatnya,” katanya.

Memberi Dampak Kebaikan pada Diri dan Masyarakat

Namun, lebih lanjut Nursyamsa menjelaskan, sebelum memberikan dampak kepada masyarakat, seorang intelektual, pertama tama harus terlebih dahulu menempa dirinya.

Transformasi diri ini, menurutnya, menjadi prasyarat utama. Seorang intelektual harus memiliki daya juang, aura kepemimpinan, dan kekuatan batin untuk menggerakkan perubahan.

“Saat yang sama juga seorang intelektual mempunyai tanggungjawab terhadap dirinya sendiri sebelum dia memberikan impact kepada masyarakat,” terangnya.

Dalam konteks Hidayatullah, kampus pesantren berperan sebagai “menara gading” tempat kader menempa kualitas spiritual, emosional, dan intelektual.

“Jadi seorang intelektual harus berusaha menyempurnakan dirinya di ‘menara gading’ tempat dia bertafakkur, bersuluk, belajar berpikir,” ujarnya. Dalam proses itu menghasilkan kader yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga hebat secara spiritual dan emosional.

Langkah kedua, lanjutnya, adalah transformasi keluarga, yang dalam konteks ini merujuk pada komunitas santri dan warga kampus.

“Kedua, dia harus melakukan perubahan terhadap keluarganya. Siapa keluarganya? Keluarganya adalah para santri dan warga kampus,” imbuhnya.

Kader intelektual bertugas memperkuat, mendampingi, dan mencerdaskan komunitas ini sebagai basis kekuatan untuk pengabdian sosial.

Ia lantas mengibaratkan peran ini dengan Rasulullah SAW, yang tidak hanya bekerja sendiri, tetapi juga membangun kekuatan bersama keluarga dan sahabatnya.

“Jadi ibarat seorang Nabi. Nabi itu tidak hanya bekerja sendiri, dia juga menciptakan kekuatan di tengah keluarganya,” katanya.

Menurut Nursyamsa, perubahan menuju lebih baik mesti dimulai dari diri sebagaimana keluarga dan sahabat Nabi yang menjadi inti energi perubahan sosial.

“Jadi Muhammad dan keluarganya adalah intelektual dan keluarganya beserta sahabatnya juga itu merupakan inti energi yang dia bawa untuk perubahan sosial,” terangnya.

Terakhir, jelas Nursyamsa, kader intelektual tidak boleh terjebak dalam isolasi akademik. Mereka harus turun dari “menara gading” dan terlibat langsung dalam isu-isu sosial.

“Perlu diingat bahwa area perubahan itu bukan saja diri dan keluarganya, melainkan dia membawa diri dan keluarganya keluar dari kotak kampus turun dari menara gading untuk terlibat dalam isu-isu sosial di tengah-tengah masyarakat,” tegas Nursyamsa.

Dengan demikian, imbuhnya, manhaj nabawi tidak hanya menciptakan individu unggul, tetapi juga komunitas yang siap mengabdi untuk kebangkitan umat, bangsa, dan negara.[]

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Kabid Nursyamsa Uraikan Positioning Strategis Hidayatullah Menuju Indonesia Emas 2045

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) -- Ketua Bidang (Kabid) Dakwah dan Pelayanan Umat (Dakwah Yanmat) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Drs. Nursyamsa...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img