PINRANG (Hidayatullah.or.id) — Pemimpin Umum Hidayatullah KH. Abdurrahman Muhammad, berkesempatan menyampaikan tausyiah dalam kegiatan Sosialisasi Revisi Jadwal 60 Bayani dan Upgrading Murabbi Halaqah Wustho di Rumah Quran Hidayatullah Parengki, Suppa, Pinrang, Sulawesi Selatan, pada Senin-Selasa, (5-6/8/2024).
Tausyiah Pemimpin Umum Hidayatullah menggarisbawahi betapa pentingnya munajat dan jihad dalam kehidupan seorang Muslim, serta bagaimana karakter dan akhlak Islami dibentuk melalui ketekunan dalam ibadah dan perjuangan di jalan Allah.
KH Abdurrahman Muhammad membuka tausyiahnya dengan mengingatkan pentingnya bersyukur kepada Allah atas nikmat iman, Islam, dan ihsan yang telah diberikan. “Bersyukurlah kepada Allah, semoga Allah meridhoi semuanya,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa kehidupan ini pada dasarnya adalah upaya untuk mencari keridhoan Allah. Setiap pencapaian, menurutnya, tidak terlepas dari taufiq Allah, yang merupakan bentuk hidayah dan pertolongan dari-Nya.
Dalam pandangan Islam, karakter tidak hanya sekadar kebiasaan yang terbentuk dari pemikiran yang diulang-ulang, seperti yang dipahami dalam pengertian umum atau barat.
Lebih dari itu, terangnya, karakter dalam Islam mencakup akhlak dan moral yang tercermin dalam ibadah dan pekerjaan sehari-hari. Menurut KH Abdurrahman, semua pembentukan karakter dimulai dari iradha atau niat, yang kemudian melahirkan jihad.
KH Abdurrahman menegaskan bahwa perjuangan di Hidayatullah tidak mungkin terwujud tanpa munajat dan jihad. “Inti dari hidup ini adalah munajat dan jihad,” tegasnya, seperti dinukil media ini dari laman Hidayatullahsulsel.com, Selasa, 1 Shafar 1446 (6/8/2024).
Munajat, menurut beliau, adalah proses yang direncanakan, didoakan, dan diusahakan secara terus-menerus. Ia mencontohkan pembangunan masjid yang sempat terhenti karena pandemi, tetapi berkat munajat yang terus dilakukan, pembangunan tersebut dapat dilanjutkan hingga selesai.
Munajat ini, lanjutnya, melahirkan kesungguhan dalam melakukan kebaikan, yang merupakan bentuk jihad dalam Islam.
Jihad yang dimaksud KH Abdurrahman bukanlah dalam bentuk peperangan fisik, melainkan kesungguhan dalam berjuang di jalan Allah, khususnya melalui dakwah dan tarbiyah.
KH Abdurrahman kemudian mengaitkan jihad dengan pelajaran yang dapat diambil dari Surat Al-Ankabut, khususnya ayat ke-69, yang menyebutkan bahwa orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhoan Allah akan ditunjukkan jalan-jalan oleh-Nya.
Ia menjelaskan bahwa perjuangan seekor laba-laba dalam membangun sarangnya menggambarkan bagaimana jihad harus dilakukan dengan ketekunan, meskipun menghadapi rintangan dan kesulitan.
Seperti laba-laba yang terus membangun kembali sarangnya setelah rusak diterpa angin, demikian pula seorang Muslim harus terus berjuang di jalan Allah meski menghadapi berbagai cobaan.
Dalam tausyiahnya, KH Abdurrahman juga mengangkat kisah tiga pemuda hebat yang menjadi teladan dalam Islam, yaitu Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan Ashabul Kahfi. Beliau mengajak peserta untuk merenungkan perjuangan ketiga pemuda ini dan memilih teladan yang paling sesuai dengan situasi mereka.
“Dari ketiga perjuangan pemuda ini, mana yang dipilih? Semua dipilih dan dilakukan secara kondisional,” ujarnya, menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam memilih cara berjihad sesuai dengan keadaan.
KH Abdurrahman menutup tausyiahnya dengan mengingatkan bahwa pembentukan karakter Islami tidak sekadar menciptakan kebiasaan, tetapi membangun akhlak yang baik. “Karena bekerja, karena beribadah itu akhlak,” tegasnya.
Akhlak yang benar harus didasarkan pada ilmu yang benar, dan ilmu tersebut harus dilandasi oleh wahyu, yaitu Al-Quran. Menurut beliau, tidak ada jalan berfikir, beribadah, atau kebaikan yang benar kecuali yang berlandaskan pada Al-Quran. (ybh/hidayatullah.or.id)