SETIAP kali melangkah di jalan setapak menuju pesantren yang kala itu hanya berupa hutan belantara, Ustadz Maghfuri selalu berhenti sejenak di atas jembatan kayu sederhana.
Dengan pandangan yang menembus lebatnya hutan, ia menggumamkan doa di dalam hati, “Suatu saat nanti, insya Allah, saya akan memperbaiki jalan ini agar masyarakat lebih mudah melaluinya.”
Harapan itu sederhana, namun penuh harapan. Jalan kecil itu tidak hanya menjadi akses menuju tanah pesantren, tetapi juga simbol harapan Ustadz Maghfuri untuk mempermudah masyarakat setempat.
Saat itu, jarang ada yang melewati jalan tersebut. Sunyi, terpencil, dan hanya beberapa rumah yang berdiri di sekitar. Namun, bagi Maghfuri, jalan itu adalah jalur penghubung mimpi besar yang ingin ia wujudkan.
Setiap kali melintasi jembatan kayu itu, doa serupa terucap tanpa henti. Meski tidak ada modal atau dukungan besar, Ustadz Maghfuri percaya bahwa Allah Maha Mendengar. “Doa itu proposal terbaik kepada Allah,” ucapnya dengan keyakinan penuh.
Namun, doa tidak berdiri sendiri. Ustadz Maghfuri mulai berikhtiar. Ia menyusun proposal pembangunan jalan dan mengajukannya kepada seorang pejabat setempat. Sayangnya, sebelum rencana itu terwujud, pejabat tersebut dipindah tugaskan ke daerah lain. Harapan sempat meredup, tetapi doa-doa Ustadz Maghfuri terus dipanjatkan.
Lalu, tanpa diduga, pertolongan Allah datang dengan cara yang tak terbayangkan. Pemerintah mengumumkan program semenisasi dan pengaspalan jalan hingga ke depan lokasi pesantren. Bahkan, sisa material dari proyek tersebut digunakan untuk memperbaiki gang-gang kecil di sekitar.
“Seperti mimpi di siang bolong,” kata Maghfuri mengenang. Sebelumnya, ia hanya membayangkan jalan aspal mungkin baru akan hadir sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.
Hari ini, jalan itu menjadi salah satu pusat aktivitas masyarakat. Anak-anak bermain, remaja berkumpul, dan orang tua bersantai di sore hari. Jalan yang dulunya sunyi kini penuh kehidupan.
Awal Perjalanan di Manokwari Selatan
Pada awal tahun 2021, Ustadz Maghfuri mendapatkan tugas dari Hidayatullah untuk merintis pesantren di Manokwari Selatan. Tugas itu tidak mudah. Sudah beberapa kali dai dikirim ke sana, tetapi tantangan yang berat membuat upaya tersebut belum membuahkan hasil.
Selama tiga bulan pertama, Ustadz Maghfuri, bersama istri dan anak-anaknya, tinggal di sebuah kontrakan sederhana. Tanah wakaf yang menjadi lokasi pesantren masih berupa hutan belantara tanpa bangunan satu pun.
Setiap hari, Maghfuri bolak-balik membabat hutan, mendirikan bangunan semi permanen dari kayu, dan berusaha menciptakan tanda-tanda kehidupan di tanah tersebut.
“Kami hanya punya keyakinan bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang berusaha,” ujarnya. Keyakinan itu menjadi bahan bakar semangatnya untuk terus maju.
Selain bekerja keras secara fisik, Ustadz Maghfuri juga rajin bersilaturahmi. Ia menemui pejabat, tokoh masyarakat, dan warga sekitar untuk memperkenalkan dirinya dan menyampaikan tujuan mulia dari keberadaan pesantren tersebut.
Dalam salah satu pertemuan di masjid setempat, ia bertemu dengan seseorang yang kemudian membantu memperluas tanah wakaf dengan membeli tanah yang bersebelahan.
“Kami ini hanya perantara,” ucapnya dengan rendah hati. “Allah yang menggerakkan hati manusia untuk saling membantu.”
Dari Hutan Menjadi Pesantren
Perlahan, lokasi pesantren mulai berubah. Tanah yang dulunya lebat dengan pepohonan kini menjadi tempat tinggal dan kegiatan belajar. Masyarakat pun mulai bersimpati.
Mereka membantu membangun fasilitas seperti dua rumah dinas, musala, dan kamar mandi untuk santri. Suasana pesantren semakin hidup dengan suara anak-anak yang belajar mengaji setiap sore.
“Mendengar suara mereka mengaji itu seperti alunan musik terindah,” kata Ustadz Maghfuri. “Dulu, tempat ini hanya sunyi. Kini, setiap hari ada tawa dan semangat belajar.”
Pada pertengahan tahun ini, pesantren berencana membuka program pendidikan Taman Kanak-Kanak. Bangunan untuk sekolah tersebut sudah berdiri, siap untuk digunakan. Namun, masih banyak pekerjaan besar yang menanti, termasuk pembangunan masjid yang representatif untuk menunjang kegiatan ibadah dan dakwah.
“Masjid adalah pusat kehidupan di pesantren,” ungkapnya. “Kami berharap masjid ini nanti menjadi tempat berkumpulnya masyarakat, tempat belajar, dan pusat dakwah di Manokwari Selatan.”
Perjalanan ini belum berakhir. Masih banyak harapan yang menunggu untuk diwujudkan, dan Ustadz Maghfuri percaya bahwa pertolongan Allah akan selalu datang di waktu yang tepat.[]
*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah. Ditulis sebagai tajuk “Laporan Perjalanan” di sela sela kunjungannya ke Papua beberapa waktu lalu.