AdvertisementAdvertisement

Dari Kapten Kapal ke Pelayan Dakwah, Mengenang Sosok Pak Sentot Pranggodo

Content Partner

Almarhum Sentot Pranggodo bersama sang istri (Foto: Dok. Hidayatullah)

AWAN duka menggelantung di atas langit Kampus Utama Hidayatullah Samarinda, Kalimantan Timur. Ustadz Sentot Pranggodo bin T. H Sutojo (67 tahun), salah satu warga sekaligus kader senior Hidayatullah meninggal dunia pada hari Ahad, 25 Muharam 1447 (20/7/2025).

Meninggalkan istri dan lima orang anak, Pak Sentot demikian sapaan akrabnya, dikenal sebagai pribadi istimewa. Semasa hidupnya, suami dari ustadzah Siti Mukhlisoh ini memilih lebih banyak diam dan sedikit bicara.

Di balik itu, kemurahan hati membantu orang lain dan kesigapan tangan melayani tamu senantiasa menjadi buah bibir bagi yang pernah bersilaturahim ke Hidayatullah Samarinda.

Tak kenal status atau jabatan, setiap tamu yang berkunjung ke Pondok Pesantren Hidayatullah yang beralamat di Jl. Perjuangan Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara ini akan dilayani penuh ikhlas di guest house pesantren. Bahkan termasuk kepada tamu-tamu dari kalangan santri sekalipun.

“Zaman nyantri di Gutem (Gunung Tembak), pernah sowan ke beberapa kampus Kaltim. Di Samarinda, tanpa ada akses ke orang dalam, tapi bisa dilayani dan dijamu dengan baik oleh seorang ustadz. Padahal bukan siapa-siapa, hanya santri biasa, dan gak kenal siapa-siapa. Bakda shalat jamak, belum selesai zikir, sudah dipanggil makan. Belakangan tahu, nama beliau pak Sentot,” ucap Ustadz Abdul Aziz Basyir, lulusan STIS Hidayatullah Balikpapan tahun 2012, mengenang pengalamannya dijamu oleh almarhum.

Kesaksian senada, datang dari Ustadz Sudirman, Ketua DPD Hidayatullah Wajo, Sulawesi Selatan. “Husnul Khatimah, Ustadz yang selalu memberikan pelayanan yang terbaik setiap tamu yang datang di kampus Hidayatullah Sempaja Samarinda,” tulisnya di salah satu grup obrolan.

“Saya kenal, almarhum orang baik. Selalu mendapatkan pelayanan terbaik, saat mampir di Kampus Sempaja. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa-dosanya, menerima segala amal kebaikannya dan memberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Amin,” kali ini Ustadz Musafir, Pengurus DPP Hidayatullah sekaligus turut mendoakan almarhum.

Almarhum (berdiri pojok kanan) bersama sanak family (Foto: Dok. Masykur Suyuthi)

Kapten Kapal

Pak Sentot juga pernah berprofesi sebagai kapten kapal hingga akhirnya pensiun dan memilih berkhidmat di pesantren sebagai pelayan tamu.

Bersama istrinya yang aktif di Muslimat Hidayatullah, mereka menempati sepetak rumah dinas yang bersebelahan dengan ruang tamu (guest house) tempatnya melayani tamu.

Almarhum juga dikenang sebagai sosok disiplin soal waktu dan aturan yang disepakati. Diamnya pria kelahiran tahun 1958 tersebut justru sebagai cermin ketegasan sikapnya.

“Iye kodong orang hebat warga andalan. Ingat sama beliau, masa-masa santri di Samarinda dulu. Rahimahullah rahmatan wasi’ah,” ucap Ustadz Habibie Nur Salam, santri Hidayatullah yang kini diamanahi di Sekolah Dai Hidayatullah, di Pare-Pare Sulawesi Selatan.

Ihwandi Saharuddin pun demikian. Personil tim pencarian dan pertolongan atau SAR Hidayatullah Sulawesi Selatan ini mengungkap.

“Masih saya ingat dibangunkan shalat lail pake air sama beliau waktu tugas mujahid Ramadhan di Hidayatullah Sempaja pada saat itu”.

Soal pekerjaan almarhum sebagai kapten kapal, rupanya Ustadz Imran Jufri juga punya cerita sendiri. Ustadz Imran yang pernah tugas di Samarinda dan merintis dakwah Hidayatullah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah ini mengisahkan.

Waktu itu, almarhum Pak Sentot baru saja pulang dari kegiatan Diklat Kapten di Jakarta. Di saat bersamaan, pondok pesantren Hidayatullah dapat kabar baik, menerima bantuan kayu lebih 30 kubik dari salah satu perusahaan kayu di Samarinda Seberang. Sehingga untuk pengangkutan kayu sebanyak itu membutuhkan transportasi kapal.

Singkat kisah, Ustadz Imron lalu ngobrol ringan selepas shalat Shubuh di masjid. “Pak, kita butuh kapal untuk angkut kayu dari Samtraco (nama Perusahaan) di Seberang,”

Almarhum spontan menjawab, “Oh iya, kita pake kapal navigasi saja,”

Merasa masih belum “nyambung” akhirnya Ustadz Imron bertanya kembali,” Trus, yang bawa siapa, Pak?”

Kan, saya kapten kapal,” ucap almarhum ringan, seperti diceritakan.

Kini, almarhum mungkin masih dengan senyum yang sama ketika menyapa para santri dan tamu-tamu yang dilayaninya. Menikmati buah amal shalehnya sebagai pelayan para pejuang dakwah di dunia.

“Jazakumullah khairan untuk semua catatan sejarah kebaikan beliau. Menambah yakin kami almarhum bapak sedang memanen apa yang selama ini beliau yakini untuk diperjuangkan,” ungkap Ustadz Bunyanun Marsus.

Putra almarhum tersebut kini diamanahi sebagai Sekretaris Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Kalimantan Utara.

“Semoga kami anak-anaknya Allah mampukan untuk mengikuti beliau dengan segala tantangan terkininya. Diistiqamahkan sebagaimana assabiqunal awwalun Allah istiqamahkan dalam perjuangan Islam melalui lembaga ini,” tutupnya sambil menitip doa.

Reporter: Masykur Suyuthi
Editor: Adam Sukiman
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

MUI sebagai Wadah Pemersatu Umat dan Pelayan dalam Menuntun Moral Bangsa

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) -- Wakil Ketua Pimpinan Majelis Syura Hidayatullah, KH. Dr. Nashirul Haq, Lc., M.A., menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img