PROF. ALI MUHAMMAD Ash-Shallaby adalah seorang tokoh pergerakan dan ulama Islam ini dilahirkan di Benghazi, Libya pada tahun 1963 Masehi. Benghazi adalah kota kedua terbesar di Libya setelah Tripoli. Sekarang tinggal di Qatar.
Dalam karyanya, “Fiqh Tamkin wa Nashr”, Prof Ali Muhammad Ash-Shallaby menguraikan konsep kemenangan dakwah yang terintegrasi dalam tiga aspek utama: organisasi, manhaj, dan pelaku.
Ketiga aspek ini dalam perspektif Ash-Shallaby dapat membentuk landasan yang kokoh untuk mencapai tujuan dakwah secara efektif dan berkelanjutan.
Dalam konteks organisasi modern, terutama organisasi Islam, gagasan ini menjadi relevan untuk membangun entitas yang tidak hanya unggul dalam visi dan misinya tetapi juga adaptif terhadap tantangan zaman.
Pertama, Aspek Organisasi: Pengokohan Struktur dan Sistem
Aspek pertama yang ditekankan oleh Ash-Shallaby adalah pentingnya pengokohan organisasi. Dalam konteks modern, ini berarti membangun struktur organisasi yang kuat, fleksibel, dan responsif terhadap perubahan. Organisasi harus memiliki visi dan misi yang jelas, serta strategi yang dirumuskan dengan baik untuk mencapainya.Dalam saat yang bersamaan membangun kepemimpinan yang visioner juga menjadi kunci
Pengokohan organisasi juga mencakup penguatan sistem manajemen modern yang transparan dan akuntabel. Transparansi dalam pengambilan keputusan, pengelolaan keuangan, dan pelaksanaan program adalah kunci untuk membangun kepercayaan di antara anggota dan publik. Selain itu, pemanfaatan teknologi dan digitalisasi dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional organisasi, menjadikannya lebih relevan di era digital.
Kedua, Aspek Manhaj: Inovasi dan Eksplorasi dalam Pengembangan
Manhaj, atau metodologi, merupakan kerangka kerja yang mengarahkan organisasi dalam menjalankan dakwahnya. Ash-Shallaby menekankan pentingnya inovasi dan eksplorasi dalam pengembangan manhaj. Dalam konteks modern, hal ini berarti organisasi harus terus-menerus menyesuaikan pendekatan dan strategi dakwahnya sesuai dengan perubahan sosial, budaya, dan teknologi.
Organisasi Islam harus terbuka terhadap gagasan baru dan siap untuk mengadopsi metode yang lebih efektif dalam menyampaikan pesan dakwah. Ini bisa termasuk penggunaan media sosial, aplikasi digital, dan platform online untuk mencapai audiens yang lebih luas dan lebih beragam. Selain itu, manhaj juga harus mencerminkan nilai-nilai universal Islam yang relevan dengan isu-isu kontemporer seperti keadilan sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia.
Ketua, Aspek Pelaku: Pemahaman dan Pengembangan Individu
Pelaku atau individu-individu dalam organisasi memegang peran kunci dalam keberhasilan dakwah. Ash-Shallaby menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam dan komitmen dari setiap anggota. Dalam konteks organisasi modern, pengembangan individu mencakup pembinaan spiritual (ruhiyah dan ubudiyah), intelektual, dan profesional.
Dengan demikian Organisasi dituntut untuk menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang komprehensif untuk meningkatkan kapasitas anggotanya. Ini termasuk pemahaman teologis (tauhid) yang kuat, keterampilan kepemimpinan, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan. Selain itu, nilai-nilai seperti integritas, tanggung jawab, dan kerja sama harus ditekankan untuk menciptakan budaya organisasi yang positif dan produktif.
Menuju Organisasi Islam yang Relevan, Unggul, dan Berkelanjutan
Dengan menilik dari ketiga aspek yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menghadapi tantangan zaman dan menjadi organisasi yang relevan, unggul, dan berkelanjutan, maka organisasi Islam setidaknya dapat menerapkan berbagai hal berikut :
Pertama, Mengokohkan Struktur dan Sistem: Membangun struktur organisasi yang kuat dan fleksibel, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam semua aspek manajemen. Sehingga pada saat bersamaan, dapat membangun kepemimpinan yang efektif, relevan dan visioner.
Ketua, Mengembangkan Manhaj yang Dinamis: Manhaj bukan barang mati dan kaku, namun dia terbuka terhadap inovasi dan eksplorasi dalam pengembangan manhaj, sehingga dapat dirumuskan mana yang dhawabith dan mana yang muthaghoyyirat. Sehingga dapat menyesuaikan pendekatan dakwah dengan konteks sosial, budaya, ekonomi dan teknologi kontemporer.
Ketiga, Membangun Kapasitas Individu: Fokus pada pengembangan kapasitas spiritual (ruhiyah dan ubudiyah), intelektual, dan profesional anggota, serta menanamkan nilai-nilai yang mendukung etos kerja yang positif dan produktif. Sumber Daya Insani yang dibangun adalah mereka yang telah tersibghah oleh manhaj dan jatidiri organisasi.
Dengan mengintegrasikan ketiga aspek ini, organisasi Islam dapat membangun entitas yang tidak hanya kuat secara internal tetapi juga mampu berkontribusi positif dalam masyarakat. Ini akan membantu organisasi untuk tetap relevan dalam menghadapi perubahan zaman dan memastikan keberlanjutan misi mulia dalam dakwahnya.[]
*) ASIH SUBAGYO, penulis peneliti senior Hidayatullah Institute (HI)