AdvertisementAdvertisement

Hari Pahlawan dan Inspirasi Kepahlawanan Ustadz Abdullah Said untuk Bangsa

Content Partner

PADA tanggal 10 November kita memperingati Hari Pahlawan. Penghargaan Pahlawan Nasional adalah gelar tertinggi di Indonesia, yang dianugerahkan oleh pemerintah kepada individu-individu yang menunjukkan keberanian, keteladanan, dan pengabdian yang luar biasa bagi bangsa.

Hingga kini, sebanyak 160 tokoh Indonesia telah mendapat kehormatan ini, berdasarkan kontribusi mereka yang luar biasa dalam berbagai bidang, dari perjuangan fisik hingga sumbangsih intelektual dan sosial yang mendalam.

Gelar ini ditujukan bagi mereka yang tak hanya mengorbankan hidup mereka demi kemerdekaan atau persatuan nasional, tetapi juga mereka yang menghasilkan karya-karya yang meningkatkan kesejahteraan serta martabat bangsa.

Penghargaan ini, yang diberikan secara anumerta, sebagai bentuk penghormatan abadi dari negara dan masyarakat atas kontribusi yang heroik. Dalam hal ini, sosok Ustadz Abdullah Said merupakan salah satu yang pantas untuk dipertimbangkan, berkat kiprahnya dalam bidang dakwah, pendidikan, serta pelestarian lingkungan yang berdampak luas.

Kriteria Pahlawan Nasional

Gelar Pahlawan Nasional memiliki kriteria yang ketat, yang tidak hanya menyaratkan jasa besar dalam perjuangan kemerdekaan, tetapi juga kontribusi yang berkelanjutan dan berdampak nasional dalam berbagai bidang kehidupan.

Penerima gelar haruslah tokoh yang semasa hidupnya menunjukkan dedikasi luar biasa, baik melalui gagasan maupun karya nyata, untuk negara dan kesejahteraan bangsa. Selain itu, integritas moral, konsistensi, serta pengabdian yang hampir berlangsung sepanjang hidup merupakan syarat mutlak.

Salah satu tokoh yang memenuhi kriteria ini, meski belum diberi gelar tersebut, adalah Ustadz Abdullah Said, pendiri Pesantren Hidayatullah di Balikpapan. Dedikasinya melampaui sekadar peran sebagai pendidik. Abdullah Said adalah pejuang lingkungan yang mendapat pengakuan nasional hingga internasional, pembentuk karakter kader dakwah yang militan, dan figur yang memiliki kepedulian sosial yang mendalam.

Melalui visi yang kuat, ia telah mengangkat posisi pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan agama tetapi juga sebagai pusat pergerakan sosial yang berfokus pada lingkungan.

Ustadz Abdullah Said ketika menerima pengarhargaan dari negara yaitu Anugerah Kalpataru diberikan oleh Presiden Soeharto di Istana Negara, Jakarta, 5 Juni 1984 (Foto: Istimewa/ hidayatullah.or.id)
Abdullah Said dan Pelestarian Lingkungan

Sejak awal mendirikan Pesantren Hidayatullah, Abdullah Said memiliki visi yang menyeluruh tentang pendidikan, di mana kehidupan yang teratur dan lingkungan yang terawat baginya menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan.

Dengan kepekaan dan kesadaran lingkungan yang tinggi, ia menciptakan suasana pesantren yang bersih dan indah, sehingga menjadi inspirasi bagi banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.

Pada 5 Juni 1984, penghargaan Kalpataru, penghargaan tertinggi Indonesia di bidang lingkungan hidup, diberikan langsung kepada Pesantren Hidayatullah. Anugerah Kalpataru bukan hanya lambang penghargaan, tetapi pengakuan resmi atas dedikasi Abdullah Said dalam pelestarian lingkungan.

Pemberian penghargaan ini bahkan diberikan langsung oleh Presiden Soeharto, menunjukkan bahwa Abdullah Said diakui sebagai figur nasional dengan kontribusi yang signifikan dalam lingkungan hidup.

Pada tahun berikutnya, tepatnya 30 Maret 1985, sebuah tim dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Komisi Lingkungan dan Pembangunan (WCED), yang dipimpin oleh Prof. Dr. Emil Salim, mengunjungi Pesantren Hidayatullah.

Tim ini terdiri dari utusan negara-negara yaitu Sudan, Zimbabwe, Jerman Barat, Hongaria, Jepang, Guyana, Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina. Selain itu, India, Kanada, Kolombia, Arab Saudi, Italia, Meksiko, Barazilia, Aljazair, Negeria, dan Yugoslavia.

Mr. Jim MacNeil, Sekretaris Jenderal WCED, memuji inisiatif penjagaan lingkungan Abdullah Said dengan mengatakan bahwa “ide Ustadz Abdullah Said dan kreativitasnya, yang didasari semangat kemanusiaan untuk pelayanan masyarakat dan lingkungan, adalah bukti yang indah sekali.”

Satya Lencana Pembangunan

Pada 6 Maret 1997, pemerintah Indonesia kembali mengakui kontribusi Abdullah Said melalui pemberian penghargaan Satya Lencana Pembangunan. Tanda kehormatan ini diberikan atas jasa-jasa Said dalam pelestarian lingkungan, di mana tim khusus dari Sekretariat Militer Presiden mengunjungi Pesantren Hidayatullah untuk mengukuhkan penghargaan ini.

Pada saat itu, Abdullah Said sedang sakit, sehingga penghargaan diterima oleh putranya, Hizbullah Abdullah Said. Satya Lencana Pembangunan adalah simbol dari kontribusi tak kenal lelah Said dalam bidang lingkungan, yang menunjukkan bahwa pengabdian beliau berdampak luas dan berjangkauan nasional.

Namun, kiprah Abdullah Said tidak hanya berhenti pada lingkungan hidup. Sebagai pendiri pesantren, Said memiliki visi untuk mencetak kader-kader dakwah yang militan, dengan karakter kuat, bermental baja, dan siap menghadapi medan dakwah di pelosok-pelosok nusantara.

Said memahami bahwa kader-kader ini perlu dibentuk militansinya dengan pendidikan yang ketat, kerja keras, dan pembinaan karakter yang mendalam. Istilah “militan” dalam konteks dakwah yang digunakan oleh Said bukanlah radikal, melainkan cerminan semangat pengabdian yang konsisten dan tak kenal lelah.

Ustadz Abdullah Said melatih kader-kader dakwah untuk bertahan hidup di kondisi ekonomi terbatas, jauh dari kemudahan, dan di tempat-tempat yang minim fasilitas. Dengan demikian, para kader ini menjadi figur-figur tangguh yang siap menghadapi tantangan dakwah sebagai pelita ditengah gelap di daerah-daerah terpencil.

Untuk menguatkan militansi kadernya, Pesantren Hidayatullah menerapkan beberapa program khusus. Salah satu program unggulan adalah Training Center (TC), yang menjadi pendidikan awal bagi santri baru. TC tidak hanya membentuk keterampilan tetapi juga melatih para santri agar memiliki etos kerja yang tinggi dan kesabaran luar biasa.

Program TC ini juga menjadi fondasi pembentukan karakter kerja keras para santri, dan persiapan untuk menghadapi tugas-tugas dakwah di tempat-tempat yang berat dan terpencil.

Filosofi “Berkampus” di Pesantren Hidayatullah

Konsep pendidikan unik lainnya yang diusung oleh Abdullah Said adalah “berkampus.” Dalam pandangan Said, pesantren bukan hanya tempat untuk belajar ilmu agama, tetapi juga untuk mengamalkan Islam dalam keseharian dan kehidupan bermasyarakat.

Dengan konsep berkampus ini, Said menciptakan lingkungan di mana santri dapat mempraktikkan ibadah, muamalah, pendidikan, hingga sosial ekonomi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Berkampus di Hidayatullah memiliki filosofi bahwa para santri tidak hanya belajar ilmu agama, tetapi juga mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan nyata.

Said meyakini bahwa dengan praktik langsung, karakter militan yang penuh ketahanan dan daya juang tinggi akan terbentuk dalam diri para santri. Mereka dididik untuk melayani masyarakat, berani, dan siap menghadapi berbagai tantangan.

Pengabdian Abdullah Said sebagai pemimpin dan pengajar melebihi batas-batas tugas formal yang diembannya. Sosoknya tidak pernah menyerah dalam melestarikan lingkungan maupun mengembangkan pesantren.

Tak ada dalam sejarah hidupnya ia melakukan perbuatan tercela yang bisa merusak nilai perjuangannya. Justru, segala tindakan dan ide briliannya mewujudkan kemandirian, keuletan, dan keteladanan yang bisa diikuti generasi berikutnya.

Pemenuhan Kriteria Pahlawan Nasional

Jika kita melihat kriteria Pahlawan Nasional Indonesia, tak berlebihan kiranya memasukkan Ustadz Abdullah Said sebagai salah satu nama yang memenuhi semua syarat tersebut. Ia telah memimpin dan berjuang untuk kepentingan bangsa melalui bidang pendidikan dan pelestarian lingkungan.

Abdullah Said telah membuktikan bahwa kepedulian terhadap lingkungan dan pengembangan sumber daya manusia dapat berjalan seiring dan memberikan kontribusi besar bagi bangsa.

Pemikiran-pemikiran besar Said mengenai lingkungan dan pendidikan telah mendatangkan manfaat besar bagi masyarakat luas. Karya-karyanya—dari pengembangan pesantren yang bersih dan teratur hingga mencetak kader-kader dakwah yang tangguh—telah meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia.

Dalam hal ini, pengakuan sebagai Pahlawan Nasional bukanlah hal yang berlebihan bagi Abdullah Said. Karya nyatanya telah memberikan manfaat yang luas, tidak hanya bagi komunitas santri, tetapi juga bagi bangsa dan lingkungan. Penghargaan Kalpataru dan Satya Lencana Pembangunan yang diterimanya menjadi bukti pengakuan atas dedikasinya yang tinggi terhadap pelestarian lingkungan.

Keberhasilan mencetak kader dakwah yang tangguh juga memperlihatkan visi jauh ke depan dari seorang Abdullah Said, yang memahami pentingnya pendidikan karakter yang kuat untuk keberlangsungan bangsa. Upaya pengkaderan yang dijalankannya melalui Pesantren Hidayatullah adalah kontribusi tak ternilai bagi bangsa, terutama dalam menghadapi tantangan sosial dan moral.

Kesimpulannya, Abdullah Said adalah figur yang tak hanya layak dikenal, tetapi juga layak dijadikan teladan nasional sebagai Pahlawan Nasional di bidang pendidikan, sosial, dan lingkungan. Keberhasilannya memadukan pendidikan dan lingkungan hidup adalah contoh bagaimana satu individu dapat membuat perubahan signifikan bagi masyarakat dan bangsa.

Ustadz Abdullah Said telah melampaui tugasnya sebagai pendiri pesantren, dan dengan dedikasi serta karyanya, ia telah menunjukkan bahwa seorang pahlawan tidak hanya berjuang di medan pertempuran fisik, tetapi juga di medan sosial, pendidikan, lingkungan hidup, dan sektor lainnya.

Dengan segala pengabdian dan kiprahnya yang nyata, kiranya saatnya kita sebagai bangsa memberikan apresiasi yang tinggi kepada beliau. Tidaklah berlebihan untuk menganggap Ustadz Abdullah Said sebagai sosok yang layak untuk diusulkan menjadi Pahlawan Nasional—bukan hanya untuk menghormati jasanya tetapi juga untuk memastikan bahwa generasi masa depan dapat terus mengenang dan meneladani perjuangan serta pengabdiannya yang luar biasa.[]

*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Marriage is (not) Scary, Ibadah Terpanjang yang Menyatukan Keberkahan dan Tantangan

SEJAK remaja, saya selalu menjadi tempat curhat orang-orang di sekitar, dari teman dekat hingga kenalan singkat. Entah karena saya...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img