
SURABAYA (Hidayatullah.or.id) — Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pesantren telah menjadi salah satu pilar penting peradaban. Bukan sekadar lembaga pendidikan, pesantren juga berperan melahirkan pejuang kemerdekaan sekaligus membentuk pemimpin moral bangsa.
Hal tersebut ditegaskan Wakil Ketua DPD RI, Drs. H. Tamsil Linrung yang menjadi narasumner dalam forum Silaturahmi Kebangsaan yang digelar di Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya, Rabu, 2 Rabi’ul Akhir 1447 (24/9/2025).
“Sejak dahulu pesantren telah menjelma sebagai rumah peradaban. Dari rahim pesantren, lahir para pejuang kemerdekaan, para pemimpin penjaga moral bangsa ditempa. Maka ketika hari ini kita duduk bersama di Pesantren Hidayatullah, sesungguhnya kita sedang menyambung mata rantai perjuangan, menjaga api sejarah, dan menjaga peran pesantren sebagai mercusuar bangsa,” ujar Tamsil.
Kegiatan ini merupakan penyelenggaraan kedua Silaturahmi Kebangsaan di Hidayatullah Surabaya. Mengangkat tema “Peran Ulama dalam Menyelamatkan Bangsa dan Negara”, acara tersebut dihadiri bersama lebih dari 200 ulama, kyai, habaib, dan tokoh masyarakat.
Dua narasumber utama, yaitu Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo dan Tamsil Linrung, memimpin diskusi tentang kondisi kebangsaan, keumatan, dan kenegaraan pada tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Badan Pengurus Hidayatullah Surabaya, H. Samsudin, SE, MM, dalam sambutannya menekankan pentingnya konsistensi perjuangan ulama demi kepentingan rakyat.
“Kita tidak boleh lelah untuk berjuang, sebab suara ulama adalah napas umat. Kita harus memastikan bahwa setiap kebijakan berpihak pada kesejahteraan masyarakat, bukan hanya kepentingan segelintir orang,” ungkapnya.
Dalam keterangannya, Tamsil menegaskan bahwa ulama dan negara memiliki relasi konstruktif. “Ulama bukan sekadar pengiring kebijakan. Ulama penjaga arah agar negara tetap berpijak pada maslahat umat,” katanya. Ia juga menilai kepemimpinan Presiden Prabowo menunjukkan ekspresi kepemimpinan kuat yang diwujudkan dalam substansi kebijakan.
Salah satu kebijakan yang ia soroti adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut Tamsil, program ini menjadi representasi nyata komitmen negara memberantas korupsi dan mengutamakan rakyat. “Efisiensi yang tadinya dinikmati oleh elit, justru diarahkan langsung kepada rakyat melalui Program Makan Bergizi Gratis,” jelasnya.
Tamsil mengaitkan program tersebut dengan ajaran Islam. “Rasulullah mengajarkan kita, bahwa memberi makan memiliki kedudukan setara dengan shalat malam dan silaturahim. Saya menemukan beberapa refleksi dari tafsir kontemporer perintah memberi makan. Tafsir yang menyatu dengan fenomena kauniyah,” ujarnya.
Ia menambahkan, MBG memiliki dimensi spiritual sekaligus sosial-ekonomi. “Berdimensi spiritual karena ia melanjutkan risalah Nabi tentang memberi makan sebagai jalan ibadah. Berdimensi sosial-ekonomi karena ia menggerakkan rantai pasok lokal: petani, nelayan, peternak, hingga pelaku usaha kecil,” tegasnya.
Sementara itu, Gatot Nurmantyo mengingatkan pentingnya persatuan ulama untuk memperkuat bangsa. “Ulama jangan hanya sibuk dengan organisasinya sendiri. Saatnya bersatu dan menyuarakan aspirasi rakyat secara bersama-sama,” katanya.
Acara ditutup dengan penegasan komitmen Hidayatullah Surabaya untuk terus menjadi ruang perjumpaan ulama dan umat, memperkuat nilai kebangsaan, memperjuangkan aspirasi rakyat, serta membangun generasi penerus berkarakter, berilmu, dan berakhlak mulia.