AdvertisementAdvertisement

Interaksi al-Qur’an antara Generasi Sahabat dan Generasi Modern Menurut Ustadz Baharun

Content Partner

BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) — Apa beda generasi salaf dan zaman sekarang dalam berinteraksi dengan al-Qur’an? Imam Masjid Ar Riyadh Kampus Ummulqura Ponpes Hidayatullah Balikpapan Ust. H. Muhammad Baharun Musaddad, Lc., mengungkap perbedaan itu seperti dalam kisah sahabat Rasulullah, Abdullah bin Mas’ud Rahimahullah.

Menurut Ustadz Baharun, sapaannya, hal itu tak lain sebagaimana perkataan Ibnu Mas’ud; “Inna shau’ba alaini hifzha alfazh al-Qur’an wa sahula alaini al-amala bihi”.

Yakni, generasi awal di zaman sahabat Nabi begitu dipersulit menghafal al-Qur’an namun dimudahkan dalam mengamalkan nilai dan ajaran al-Qur’an.

Sebaliknya, akan datang generasi setelah sahabat Nabi, mereka dimudahkan menghafal al-Qur’an, tetapi kesulitan mengamalkan al-Qur’an.

“Abdullah bin Mas’ud ini adalah kapten para penghafal al-Qur’an di semua zaman. Pelopor peradaban ilmu di Kufah. Pernah menghafal di daerah Persia,” ucap ustadz Baharun, menjelaskan tokoh yang dimaksud di hadapan para wisudawan, orangtua santri, dan tamu undangan acara Haflatu at-Takharruju Ma’had Tahfizh al-Qur’an Ahlus Shuffah Balikpapan, beberapa waktu lalu, direportase Jum’at, 7 Safar 1447 (1/8/2025).

Generasi salaf, kata dosen Pendidikan Ulama Zuama Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (PUZ-STIS) Hidayatullah tersebut, adalah orang-orang yang setiap waktu berinteraksi dengan al-Qur’an.

“Di zaman Nabi belum ada mushaf al-Qur’an. Cuma berpatokan pada hafalan. Meski ada juga yang ditulis sebagian di pelepah kurma atau batu-batuan,” jelas ustadz Baharun.

“Bagaimana tilawahnya, ya dengan menghafal. Jadi tilawah itu maknanya menghafal, bukan cuma membaca saja,” lanjutnya menerangkan kandungan surah al-Jumuah [62] ayat kedua.

Lebih jauh, hingga di zaman khulafa rasyidin sekalipun, para sahabat Nabi tetap berpatokan pada hafalan al-Qur’an. Karena di zaman Abu Bakar, meski sudah ada mushaf tertulis, tetapi itu tidak dibagi. Hanya disimpan di rumah Abu Bakar.

Demikian seterusnya, mushaf itu berpindah disimpan di rumah Hafsah, di zaman Umar bin Khaththab. Bahkan pada masa Usman, mushaf yang tertulis jumlahnya hanya terbatas lima atau enam mushaf saja.

“Ini menunjukkan kalau hafalan al-Qur’an terjaga melalui hafalan-hafalan mereka saja. Jadi kalau ada yang lupa mereka bertanya kepada sebagian mereka yang hafal al-Qur’an,” terang alumnus Universitas Islam Madinah ini.

Lalu bagaimana dengan generasi masa sekarang? Di zaman modern ini nyaris setiap orang punya mushaf al-Qur’an dalam rumahnya. Setiap orang punya telepon genggam canggih yang di dalamnya mungkin ada aplikasi al-Qur’an. Aplikasinya pun macam-macam. Ada terjemah, ada lafzhiyah (per kata), dan lain-lain.

“Jadi masalahnya tak lain adalah benar sudah membaca bahkan menghafal al-Qur’an, tetapi “yatlu alaihim” itu putus di “wa yuzakkihim” bisa jadi hati sebagian kita tidak benar-benar bersih saat membaca dan menghafal al-Qur’an itu hingga sulit memahami, meyakini, dan mengamalkan ajarannya,” pungkas ustadz Baharun.

Diketahui, Ma’had Tahfizh al-Qur’an Ahlus Shuffah ini beralamat di bilangan Gunung Binjai, Kelurahan Teritip, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan. Memiliki area seluas 60 hektar lebih, Ahlus Shuffah komitmen mengusung visi besar “Melahirkan Kader Hafizh Al-Qur’an Bersanad, Unggul, Amanah, dan Mandiri”.

Reporter: Masykur Suyuthi
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Wakil Wali Kota Ajak Lulusan STIS Hidayatullah Majukan Ekonomi Syariah

BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) – Prosesi sidang senat wisuda Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah Balikpapan tahun 2025 menjadi momentum penting...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img