
SAYA menyaksikan satu hal yang boleh jadi langka tentang gaya transformasi dari senior ke generasi muda. Ahad pagi ini (9/3/2025) Ust. Drs. Nursyamsa Hadits hadir sebagai pemateri dalam kajian Ramadhan di Masjid Ummul Qura Depok, Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah Depok. Ia tak saja memberi pengetahuan tetapi juga mengasih bacaan.
Bacaan itu berupa buku yang ia telah siapkan. Pertama yang mendapat hadiah buku itu adalah moderator. Kemudian tiga orang santri yang bertanya pada sesi diskusi.
Langkah Ust. Nursyamsa itu mengingatkanku kepada Kang Maman, pegiat literasi yang setiap datang ke sebuah acara, setiap penanya pasti akan ia kasih sagu hati berupa bacaan.
Filsafat Memberi
Memberi, meski secara fisik mengurangi jumlah materi atau sumber daya yang kita miliki, justru sebenarnya, secara hakikat amal itu memberikan keuntungan yang lebih besar dalam bentuk manfaat psikologis, sosial, dan spiritual.
Lihatlah fenomena ibu yang menyusui bayinya. Ia kehilangan waktu, kesempatan untuk melakukan hal lain. Namun, ibu melakukan itu dengan senang hati.
Selain itu memang ada dampak baik yang ibu rasakan. Ibu yang menyusui cenderung lebih sehat karena proses menyusui memicu berbagai respons biologis dan psikologis yang bermanfaat bagi tubuh. Secara fisiologis, produksi ASI merangsang pelepasan hormon oksitosin dan prolaktin.
Oksitosin membantu kontraksi rahim pasca-melahirkan, mengurangi risiko perdarahan, serta mempercepat pemulihan organ reproduksi.
Sementara itu, prolaktin tidak hanya mendukung produksi ASI tetapi juga memiliki efek menenangkan, mengurangi stres, dan meningkatkan ikatan emosional antara ibu dan bayi.
Lebih jauh, secara psikologis, tindakan memberi merangsang pelepasan hormon seperti dopamin dan oksitosin yang meningkatkan rasa bahagia dan keterhubungan dengan orang lain.
Secara sosial, memberi memperkuat ikatan komunitas, membangun kepercayaan, dan menciptakan jaringan dukungan yang mungkin suatu hari akan menguntungkan kita.
Kemudian secara spiritual, memberi mengajarkan kerendahan hati, mengurangi keterikatan pada harta, dan memperluas perspektif tentang kekayaan yang tidak hanya terbatas pada materi.
Dalam jangka panjang, kebiasaan memberi justru meningkatkan kualitas hidup, karena manusia pada dasarnya makhluk yang berkembang melalui hubungan timbal balik dan kontribusi terhadap sesama.
Jadi, apa yang Ust. Nursyamsa lakukan adalah sebuah metode menjadikan diri begitu berarti bagi anak muda. Kaum muda melihat langsung teladan bahwa memberi bisa dua sisi, pengetahuan sekaligus bacaan (buku).
Langkah Transformatif
Apa yang Ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Ummat (Dakwah Yanmat) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah lakukan pada pagi itu menunjukkan tentang langkah transformatif yang jitu. Tampak sederhana namun membekas dalam bagi jiwa dan semua yang menyaksikan.
Begitulah manusia yang sadar dan secara bebas ingin bermanfaat secara lebih dalam, lebih panjang, bahkan abadi bagi gerakan kebaikan yang berkelanjutan.
Dalam filsafat eksistensialisme , memberi bisa menjadi bentuk kebebasan manusia untuk menciptakan makna hidup melalui aksi yang mengatasi individualisme.
Puncaknya dari cara Ust. Nursyamsa Hadits kita bisa belajar bahwa transformasi nilai bisa kita lakukan dengan berbagai pendekatan. Mulai dengan memberi hadiah bacaan, hingga rela menjadi mentor bagi anak-anak muda, yang sebenarnya mereka merasa sangat berharga kala ada forum-forum tukar pikiran semacam kajian-kajian yang selama ini berlangsung.[]
*) Imam Nawawi, penulis Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah 2020-2023, Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect)