Hidayatullah.or.id — Negara menjamin kulturisasi nilai-nilai ajaran Islam. Sehingga andakaian kita bisa melaksanakan 1000 persen syariat Islam pun di kampus, negara menjamin sebagaimana diatur dalam konstitusi untuk berkeyakinan.
“Tapi kalau kita paksakan orang semua begitu, itu yangg persoalan. Karena di satu sisi orang juga dijamin keyakinannya. Kultur selain Islam punya jaminan juga,” kata Ketua Pimpinan Pusat Hidayatullah, Ir Ahkam Sumadiana, di sela-sela acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2014 dan Leadership Training Hidayatullah di Kota Depok, Jawa Barat, ditulis Selasa (21/01/2014).
Makanya, tegas Ahkam, Hidayatullah concern untuk membangun kultur Islam terlebih dahulu. Karena pada prinsipnya, waqul jaal haqqu wazahaqol bathilu innal bathila kana zahuqo sebagaimana di dalam Surah Al Isra ayat 81 yang berarti “Dan Katakanlah ‘Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sungguh, yang batil itu pasti lenyap”.
“Jadi hadirkan saja kultur yang Islami, nanti kultur yang tidak Islami pelan pelan akan hilang,” kata beliau.
Namun, Ahkam menegaskan bahwa walaupun dijamin negara, kita tidak juga sekedar begitu. Karena kita juga harus merekrut, mengkader, dan mengajak.
“Ketika orang kita diajak, pertanyannaya diajak ke mana saya? Diajak bersyariah. Di mana? Bagaimana? Jadi kita tidak utopis, maka kita harus lebih dulu berkultur Islami sebelum mengajak. Kita sodorkan bukti peragaan,” katanya.
Ahkam menegaskan praktik dakwah Hidayatullah selalu dengan cara-cara yang santun dan menjunjung tinggi keberagaman. Metodologi Hidayatullah, jelas Ahkam, itu seperti petani. Tiap orang punya petak sawah. Tidak perlu saling mengintimidasi. Apa yang mau Anda tanam, ya mari fastabiqul khairat.
“Hidayatullah begitu. Hidayatullah itu memandang kiri dan kanan, siapa saja yang punya petak lahan, mari kita berlomba. Perlombaan kita ya kulturisasi itu. Dan, negara tidak melarang,” jelasnya. (ybh/hio)