JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Pengurus Pusat Muslimat Hidayatullah (PP Mushida) menyatakan penolakannya terhadap Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
“Mengajak organisasi massa dan semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menolak RUU HIP, karena berpotensi rancunya implementasi dalam menjaga kemurnian Pancasila, dalam kehidupan bernegara dan kehidupan sosial di masyarakat,” ujar Ketua Umum PP Mushida Reny Susilowati bersama Sekretaris Jenderal Leny Syahnidar Djamil dalam pernyataan sikap di Jakarta, Selasa (16/06/2020).
Oleh karena itu, PP Mushida meminta dan mendesak kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU HIP karena secara substantif, filosofis, yuridis mereduksi kedudukan Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara.
“Meminta dengan hormat kepada DPR untuk lebih asertif serta akomodatif terhadap desakan aspirasi masyarakat Indonesia yang menolak RUU HIP , karena RUU HIP hanya untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu saja,” ujarnya.
PP Mushida menilai, RUU HIP tidak bersifat mendesak dan tidak diperlukan bagi hajat hidup rakyat Indonesia.
Dengan demikian, PP Mushida mengimbau sebaiknya DPR dan pemerintah lebih fokus terhadap permasalahan besar bangsa dan rakyat Indonesia saat ini.
“Seperti mengawal atau mencari solusi yang tepat terhadap penanganan pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang sangat merosot drastis, pendidikan anak sekolah yang terganggu dan tertunda akibat pandemi tersebut, serta masalah-masalah berat lainnya yang perlu segera dicarikan penyelesaian akar masalahnya,” imbuhnya.
PP Mushida meminta pemerintah dan penegak hukum di Indonesia untuk menindak tegas dan memberi sanksi hukum kepada pihak-pihak yang dengan sengaja telah menyebarkan dan menumbuhsuburkan ajaran terlarang Komunisme/Marxisme/Leninisme di Indonesia.
“Tap MPRS No. XXV /MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah merupakan ketetapan final. Dan berdasarkan Tap MPR No 1 Tahun 2003 dijelaskan bahwa tidak ada ruang hukum untuk mengubah dan mencabut Tap MPRS No XXV /MPRS/1966 tersebut.
Oleh karena itu, sambungnya, dengan tidak dicantumkannya Tap MPRS No XXV/MPRS/1966 dalam salah satu pertimbangan perumusan RUU HIP adalah masalah besar dan serius karena dinilai telah mengabaikan fakta sejarah betapa kejam dan sadisnya perlakuan PKI terhadap para pahlawan bangsa dan juga seluruh rakyat Indonesia.
PP Mushida pun mengimbau kepada kaum Muslimin dan Muslimat, keluarga Muslimin untuk selalu mengupayakan terwujudnya ketahanan keluarga yang kokoh dan kuat.
“Memberikan pendidikan agama serta nilai-nilai dan norma Islami kepada putra putri sekalian sehingga putra putri tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus yang lebih baik serta mampu menjadi imam dan ibu di masyarakat dan bangsanya,” imbuhnya.*