JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Dalam rangkaian kegiatan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Pemuda Hidayatullah Jakarta yang digelar pada Sabtu, 13 Jumadil Akhir 1446 (14/12/2024), Pelatihan Dai Milenial menghadirkan Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect), Imam Nawawi, sebagai pembicara utama.
Dalam acara yang digelar di Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah Jakarta ini, Imam Nawawi menyajikan telaah berkenaan dengan tantangan dan peluang pemuda masa kini serta menekankan pentingnya memadukan kecerdasan intelektual dan spiritual untuk menjawab tantangan dakwah di era digital.
Imam Nawawi mengawali paparannya dengan mengingatkan bahwa tanggung jawab seorang mukmin dimulai sejak ia dilahirkan ke dunia. “Kewajiban pertama yang diperintahkan Allah SWT kepada kita adalah iqra’, membacalah!,” tegasnya.
Tanggung jawab itu, terang Imam, dipikulkan bagu setiap muslim sebagaimana termaktub dalam surah Al-‘Alaq ayat 1. Membaca di sini bukan sekadar aktivitas membaca secara fisik, tetapi juga membaca tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.
Imam menekankan bahwa memahami perintah iqra’ secara mendalam akan membentuk dasar yang kokoh dalam mengarungi kehidupan, terutama dalam menghadapi tantangan dakwah.
“Seorang dai, apalagi anak muda milenilal seperti Anda, harus terus belajar dan memperkaya dirinya dengan ilmu. Dakwah tidak bisa dilakukan tanpa bekal ilmu dan ia didapatkan melalui proses ‘membaca’,” tambahnya.
Imam Nawawi juga menyoroti peran media sosial sebagai pusat kegiatan manusia modern. “Hari ini, interaksi manusia lebih banyak terjadi di media sosial. Mereka membaca, menulis, bahkan berdiskusi di platform ini hampir sepanjang waktu,” katanya.
Dia pun mengajak para dai milenial untuk memanfaatkan media sosial sebagai sarana dakwah yang efektif. Menurutnya, media sosial bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga medan dakwah. “Gunakanlah platform ini untuk menyampaikan pesan-pesan yang mendidik, mencerahkan, dan menggerakkan,” jelasnya.
Namun, Imam Nawawi juga mengingatkan risiko yang ada. Jika tidak bijak, media sosial bisa menjadi ladang fitnah. Oleh karena itu, setiap postingan harus berdasarkan ilmu yang benar.
Inspirasi dari Ilmuwan Islam
Dalam upayanya memberikan perspektif yang luas, Imam Nawawi menyebutkan sejarah penemuan kamera yang berasal dari ilmuwan Islam, Alhazen (Ibn al-Haytham). Kata Imam, penemuan kamera yang kita gunakan hari ini tidak lepas dari kontribusi umat Islam di masa lalu.
“Alhazen, seorang ilmuwan Muslim, adalah orang pertama yang mengembangkan teori optik dan camera obscura,” jelasnya.
Menurut Imam, mengenang sejarah ini penting untuk membangun rasa percaya diri generasi muda Muslim. “Ilmu pengetahuan adalah bagian dari tradisi Islam. Generasi milenial harus memahami bahwa menjadi Muslim berarti menjadi ilmuwan, pembelajar, dan inovator,” imbuhnya.
Imam Nawawi juga menekankan pentingnya mengaktifkan pikiran sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an. Allah SWT sering kali mengajak manusia untuk berpikir, merenung, dan mengambil pelajaran. Dalam surah Al-Baqarah, misalnya, manusia diajak untuk memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Nya di langit dan bumi.
Imam menekankan bahwa dai milenial harus menjadi pribadi yang reflektif dan kritis. “Pikiran yang aktif dan terarah adalah kunci untuk menghasilkan dakwah yang relevan dan solutif,” ujar Imam.
Selanjutnya, Imam Nawawi menekankan bahwa dakwah harus selalu mengikuti perkembangan zaman. “Dakwah di era akhir zaman membutuhkan pendekatan yang adaptif. Kita tidak bisa mengandalkan metode lama untuk menjawab tantangan baru,” katanya.
Dia mencontohkan bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan dakwah. “Hari ini, kita bisa berdakwah melalui video pendek, podcast, atau bahkan live streaming. Namun, substansinya tetap harus selaras dengan nilai-nilai Islam,” tambahnya.
Sebagai penutup, Imam Nawawi mengingatkan pentingnya pengelolaan waktu. Waktu adalah nikmat yang sering kita abaikan. “Seorang dai harus mampu menyusun waktunya secara produktif agar dapat memberi manfaat maksimal,” tegasnya.
Ia lantas mengutip wejangan Rasulullah SAW agar kita memanfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, yaitu masa muda sebelum datang masa tua, masa sehat sebelum datang sakit, kaya sebelum datang miskin, waktu luang sebelum datang sibuk, dan memanfaatkan hidup sebaik mungkin sebelum datang ajal menjemput.
Imam Nawawi menegaskan bahwa manajemen waktu bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga tentang keberkahan. “Ketika kita mengelola waktu dengan baik, kita tidak hanya produktif, tetapi juga mendapatkan keberkahan dalam setiap aktivitas,” pungkasnya.*/Hasman Dwipangga