
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah, Rasfiuddin Sabaruddin, mengeluarkan pernyataan terkait bencana banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera pada November 2025.
Dalam keterangan, ia meminta pemerintah membentuk satuan tugas khusus untuk mengusut secara komprehensif penyebab bencana tersebut, yang telah menimbulkan korban meninggal dalam jumlah besar dan kerusakan luas.
Rasfiuddin menegaskan bahwa penanganan bencana tidak boleh berhenti pada tahapan respons darurat semata, tetapi harus mencakup investigasi mendalam mengenai penyebab strukturalnya.
“Pemuda Hidayatullah meminta pemerintah menurunkan tim satgas khusus untuk mengusut tegas penyebab musibah banjir di Sumatera. Kita tidak boleh hanya sibuk pada penanganan akhir. Pertanyaan besarnya adalah apa sebenarnya yang menjadi penyebab luasnya dampak bencana yang terjadi sekarang ini,” kata Rasfiuddin dalam keterangannya, Selasa, 11 Jumadil Akhir 1447 (2/12/2025).
Ia menyampaikan bahwa pemetaan faktor penyebab harus dilakukan secara ilmiah dan multi-dimensi, mengingat beberapa indikasi di lapangan menunjukkan adanya kerusakan ekosistem yang serius. “Apakah ini murni bencana alam, atau memang dampak dari deforestasi hutan?” lanjutnya.
Rasfiuddin merujuk pada fenomena yang banyak disorot publik, termasuk beredarnya video gelondongan kayu berukuran besar yang hanyut terbawa arus banjir yang memberikan indikasi kuat adanya aktivitas pembalakan liar dalam skala signifikan.
Permintaan investigasi tersebut bukan tanpa alasan. Data terbaru menunjukkan bahwa hutan Sumatera terus mengalami penyusutan yang mengkhawatirkan. Laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa dalam rentang 2000–2023, Sumatera kehilangan lebih dari 7,5 juta hektare hutan, menjadikannya salah satu pulau dengan tingkat deforestasi tercepat di Indonesia.
Pada 2023 saja, hilangnya tutupan hutan alam di Sumatera mencapai lebih dari 37.000 hektare (Global Forest Watch, 2024). Deforestasi tersebut sebagian besar dipicu pembalakan liar, ekspansi perkebunan, dan pertambangan ilegal—semuanya memperburuk risiko banjir bandang, longsor, dan kerusakan ekosistem sungai.
Dari perspektif ekologi, kerusakan hutan menghilangkan fungsi-fungsi lingkungan yang sangat vital. Hutan tropis di Sumatera berfungsi sebagai penyangga air (water catchment), penstabil tanah, dan regulator iklim mikro. Ketika tutupan hutan hilang, limpasan permukaan meningkat secara cepat, sehingga intensitas banjir menjadi berlipat ganda meskipun curah hujan tidak ekstrem.
Pada saat bersamaan, sedimen tanah yang longsor menutup badan sungai, memperparah arus banjir dan memperluas area terdampak. Pemodelan hidrologi yang dilakukan konsorsium akademik pada 2023 juga menegaskan bahwa deforestasi sebesar 10 persen di daerah aliran sungai dapat meningkatkan risiko banjir hingga 30 persen.
Pemuda Hidayatullah menilai pembentukan satgas lintas kementerian menjadi urgensi nasional. Satgas tersebut dinilai perlu melibatkan unsur ahli kehutanan, hidrologi, geologi, serta aparat penegak hukum sehingga investigasi penyebab bencana dapat dilakukan menyeluruh dan adil.
Rasfiuddin menyampaikan bahwa pembalakan liar dan penambangan ilegal harus menjadi fokus pengusutan. “Maraknya penambangan ilegal dan aktivitas ilegal logging kemungkinan besar menjadi sumber kerusakan hutan secara masif. Hutan yang seharusnya menjadi rumah air tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa masyarakat berhak mengetahui akar persoalan sehingga kebijakan yang diambil pemerintah dapat mencegah berulangnya bencana serupa. Menurutnya, pemulihan ekologis tidak boleh hanya menjadi wacana, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk penegakan hukum, rehabilitasi daerah aliran sungai, dan pembatasan ekspansi industri ekstraktif yang merusak keseimbangan lingkungan.
Ia pun menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan baik negara, dunia usaha, masyarakat sipil, dan komunitas lokal, bergerak bersama menjaga sisa hutan Sumatera sebagai warisan ekologis bangsa.
Rasfiuddin menegaskan bahwa krisis lingkungan di Sumatera adalah peringatan keras bahwa kerusakan ekologis tidak lagi bersifat lokal, tetapi berdampak nasional dan antargenerasi.






