AdvertisementAdvertisement

Shalat Dhuha, Sunnah yang Sarat Keutamaan

Content Partner

SHALAT Dhuha, yang menjadi bagian akhir dari rangkaian tulisan Serial Hikmah Amalan Subuh, memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Namun, ada sedikit perbedaan pandangan mengenai hubungannya dengan shalat Isyraq.

Sebagian ulama, seperti Imam Al-Ghazali, memandang keduanya sebagai amalan yang berbeda. Menurutnya, shalat Isyraq adalah kesunnahan tersendiri yang tidak sama dengan shalat Dhuha. Sebaliknya, Imam Hakim dalam kitab Al-Mustadrak menyatakan bahwa keduanya merupakan shalat yang sama.

Perbedaan utama antara shalat Isyraq dan shalat Dhuha terletak pada jumlah rakaat, waktu pelaksanaan, dan niatnya. Shalat Isyraq umumnya dilakukan dua rakaat, sementara shalat Dhuha dapat dilakukan mulai dari dua hingga dua belas rakaat.

Selain itu, shalat Isyraq dilakukan segera setelah shalat Subuh berjamaah dan dzikir, sedangkan shalat Dhuha tidak berkaitan langsung dengan shalat Subuh atau dzikir sebelumnya. Persamaannya adalah waktu pelaksanaan, yakni setelah matahari terbit hingga sebelum waktu Zuhur.

Makna dan Hukum Shalat Dhuha

Secara bahasa, “Dhuha” berarti awal siang hari atau pagi. Dalam istilah syariah, shalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dilakukan pada waktu tersebut.

Hukum shalat Dhuha adalah sunnah muakkadah, yakni sunnah yang sangat dianjurkan dan sering dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Meskipun hukumnya tidak wajib, shalat Dhuha memberikan keutamaan luar biasa bagi siapa saja yang melaksanakannya secara konsisten.

Pelaksanaan shalat Dhuha sangat fleksibel. Bisa dilakukan sebelum memulai aktivitas harian, di tempat kerja, sekolah, atau di sela-sela waktu luang.

Namun, bagi sebagian orang, menyempatkan waktu untuk melaksanakan shalat Dhuha di tengah kesibukan bukanlah hal mudah. Oleh karena itu, melaksanakannya merupakan sebuah anugerah dan kenikmatan tersendiri.

Keutamaan Shalat Dhuha

Ibadah sunnah ini tidak hanya menawarkan ketenangan jiwa, tetapi juga membuka pintu-pintu rezeki dan keberkahan dalam hidup.

Sebagai amalan yang ringan namun kaya akan manfaat, shalat Dhuha memiliki kedudukan istimewa dalam tradisi Islam, yang sering kali dipandang sebagai cara untuk mengharmoniskan antara kebutuhan spiritual dan material.

Mengapa shalat Dhuha begitu istimewa? Apa saja hikmah yang terkandung di dalamnya? Dengan mengkaji dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis, kita akan menggali lebih dalam tentang keutamaan shalat Dhuha, sekaligus memahami bagaimana ibadah ini dapat menjadi sarana mempererat hubungan dengan Sang Pencipta di tengah ritme kehidupan yang penuh tantangan. Mari kita telusuri bersama!

1. Sebagai Pengganti Sedekah untuk Persendian

Shalat Dhuha berfungsi menggantikan kewajiban bersedekah untuk setiap persendian manusia yang berjumlah 360. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى

“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subḥānallāh) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan taḥmīd (alḥamdulillāh) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlīl (lā ilāha illallāh) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbīr (allāhu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma‘ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak dua rakaat.” (HR. Muslim, no. 720).

2. Mendapat Jaminan Kecukupan Rezeki

Keistimewaan lain shalat Dhuha adalah sebagai sarana untuk memperoleh kecukupan rezeki setiap hari. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Nu’aim bin Hammar Al-Ghothofaniy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ

“Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat rakaat shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi).

Banyak kisah nyata menceritakan pengalaman ruhani orang-orang yang istiqamah melaksanakan shalat Dhuha. Mereka kerap mendapatkan kemudahan rezeki atau pertolongan yang tak terduga.

3. Sebagai Shalat Awwabin

Melaksanakan shalat Dhuha secara konsisten menjadikan seseorang tergolong sebagai awwabin, yaitu orang yang kembali taat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يحافظ على صلاة الضحى إلا أواب، وهي صلاة الأوابين

“Tidaklah menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali taat). Inilah shalat awwabin.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib).

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa awwab berarti orang yang taat, atau kembali kepada ketaatan. Oleh karena itu, shalat Dhuha menjadi identitas bagi hamba yang istiqamah dalam ibadahnya.

Dengan demikian, shalat Dhuha bukan hanya sekadar ibadah sunnah, tetapi juga menjadi manifestasi ketaatan yang memberikan berbagai keutamaan duniawi dan ukhrawi. Mari kita jadikan shalat Dhuha sebagai bagian dari rutinitas harian kita untuk meraih ridha Allah dan keberkahan hidup.[]

*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Meraih Bahagia dengan Memaafkan dan Hati yang Bebas dari Kebencian

HIDUP ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan membenci. Waktu terus berjalan, detik demi detik usia kita berkurang, dan setiap...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img