AdvertisementAdvertisement

Silatnas 2023 dan Tantangan Setengah Abad Kedua Hidayatullah

Content Partner

Mas Imam Nawawi (FOTO: Dokumentasi Hidayatullah.or.id)

GUS Baha sering menerangkan tentang Tuhan dan penciptaan. Bahwa adalah mustahil ketiadaan menciptakan sesuatu yang ada. Karena itu alam ini hadir, pasti karena adanya kehendak Tuhan.

Logika itu ternyata bisa kita derivasikan dalam aspek kehidupan manusia secara langsung.

Dalam hal pertemuan-pertemuan besar misalnya, ia tidak hadir begitu saja. Ada visi, nilai, keyakinan, bahkan kebersamaan yang mampu membuat orang berhimpun, bertemu dan tukar-menukar gagasan dan pengalaman.

Masih cukup segar dalam ingatan kita semua, bagaimana pada 2 Desember 2016 umat Islam berhimpun di Jakarta untuk melakukan Aksi 212. Sejumlah pihak menghitung kala itu ada 7 juta jiwa bertemu dan dalam satu tujuan.

Pertemuan besar juga terjadi pada 19 September 1945. Sejarah menulis itu sebagai rapat raksasa di Lapangan Ikada, kini kawasan Monumen Nasional, Jakarta.

Pada pertemuan yang dihadiri 300.000 orang dari Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, Karawang, Sukabumi, cianjur dan Bandung itu hadir Presiden Soekarno, Wakil Presiden, Mohammad Hatta dan beberapa menteri.

Saat itu pertemuan itu juga memiliki serta alasan strategis. Pertama, memastikan Indonesia adalah bangsa yang telah merdeka dan berdaulat. Kedua, kemerdekaan Indonesia bukan buatan Jepang, sebagaimana tuduhan Belanda.

Silaturahim Nasional (Silatnas) Hidayatullah yang akan berlangsung pada 23-26 November 2023 di Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, tentu juga hadir bukan karena kevakuman akan ide, visi. Apalagi alasan urgen akan eksistensi dan masa depan umat, rakyat, bangsa, agama dan negara.

Satu isu yang mengemuka yang segenap kader punya tujuan besar bersama adalah akan melangkah ke mana Hidayatullah pasca eksistensi dan kiprahnya selama 50 tahun pertama. Perlu desain besar yang semua pihak memahami, terlibat dan terdepan dalam mewujudkannya.

Target Pertemuan Besar

Isu 50 tahun Hidayatullah pertama yang telah berlalu dan 50 tahun kedua yang akan disongsong menarik untuk jadi perhatian.

Sebab kata 50 tahun itu berkorelasi kuat dengan posisi Indonesia yang akan merayakan hari kemerdekaan 1 abad pada 17 Agustus 2045. Negara hadir dengan membawa semangat Indonesia Emas.

Artinya dari sisi urgensi kebangsaan dan kenegaraan, Silatnas Hidayatullah 2023 membawa sebuah spirit, bagaimana berkontribusi nyata dalam upaya membangun Indonesia yang maju, adil dan sejahtera, menyongsong 1 abad kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Dalam tinjauan ilmu sosial, pertemuan besar, seperti Silatnas Hidayatullah ini menempati posisi sangat strategis. Setidaknya untuk beberapa alasan.

Pertama, membentuk kesadaran kolektif. Seperti dua pertemuan yang kita bahas di awal, Silatnas juga dapat menjadi momentum membentuk kesadaran kolektif. Terlebih diperkirakan akan hadir 20.000 kader dalam ajang 5 tahunan ini.

Kedua, pertemuan besar selalu menghasilkan legitimasi dan juga validasi. Pertemuan raksasa di Lapangan Ikada menjadi momentum Indonesia dengan mudah mengambil alih kuasa dan pemerintahan dari Jepang.

Demikian pun Silatnas 2023, tentu juga akan menghasilkan legitimasi dan validasi. Hal itu akan terjadi karena sebuah pertemuan besar memang menghasilkan pertukaran informasi, pengetahuan, pengalaman, dan spirit untuk maju bersama, sehingga akan muncul inisiatif-inisiatif segar untuk kemaslahatan.

Ketiga, merawat energi akan visi. Pertemuan besar juga dapat menjadi momentum merawat energi akan visi besar yang sudah seharusnya jadi visi segenap individu dalam sebuah organisasi.

Terlebih, Silatnas ini hadir pasca badai pandemi, yang memaksa orang hanya di rumah saja, memikirkan kesehatan diri dan keluarga. Kini, pasca pandemi itu pergi, saatnya kembali silaturahmi, bertemu, bertatap muka, bersalaman, dan saling mendoakan.

Jelas, Silatnas akan menguatkan energi akan visi besar organisasi yang sudah seharusnya juga dapat dirasakan getaran dan manfaatnya oleh seluruh penduduk negeri ini.

Setengah Abad Kedua

Perjalanan setengah abad Hidayatullah dengan segenap perkembangan dan kemajuan yang berhasil dicapai, tentu juga menyisakan evaluasi secara mendalam perihal visi, penguatan moralitas, dan penguatan positioning sebagai ormas.

Satu hal yang pasti, tidak boleh ada kata puas, terlebih masih banyak problem yang membelit kehidupan umat dan rakyat Indonesia. Mulai kemiskinan, mahalnya pendidikan, hingga kemajuan teknologi yang belum diimbangi kecerdasan memadai generasi negeri ini.

Dalam ilmu sosiologi, eksistensi Hidayatullah bisa dikategorikan sebagai Gemeinschaft of Mind (sebuah organisasi yang hadir atas dasar pikiran atau pandangan hidup yang sama).

Masyarakat yang berhimpun dalam kategori gemeinschaft of mind satu sama lain saling membantu, bekerja tanpa pamrih. Karena memang dasarnya jelas, kesamaan pikiran atau pandangan, bahkan cita-cita dan visi.

Dan, lebih dari sekadar teori serta kategorisasi dalam ilmu sosiologi, perjalanan Hidayatullah 50 tahun telah merambah seluruh pelosok negeri. Mungkinkah itu dicapai dengan kekuatan bukan karena kesamaan visi?

Dalam kata yang lain, Silatnas bukan saja relevan dengan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, tetapi juga amat dibutuhkan untuk menjawab tantangan masa depan secara bersama-sama.

Bahkan sudah saatnya Hidayatullah melakukan rancang program yang secara kiprah dapat semakin ekspansif, sehingga semakin dirasakan kebermanfaatannya oleh bangsa dan negara, termasuk oleh masyarakat dunia.

Kiprah Global

Silatnas Hidayatullah pada tahun 2023 sudah saatnya jadi momentum untuk Hidayatullah punya kiprah global.

Karena dalam sejarahnya, setiap kajian, sekalipun mengulas persoalan rohani dan intelektual serta membangun budaya Islam, tidak jarang KH Abdullah Said (Pendiri Hidayatullah) memulai kajiannya dengan memaparkan peristiwa global.

Pada ceramah yang terekam dalam kaset 27 Agustus 1992 yang ditampilkan di website Ummulqurahidayatullah.id, terdengar sangat fasih KH Abdullah Said mengabarkan peristiwa perang saudara yang sedang berkecamuk di Afghanistan kala itu, yang membuat Kabul sangat kelam.

Sisi menariknya, walaupun KH Abdullah Said memandang peristiwa perang itu bertolak belakang dengan semangat orang di sana menerapkan ajaran Islam, beliau tetap berharap ada hikmah dari kenyataan pahit yang seperti itu, sehingga kita bisa lebih dewasa dan pintar dalam menangkap pesan dan peluang dari fakta itu.

Kemudian pria kelahiran 17 Agustus 1945 itu mengatakan satu aksioma bahwa “merebut kemenangan itu jauh lebih mudah daripada memanfaatkan kemenangan.”

Kalau kita tarik pada agenda Silatnas 2023, maka pesan intinya adalah akan kita manfaatkan sebagai apa fakta sejarah 50 tahun pertama Hidayatullah yang begitu gemilang ini.

Dan, ketika kita menyebut Hidayatullah sudah saatnya berkiprah secara global itu berarti sangat kokoh dan mengakar dalam ranah nasional.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Silatnas nanti juga akan jadi momentum kader muda tampil sebagai pihak yang akan disiapkan memimpin masa depan, baik di dalam dan luar negeri.

Pada level inilah, judul artikel ini memiliki sebuah urgensitas untuk kita jawab bersama.

Bahwa Silatnas Hidayatullah 2023 selain menjadi ajang pertemuan yang ada di dalamnya romantisme, kebahagiaan dalam persaudaraan, hal yang tak boleh dilupakan, dalam momentum mahal dan strategis ini adalah, kita harus menyiapkan model atau metode melahirkan pemimpin masa depan. Yaitu yang menjadikan Hidayatullah dapat berkontribusi dalam seengap sisi kehidupan bagi bangsa dan negara bahkan pada level global, yakni menciptakan perdamaian dunia.

*) Mas Imam Nawawi, penulis bergiat di lembaga kajian Progressive Studies and Empowerment Center (Prospect) prospect.or.id | Ketua Umum PP Pemuda Hidayatullah 2020-2023.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Peran Murabbi dalam Perjuangan Islam tidak Mengenal Kata Pensiun

MAKASSAR (Hidayatullah.or.id) – Peran murabbi dalam perjuangan Islam tidak mengenal kata pensiun. Hal itu kembali ditegaskan oleh Ketua Dewan...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img