
DALAM kehidupan, tidak semua orang terlahir dalam keadaan yang serba mudah. Banyak yang harus menghadapi tantangan besar sejak usia dini. Salah satu cobaan terberat yang dialami oleh sebagian orang adalah kehilangan orang tua.
Namun, sejarah menunjukkan bahwa kondisi sulit ini tidak selalu menjadi penghalang dalam meraih kesuksesan, terutama dalam menuntut ilmu.
Bahkan, beberapa tokoh besar dalam Islam yang kehilangan ayah sejak kecil justru tumbuh menjadi ulama yang berkontribusi besar dalam peradaban Islam.
Mereka membuktikan bahwa kehilangan sosok ayah bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjuangan yang membawa mereka menuju keagungan.
Rasulullah Muhammad ﷺ sendiri merupakan contoh utama dalam hal ini. Sejak dalam kandungan, beliau sudah ditinggalkan oleh ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib. Kemudian, saat masih kecil, beliau juga kehilangan ibunya, Aminah binti Wahab.
Dengan bimbingan dari kakeknya, Abdul Muthalib, serta pamannya, Abu Thalib, beliau tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan jujur hingga mendapat gelar Al-Amin (yang terpercaya).
Perikehidupan sosok Muhammad ini menjadi inspirasi bagi banyak ulama besar yang mengalami pengalaman serupa—menjadi yatim sejak kecil tetapi tetap mampu menorehkan sejarah yang gemilang.
Berikut ini kita akan membahas empat ulama berpengaruh yang disusun sesuai urutan kelahirannya, yang, meskipun kehilangan ayah sejak kecil, mereka tetap menjadi cahaya bagi umat dengan ilmu dan keteladanan mereka.
1. Imam Syafi’i, Sang Perumus Ushul Fiqih
Imam Syafi’i lahir pada tahun 150 H (767 M) di Gaza, Palestina. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Idris bin Abbad bin Utsman bin Syafi’ bin Sa’ib bin Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Abdu Manaf.
Ketika ia baru berusia dua tahun, ayahnya meninggal dunia. Ibunya kemudian membawanya ke Makkah, tempat di mana ia tumbuh dan berkembang.
Meskipun hidup dalam keadaan yatim, kecerdasannya sangat luar biasa. Sejak kecil, ia telah menghafal syair-syair Arab dan menguasai bahasa dengan fasih.
Dalam perjalanan ilmunya, Imam Syafi’i belajar kepada banyak ulama besar, termasuk Imam Malik bin Anas di Madinah.
Kemampuannya dalam memahami dan menghafal ilmu sangat luar biasa. Ia bahkan mampu menghafal kitab Al-Muwattha’, karya Imam Malik, hanya dalam waktu sembilan malam.
Kecerdasan dan dedikasi Imam Syafi’i menjadikannya sebagai pelopor ilmu ushul fiqh, sebuah cabang ilmu yang menjadi dasar dalam memahami hukum Islam.
2. Imam Ahmad bin Hanbal, Pemimpin Ahlus Sunnah yang Tegar dalam Cobaan
Imam Ahmad bin Hanbal lahir pada tahun 164 H (780 M) di Merv, sebuah wilayah yang kini masuk dalam wilayah Turkmenistan. Namun, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa beliau lahir di Baghdad, Irak.
Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad ibn Idris ibn ‘Abdillah ’ibn ibn Hayyan ibn Abdillah ibn Anas ibn ‘Auf ibn Qasit ibn Mukhazin ibn Syaiban ibn Zahl ibn Sa’labah ibn ‘Ukabah ibn Sa’b ibn ‘Ali ibn Bakr ibn Wa’il ibn Qasit ibn Hanb ibn Aqsa ibn Du’ma ibn Jadilah ibn Asad ibn Rabi’ah ibn Nizar ibn Ma’ad ibn ‘Adnan ibn ‘Udban ibn al-Hamaisa’ ibn Haml ibn an-Nabt ibn Qaizar ibn Isma’il ibn Ibrahim asy-Syaibani al-Marwazi.
Sejak bayi, Imam Ahmad sudah kehilangan ayahnya. Ibunya, dengan penuh kesabaran dan keteguhan hati, membesarkan dan mendidiknya seorang diri.
Kecintaannya pada ilmu sudah tampak sejak kecil. Pada usia 15 tahun, ia telah menghafal Al-Qur’an dan mulai mempelajari hadis.
Demi menuntut ilmu, ia merantau ke berbagai negeri seperti Syam (Suriah), Hijaz (Arab Saudi), dan Yaman. Kegigihannya dalam menuntut ilmu menjadikannya salah satu imam mazhab yang paling disegani.
Bahkan, ia dikenal sebagai ulama yang hafal sejuta hadis dan memiliki keteguhan luar biasa dalam mempertahankan prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
3. Imam Al-Bukhari, Menghafal Hadis dalam Kegelapan
Imam Al-Bukhari lahir pada tahun 194 H (810 M) di Bukhara, sebuah kota yang kini berada di Uzbekistan. Ketika masih kecil, ia menghadapi dua ujian besar: kehilangan ayahnya dan mengalami kebutaan.
Namun, sang ibu tidak pernah berhenti berdoa dan berusaha untuk kesembuhan putranya. Dengan kuasa Allah, penglihatannya pun pulih kembali.
Nama lengkap ulama besar asal Uzbekistan ini adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah bin al-Ja’fii al-Bukhari.
Sejak kecil, Al-Bukhari menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam menghafal hadis. Ia berkeliling ke berbagai negeri seperti Basrah, Mesir, Hijaz (Makkah dan Madinah), Kufah, dan Baghdad untuk mengumpulkan serta menyeleksi hadis.
Dari satu juta hadis yang ia kumpulkan, hanya sekitar 7.275 hadis yang masuk dalam kitab Shahih Al-Bukhari, yang hingga kini menjadi kitab hadis tershahih dalam Islam.
4. Imam Ibnu Katsir, Ahli Tafsir yang Mendunia
Imam Ibnu Katsir lahir pada tahun 1303 M di Busra, Suriah. Saat baru berusia dua tahun, ia telah kehilangan ayahnya. Kehidupan sebagai anak yatim tidak membuatnya patah semangat.
Sebaliknya, ia semakin bersemangat dalam menuntut ilmu. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan minat besar terhadap ilmu hadis dan tafsir. Ia berguru kepada beberapa ulama besar, termasuk Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
Nama lengkapnya adalah Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir bin Dau’ bin Katsir Al-Qursyi Ad-Dimisyqi As-Syafi’.
Salah satu karyanya yang paling monumental adalah kitab Tafsir Ibnu Katsir, yang hingga kini menjadi rujukan utama dalam memahami Al-Qur’an. Karyanya tidak hanya berpengaruh di zamannya, tetapi terus menjadi pegangan bagi umat Islam di seluruh dunia hingga saat ini.
Hikmah di Balik Ujian
Perjalanan hidup para ulama besar ini menunjukkan bahwa cobaan berat dalam hidup bukanlah penghalang bagi seseorang untuk meraih kejayaan. Kehilangan sosok orangtua sejak kecil bukanlah hambatan untuk menjadi sosok yang bermanfaat bagi umat.
Sebaliknya, justru menjadi batu loncatan untuk mengembangkan potensi diri. Mereka yang kehilangan sesuatu yang berharga di masa kecilnya justru diberikan kelebihan luar biasa dalam bentuk ilmu dan kecerdasan yang bermanfaat bagi seluruh dunia.
Seperti halnya Rasulullah ﷺ yang menjadi teladan utama, para ulama besar ini membuktikan bahwa dengan keteguhan hati, ketekunan, dan keyakinan kepada Allah, seseorang dapat mengubah cobaan menjadi jalan menuju keagungan.
Kehidupan mereka menjadi inspirasi bahwa tidak ada keterbatasan yang bisa menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan sejati, asalkan ia memiliki tekad yang kuat dan keikhlasan dalam menuntut ilmu. Wallahu a’lam bisshawab.
*) Lusia Eksi, penulis Pengurus Wilayah Muslimat Hidayatullah Bali dan guru MTs Hidayatullah Denpasar