![Kegiatan silaturrahim](https://hidayatullah.or.id/wp-content/uploads/2014/03/halaqah-01-300x225.jpg)
Hidayatullah.or.id — Ibarat dua sisi koin, tarbiyah dan taklim adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Setiap Muslim wajib menjalaninya secara bersamaan, tanpa ada salah satu yang dilalaikan atau tidak acuh terhadapnya.
Demikian yang tersimpul dalam pemaparan anggota Dewan Syura Hidayatullah, Dr (cand) Nashirul Haq, di hadapan peserta Silaturahim Murabbi Halaqah yang diadakan di Aula Pertemuan Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Balikpapan, Kaltim, pekan lalu (03/03/2014).
Menurut Nashirul, proses taklim dalam halaqah berfungsi membangun pemahaman seorang Muslim, sedang program tarbiyah itu lebih fokus untuk membangun kepribadian.
“Ada korelasi yang kuat antara taklim dan tarbiyah. Sebab nilai-nilai kepribadian itu terbangun dari pondasi pemahaman yang kokoh sebelumnya.” Lanjut Nashirul menambahkan.
Sebagai pemuncak peradaban terbaik, agama Islam menorehkan banyak warisan peradaban kepada manusia. Salah satunya adalah halaqah. Tinta emas sejarah mencatat, para sahabat menjadikan halaqah sebagai media utama di dalam peningkatan kualitas ilmu dan iman mereka. Bahkan sejak awal turunnya wahyu, Nabi sudah membuat halaqah yang bermarkas di rumah sahabat al-Arqam bin Abi al-Arqam ketika itu.
Masih menurut Nashirul, tidak ada seorang kader Hidayatullah yang punya alasan untuk tidak berhalaqah. Sebab rupanya kemenangan dakwah itu salah satunya ditopang oleh keberhasilan halaqah dalam memproduksi da’i-da’i yang tangguh.
“Di sinilah peran penting seorang murabbi dalam sebuah halaqah. Ia dituntut memberi pencerahan kepada setiap anggota halaqah. Jangan sampai ada mutarabbi (peserta halaqah) yang kurang aktif. Tugas murabbi untuk mengetahui apa persoalan dan kebutuhan anggota halaqahnya. Jangan sampai ada seorang murabbi yang stress duluan melihat kelakuan anggotanya,” ungkap Nashirul yang membuat para peserta silaturahim jadi tersenyum-senyum.
Dalam pertemuan yang diinisiasi oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) ar-Riyadh tersebut, Nashirul juga mengurai beberapa peran penting seorang murabbi. Di antaranya adalah, sebagai pelopor dan qudwah. Hal ini bisa ditampakkan dalam bentuk ibadah, moral, sosial, dan lain sebagainya.
Menurut Nashirul, sepantasnya warga Hidayatullah Gunung Tembak bersyukur dengan lingkungan kampus yang begitu kondusif dalam memperagakan nilai-nilai syariat Islam.
“Termasuk dalam program kerja bakti Ahad misalnya. Ada nilai dan spirit yang berbeda ketika para pembimbing (Ustadz Dewan Pembina) kita juga ikut bekerja di lapangan bersama warga dan santri,” terang ustadz jebolan Universitas Islam Madinah ini.
Tugas berat seorang murabbi berikutnya adalah mentransfer ideologi atau manhaj. Sebab jika ia sebatas kultur tanpa pemahaman, niscaya perbuatan itu kehilangan spirit. Jika hal itu terus berlanjut, bisa jadi suatu saat ada warga Hidayatullah yang tidak paham dengan pola gerakan dakwah Hidayatullah itu sendiri.
“Lebih ekstrimnya, (jangan sampai) seorang Muslim menjalankan ibadah tanpa ia sendiri tahu apa tujuan ia beribadah,” Ujar Nashirul mengingatkan.
Dengan pemahaman dan sikap yang benar, imbuhnya, akan menghindarkan seseorang dari pengkultusan secara individu. Sebab dakwah dan ideologi yang diperjuangkan bersifat kekal. Sedang suatu saat seorang murabbi bisa berpisah dengan komunitas halaqah yang ia bina selama ini.
Terakhir, terang beliau, halaqah adalah sebagai wahana kebaikan dan ketaatan di jalan Allah. Aktif mengikuti kegiatan halaqah tentu saja punya tantangan dan godaan tersendiri. Alih-alih bicara hasil maksimal, setidaknya seorang kader Hidayatullah punya komitmen untuk senantiasa aktif mengikuti seluruh program dan kegiatan dalam halaqah.
Tak ada kebaikan yang tak punya tantangan. Tak ada kebenaran yang tidak beroleh halangan. “Tapi dakwah dan halaqah must go on,” pungkas Nashirul semangat.*
_________________
Laporan Masykur Suyuthi, kontributor Hidayatullah Media di Balikpapan