Oleh Dr Abdul Mannan
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hidayatullah
Peradaban Yunani telah ada sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi we sallam (SAW) mengajarkan Islam kepada umat manusia. Peradaban ini mengajarkan kepada manusia agar mendewakan dirinya sendiri. Akibatnya, manusia senantiasa menomorsatukan akal dan meyakini kebenaran empiris. Ini semua melahirkan pandangan hidup (world view) yang berdasar pada materialisme dan pragmatisme.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hidayatullah
![](https://hidayatullah.or.id/images/ust%20manan.jpg)
Ada dua peradaban yang berakar pada materialisme, yaitu komunis (Timur) dan kapitalis (Barat). Uniknya, sejak awal kedua peradaban ini senantiasa berbenturan. Yang satu menggunakan sistem ekonomi sentralisasi (komando), yang lain menggunakan sistem individu (swasta). Benturan ini berakhir dengan kemenangan kapitalis.
Selanjutnya, setelah komunis dapat ditundukkan, rival kapitalis beralih kepada agama. Tentu saja agama yang memiliki doktrin kontra terhadap ketidakadilan adalah Islam. Sehingga Islam saat ini menjadi target operasi kaum kapitalis agar lenyap dari permukaan bumi.
Islam turun di tengah peradaban paganis dan disambut secara pro dan kontra. Mereka yang pro merasa dirinya memperoleh solusi kehidupan yang dinantikan. Para budak bisa merdeka. Masyarakat yang tertindas bisa memperoleh keadilan. Kaum proletar dan birokrat merasakan kebersamaan.
Adapun bagi yang kontra, merasa bahwa status quonya mulai terancam, kekayaannya akan terbagikan, kebebasan berperilaku akan terkekang. Akibatnya, benturan psikologis dan fisik terjadi di tengah masyarakat Arab jahiliyah sebagai penolakan terhadap Islam yang membawa ajaran tauhid.
Konflik ini tak akan berakhir.
Dan, di setiap masa akan muncul motor penggerak para penggilas agama Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT). Pada masa Rasulullah SAW kita mengenal trio Abu: Abu Jahal, Abu Lahab, dan Abu Sofyan. Ketiganya senantiasa menciptakan konflik antara penganut ajaran Islam dengan masyarakat paganis.
Padanan trio tersebut pada abad ini adalah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Mereka telah bersekutu untuk menghadapi negara berkembang yang mayoritas penduduknya Muslim seperti Afghanistan, Iraq, dan negara-negara teluk lainnya.
Apakah arogansi ketiga kekuatan tersebut akan terus kita biarkan tanpa perlawanan? Tentu saja tidak! Umat Islam yang masih kuat akidahnya pasti melawan dengan segala kekuatan yang ada. Banyaknya “bom bunuh diri” merupakan indikator perlawanan tersebut.
Mati syahid, bagi seorang Mukmin, adalah harapan. Sebab, kehidupan dunia bukanlah tujuan akhir. Kehidupai akhiratlah yang dituju.
Keyakinan semacam ini paradoks dengan keyakinan kaum kafir yang menginginkan kehidupan dunia. Akibatnya kematian menjadi sangat menakutkan. Hati dan jiwa senantiasa resah.
Strategi meminimalkan benturan, salah satunya, adalah hijrah. Ini dilakukan apabila kaum kuffar sudah melakukan penyiksaan terhadap kaum Muslim. Ini juga pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW saat hijrah ke Habasyah.
Strategi lainnya adalah terus berdakwah mengajak mereka ke jalan Islam seraya berdoa kepada Allah SWT mereka diberi hidayah. Rasulullah SAW sendiri beberapa kali berkirim surat kepada raja-raja di sekitar Jazirah arab agar mau memeluk Islam.
Saat ini pun tak salah bila kita berkirim surat kepada penguasa negara adidaya agar mau memeluk Islam. Ini pernah dilakukan oleh Imam Khomeini yang berkirim surat kepada Gorbachev, atau Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang berkirim surat kepada George Walker Bush.
Jangan pula lupa pada kekuatan doa. Ucapkanlah saat sujud, baik dalam shalat fardhu atau sunnat, utamanya Tahajjud, fardiyah atau jama’i, agar umat Islam berada pada posisi yang kuat sebagai mana dulu pada masa Rasululah SAW dan para sahabat.*
*Sahid Oktober 2008