
SEMARANG (Hidayatullah.or.id) — Musyawarah Wilayah (Muswil) V Hidayatullah Jawa Tengah yang digelar pada 1-2 Jumadil Akhir 1447 (22–23/11/2025) menjadi momentum penting evaluasi kinerja, konsolidasi organisasi, dan penyusunan arah strategis lima tahun mendatang.
Dalam pendampingannya pada kegiatan itu, Ketua Bidang Pendidikan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Muzakkir Usman, memotret Jawa Tengah sebagai wilayah dengan potensi besar dan layak disebut sebagai “kuda hitam” pertumbuhan organisasi di tingkat nasional.
Menurut Muzakkir, istilah ini bukan untuk menumbuhkan sensasi, tetapi menggambarkan daya dorong signifikan yang dimiliki Jawa Tengah dalam peta dakwah dan tarbiyah nasional.
“Angin apa yang membuat Jawa Tengah ujug-ujug menjadi ‘kuda hitam’,” tanya Muzakkir mengawali.
Sejak kehadirannya 30 tahun lalu, Hidayatullah Jawa Tengah telah membangun jaringan yayasan, sekolah, dan organisasi di seluruh kota/kabupaten. Kesuksesan ini tidak terlepas dari kader-kader awal yang dikirim dari Jawa Timur untuk merintis dakwah di provinsi dengan populasi terbesar ketiga di Indonesia itu.
Dalam laporan perkembangan lima tahun terakhir, Ketua DPW demisioner—yang kembali terpilih—Akhmad Ali Subur memaparkan data jaringan organisasi, anggota, lembaga pendidikan, rumah Qur’an, hingga data finansial yang tersaji lengkap dan mudah diakses melalui dashboard organisasi. Menurut Muzakkir, keunggulan data inilah yang menegaskan positioning Jawa Tengah sebagai wilayah yang matang secara administrasi dan terbuka untuk akselerasi baru.
Meskipun capaian usia 30 tahun sudah patut disyukuri, Muzakkir menegaskan bahwa syukur tidak boleh berhenti pada penerimaan semata. “Angka-angka yang disajikan perlu ditingkatkan dengan mujahadah yang lebih optimal agar muncul kesyukuran berikutnya,” tulisnya.
Secara geopolitik, menurut Muzakkir, Jawa Tengah memegang posisi strategis. Provinsi ini menjadi salah satu wilayah kunci dalam kontestasi politik nasional dan dikenal sebagai basis kuat partai berhaluan nasionalis. Bagi Hidayatullah, kata Muzakkir, kondisi ini merupakan tantangan untuk menawarkan arah ideologis yang lebih cerah dan menyejukkan bagi masyarakat Jawa Tengah.
Langkah awal yang kini ditempuh DPW adalah memperkuat dakwah dan rekrutmen melalui pembangunan Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah Jawa Tengah di jantung Kota Semarang. Gedung dua lantai yang tengah dalam tahap penyelesaian ini diproyeksikan menjadi pusat kegiatan umat dan ruang kolaborasi seluruh elemen masyarakat.


Muzakkir memandang strategi ini sebagai langkah brilian. Ia menegaskan bahwa struktur organisasi berupa DPD dan DPC harus hadir di 22 kabupaten/kota, terutama daerah padat penduduk seperti Tegal dan Pekalongan. Potensi ini perlu diwujudkan untuk memperluas jangkauan dakwah.
Salah satu peluang strategis yang sangat terbuka adalah dakwah kampus. Dengan 256 perguruan tinggi di Jawa Tengah—9 negeri dan 247 swasta—maka kesempatan membentuk Gerakan Mahasiswa Hidayatullah (GMH) sangat besar. Muzakkir menilai pengesahan GMH pada Munas VI sebagai starting point untuk mengajak intelektual muda terlibat dalam dakwah berbasis peradaban.
Di masa lalu, Hidayatullah Jawa Tengah berhasil merekrut kader-kader awal dari kampus ternama seperti Universitas Diponegoro. Capaian itu, menurut Muzakkir, harus menjadi pemantik generasi berikutnya untuk menapaktilasi kesuksesan tersebut.
Jawa Tengah memiliki 30 sekolah Hidayatullah, namun peluang untuk memperluas masih sangat besar. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Murni di tingkat SMP hanya 81,6%, sementara SMA 61,46%. Artinya, terdapat sekitar 20% lulusan SD yang tidak melanjutkan ke SMP dan lebih dari 38% lulusan SMP yang tidak melanjutkan SMA.
“Ini peluang sangat besar bagi Hidayatullah untuk menghadirkan lembaga pendidikan menengah dengan distingsi pendidikan integral berbasis tauhid,” kata Muzakkir menekankan urgensi ekspansi pendidikan .
Strategic roadmap yang disusun pengurus bahkan telah menetapkan target menghadirkan perguruan tinggi Hidayatullah di Jawa Tengah pada 2031–2035.
Hidayatullah Academy yang dirintis dalam lima tahun terakhir menjadi bukti keseriusan DPW dalam membangun sumber daya manusia.
Lembaga ini menggelar berbagai program leadership training, upgrading dai, diklat guru, hingga pelatihan kepemimpinan pemuda.
Bahkan, Jawa Tengah tercatat sebagai penyumbang terbesar peserta pelatihan di Hidayatullah Institute tingkat nasional.
Selain itu, program Jamsoskad (Jaminan Sosial Kader) yang sukses dieksekusi DPW menjadi model yang layak ditiru.
Muswil V menetapkan kepengurusan baru yang sebagian besar diisi para incumbent berprestasi. Komposisi pengurus diperkuat kader alumni Hidayatullah Institute dengan rata-rata usia di bawah 40 tahun, sebagai bentuk rejuvenasi paradigma dan regenerasi alami.
Muzakkir memotret Jawa Tengah dengan optimisme. Menurutnya, dengan segala capaian dan potensi yang dimiliki, ia berharap gerakan dakwah lima tahun ke depan mampu meneguhkan Jawa Tengah selain sebagai “the port of Java” juga menjadi “the port of Islamic civilization”.
“Jawa Tengah sesungguhnya menyimpan potensi untuk menarik perhatian bahwa ada sebuah provinsi yang bisa menjadi kuda hitam dalam pertumbuhan Hidayatullah,” tandasnya.






