
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ, فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ikhwani Kaum Muslimin Rahimani wa Rahimakumullahu,
Dalam banyak penyampaian yang sering kita dengar, cerita tentang kisah Musa pada saat masih bayi berfokus pada ketegangan yang dialami seorang ibu yang baru saja melahirkan anak laki laki yang paling dicari cari di masanya, atau keteguhan seorang Ibu yang meletakkan bayinya yang masih merah di atas keranjang untuk mengikuti aliran sungai, atau bagaimana bayi tersebut selamat hingga tiba di pangkuan wanita beriman lainnya di dalam lingkungan istana Firaun yang justru sedang memburunya.
Ada satu adegan di antara kisah ini yang mungkin belum banyak di-highlight yang menjadi titik krusial kembalinya Nabi Musa, tentu atas izin Allah, ke pangkuan Ibunya. Allah mengabadikan adegan ini di dalam Al – qur’an, surat Thaha ayat 40 yaitu:
اِذْ تَمْشِيْٓ اُخْتُكَ فَتَقُوْلُ هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰى مَنْ يَّكْفُلُهٗۗ فَرَجَعْنٰكَ اِلٰٓى اُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ
“Ketika saudara perempuanmu berjalan (untuk mengawasi dan mengetahui berita), dia berkata (kepada keluarga Fir‘aun), ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?’ Maka, Kami mengembalikanmu kepada ibumu agar senang hatinya dan tidak bersedih“
Adegan ini memperlihatkan ada sosok saudara perempuan yang berperan penting dalam fase perjalanan kehidupan Nabi Musa a.s.. Ia mengawasi keranjang yang membawa bayi Musa terombang – ambing di atas sungai hingga sampai ke Istana Firaun.
Atas dasar apa saudara perempuannya mau mengawasi adiknya, Musa, yang masih merah, dari kejauhan dalam keadaan adiknya dan ia sendiri terancam mara bahaya apabila ditemukan oleh Firaun dan tentaranya?
Kalau bukan karena atas dasar taat pada perintah dan permintaan ibunya untuk mengawasi keranjang Musa dari kejauhan dan mengikutinya hingga mengetahui nasib yang terjadi pada Musa kecil, tentu jalan cerita Nabi Musa tidak akan seperti ini.
Inilah kunci keselamatan Musa kembali dalam pangkuan ibunya, atas izin Allah, yang membuat air mata kesedihan ibunya berubah menjadi air mata kebahagiaan, karena ada anak yang mau mendengar permintaan Ibunya untuk mengawasi dan mengikuti keranjang yang membawa adiknya di atas aliran sungai.
Ikhwani Kaum Muslimin Rahimani wa Rahimakumullahu,
Keberhasilan Ibu Nabi Musa untuk mendapati kembali putranya yang lolos dalam pemburuan penguasa Firaun dan bala tentaranya pada saat itu, adalah karena ada ketaatan pada orang tua yang diwujudkan oleh putrinya, Kakak dari Nabi Musa as.
Inilah yang dibutuhkan oleh generasi hari ini, yaitu ketaatan pada ayah bunda. Ketaatan ini adalah wujud dari pendidikan yang dilakukan orang tua di dalam lingkungan keluarga.
Pendidikan berbasis tauhid yang mengantar anak untuk taat pada orang tua dalam menjalankan perintah Sang Pencipta, Allah azza wa jalla.
Ikhwani Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullahu,
Mari kita lihat adegan pada kisah lainnya, dimana Yusuf muda berhasil keluar dari bujuk rayu seorang wanita cantik dalam sebuah kamar.
Di sebuah rumah besar yang tak ada satupun penghuninya kecuali sang majikan, wanita cantik tersebut, bersama Nabi Yusuf as.
Dalam keadaan yang sangat genting, dimana wanita tersebut menawarkan sesuatu yang pada umumnya dicari dan diburu oleh kaum lelaki hingga menghabiskan rupiah demi rupiah bahkan sampai ada yang bergelar gila wanita, Yusuf muda mampu keluar dari jebakan ini.
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا عَنْ نَّفْسِهٖ وَغَلَّقَتِ الْاَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَۗ قَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اِنَّهٗ رَبِّيْٓ اَحْسَنَ مَثْوَايَۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ
“Perempuan, yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.”
Lihatlah peristiwa ini, seorang pria muda sedang berada dalam keadaan yang sangat krusial. Di hadapannya tersaji sebuah pemandangan yang bisa meruntuhkan keimanannya, sebagaimana terjadi pada kaum pria hari ini yang bahkan menggunakan segala daya dan upaya untuk berada pada situasi ini.
Yusuf muda digoda, dikunci semua pintu rumah, di dalam kamar yang juga terkunci, hanya berdua, lalu wanita cantik tersebut mengatakan “hayta laka”, datanglah kepadaku.
Jawaban yang keluar dari lisan Yusuf sungguh sangat mengejutkan wanita tersebut, hingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an agar menjadi pelajaran buat kita semua, yaitu قَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ “aku berlindung kepada Allah”.
Kekuatan apa kira kira yang mampu membuat Yusuf muda berdiri teguh, tidak tergoda sedikit pun oleh sajian wanita cantik di hadapannya dengan kata kata yang manis dan penampilan yang mampu menggoda syahwat kaum pria untuk mengucapkan مَعَاذَ اللّٰهِ “aku berlindung kepada Allah!”
Kalau bukan karena hasil didikan dari kedua orang tuanya, terkhusus ayahnya yang juga seorang Nabi, dalam bingkai pendidikan berbasis tauhid yang ditumbuhkan sejak usia dini dari rumah sendiri, tentu peristiwa yang menjadi bagian dari kisah terbaik yang diabadikan dalam Al-Qur’an akan berbeda jalan ceritanya.
Dua kisah di atas, kakak Nabi Musa, dan kisah Nabi Yusuf as, merupakan gambaran betapa pentingnya pendidikan tauhid dibangun sejak dini dari lingkungan keluarga.
Dengan pendidikan tauhid akan lahir generasi-generasi tangguh yang tahu pentingnya ketaatan pada kedua orang tua sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt.
Pendidikan berbasis tauhid juga akan melahirkan generasi yang mampu teguh dalam ketundukan kepada Allah swt, apapun ujian dan cobaan yang dihadapi hatta ujian hawa nafsu.
Tanpa pendidikan berbasis tauhid, generasi hari ini akan menjadi generasi yang rapuh yang tidak siap mengarungi perjalanan berat, layaknya perjalanan kakak Nabi Musa yang penuh dengan risiko bahkan masuk ke dalam istana penguasa yang sedang mengincar adiknya yang masih bayi.
Tanpa pendidikan berbasis tauhid, tidak akan muncul generasi percaya diri yang berani mendeklarasikan مَعَاذَ اللّٰهِ saat godaan dan tawaran apakah berupa wanita, harta atau tahta dapat diraih dengan cara yang melanggar perintah Allah azza wa jalla.
Ikhwani Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullahu,
Lalu lihatlah sebuah adegan dimana Ismail muda yang sedang terancam nyawanya di tangan ayahnya sendiri memperlihatkan ketegaran untuk meyakinkan Ayahnya bahwa ia siap untuk dikurbankan.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
“Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
Gerangan apa yang membuat Ismail muda tegar dan penuh percaya diri mengeluarkan kalimat yang begitu heroik يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ “Wahai Ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu.”
Sekali lagi, ini adalah peragaan iman, peragaan keyakinan kepada Allah yang Maha Kuasa, buah dari pendidikan tauhid yang diberikan sejak usia dini dari dalam lingkungan keluarga.
Bayangkan, kalau pertanyaan ini disampaikan kepada sosok anak muda yang baru tumbuh remaja, “wahai anakku aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?”.
Maka akan muncul berbagai jawaban yang mungkin dilakukan pemuda pada umumnya. Ayah gila, Bapak stress, orang tua tidak sayang anak, dan banyak lagi jawaban, bahkan mungkin cacian dan umpatan yang tidak terkontrol keluar dari lisan sang anak.
Tapi, karena pendidikan tauhid yang diberikan oleh Nabiullah Ibrahim as bersama istrinya sejak usia dini, maka respon yang keluar dari lisan Nabiullah Ismail as adalah respon orang beriman yang siap melaksanakan ketetapan Allah swt.
Ikhwani kaum Muslimin Rahimani wa Rahimakumullahu,
Kisah-kisah di atas hendaknya menjadi ibrah buat kita, khususnya kaum ayah yang hadir pada kesempatan Jum’at yang mulia ini, bahwa pendidikan tauhid harus diberikan sejak usia dini, dan dimulai dari lingkungan keluarga.
Kita ingin anak anak kita menjadi generasi yang tunduk dalam ketaatan kepada orang tua sebagai wujud ketaatan mereka kepada Allah.
Kita ingin mereka menjadi generasi yang takut kepada Allah dimanapun mereka berada, pada saat mereka sendirian atau bahkan pada saat mereka tidak lagi bersama kedua orang tuanya.
Maka, jangan pernah lalai untuk mengajarkan dan menumbuh kembangkan nilai nilai tauhid pada generasi kita.
Beri nasehat dan beri teladan kepada mereka agar generasi keturunan kita menjadi generasi yang meneguhkan nilai-nilai tauhid di dalam dirinya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ
Do’a Penutup
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. اللّهُمَّ وَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ وَأَتْمِمْ تَقْصِيْرَنَا وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
اَللّٰهُمَّ انْصُرِ الْمُسْلِمِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ. اَللّٰهُمَّ ارْحَمِ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنْ عِبَادِكَ. اَللّٰهُمَّ اكْشِفْ الغُمَّةَ عَنْ أُمَّتِنَا. اَللّٰهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْفَعَ الْبَلَاءَ عَنْ غَزَّةَ وَأَهْلِهَا، وَأَنْ تَنْصُرَهُمْ عَلَى عَدُوِّهِمْ، وَأَنْ تَرْحَمَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنْ عِبَادِكَ، وَأَنْ تَكْشِفَ الْغُمَّةَ عَنْ أُمَّتِنَا. اَللّٰهُمَّ عَافِنَا وَالْطُفْ بِنَا وَاحْفَظْنَا وَانْصُرْنَا وَفَرِِّجْ عَنَّا وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ اكْفِنَا وَإِيَّاهُمْ جَمِيْعًا شَرَّ مَصَائِبِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ
!عِبَادَاللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Untuk mengunduh naskah ini ke format PDF, klik icon “print” pada share button di bawah lalu pilih simpan file PDF)






