BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) – Ikatan Alumni putri Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (IA-STIS) Hidayatullah Balikpapan menggelar acara temu silaturrahim alumni yang domisili wilayah Balikpapan dengan tema, “Dedikasi Alumni terhadap Nama Baik Almamater”, beberapa waktu lalu.
Acara yang berlangsung di di Aula Serbaguna Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak lokasi STIS Hidayatullah ini menghadirkan narasumber Ketua Lembaga Pendidikan dan Pengkaderan Hidayatullah (LPPH) Balikpapan Abdul Ghofar Hadi.
Dalam pengarahannya Abdul Ghofar mengatakan bahwa sebagai alumni dari Perguruan Tinggi Hidayatullah (PTH) yang memiliki suasana belajar yang khas dan tidak sama seperti pada umumnya, hendaknya menjadi teladan dalam pengabdian masyarakat.
“Alumni STIS Hidayatullah adalah bagian dari sejarah akan terwujudnya cita-cita besar yaitu mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga ketika sudah menjadi alumni STIS bukan sekedar teori, wacana, tetapi sudah waktunya akan pembuktian akan kekaderan itu dalam kehidupan sehari-hari,” kata Ghofar.
Ghofar menegaskan, perjalanan kekaderan dan pengabdian masyarakat tidak mengenal istilah pensiun. “Dalam Islam perjuangan itu berakhir tatkala sudah menemui titik akhir yaitu kematian,” ungkapnya.
Master Studi Islam Pascasarjana UIN Yogyakarta ini menyampaikan, bahwa sebagai sarjana kader putri yang terlahir dari rahim Sekolah Tinggi Ilmu Syariah, maka ada tiga tugas minimal yang harus ditunaikan, yaitu:
Pertama, fungsi sebagai istri. Yakni menjadi istri yang kader, bahkan butuh kerja keras tatkala pasangan belum memahami sepenuhnya visi dalam berlembaga dengan kultur Kehidayatullahan yang juga sebagai mata kuliah.
Ghofar juga menekankan pentingnya peran alumni STIS Hidayatullah putri dalam mendukung sang suami untuk tetap menjadi anak yang shaleh buat orangtuanya. Pembuktian bahwa bakti itu selalu ada untuknya.
“Jangan sampai membuat suami dalam kebingungan karena adanya tuntutan memilih antara istri atau ibunya. Karena orang tuanya masih memiliki hak atas anak laki-lakinya, dan suami masih memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orangtuanya,” pesannya.
Kedua, fungsi sebagai ibu bagi anak-anaknya. Mendidik anak dengan baik adalah kewajiban. Sebagai ibu yang kader harus melahirkan kader yang lebih baik.
Menurut Ghofar, peran ibu sangat besar untuk pendidikan putra putrinya. Apalagi ibu yang sarjana diharapkan mengantarkan anak-anaknya menjadi generasi masa depan yang kelak bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, agamanya, umat secara luas, dan berdedikasi tinggi untuk pembangunan bangsa.
Ketiga, fungsi sebagai Muslimat Hidayatullah (Mushida). Kata Ghofar, sebagai sarjana jebolan perguruan tinggi Hidayatullah, tentu tak semua alumni dapat semua ikut terlibat dalam institusi Hidayatullah. Akan tetapi, lanjut dia, sebagai bagian dari Muslimat Hidayatullah minimal selalu ikut andil dalam mengikuti kegiatan Mushida.
“Jangan sampai ada suara yang terdengar, bahwa ada Alumni STIS yang enggan atau berat dalam mengikuti kegiatan Mushida yang ada dalam lembaga ini,” katanya.
Sistematika Wahyu Corak Khas PTH
STIS Hidayatullah sebagai salah satu PTH berkomitmen mencetak alumni yang tidak saja cakap dalam lifeskill dan meneguhkan pengabdian pada masyarakat, namun juga diharapkan memiliki wawasan Kehidayatullahan.
Selain menganut nilai yang dituju pada “tri dharma” meliputi pendidikan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. PTH juga mengamanatkan satu tugas lagi yang mesti diemban oleh civitas akademika yakni Sistematika Wahyu (SW) sehingga menjadi “catur dharma”. Dharma keempat ini menjadi warna khas tersendiri PTH.
Sebagai bagian yang terintegrasi dengan visi Hidayatullah sebagai induknya, PTH mengemban tugas untuk mengembangkan SW sebagai kekhasan karena PTH merupakan wadah bagi Hidayatullah untuk melakukan dakwah amar makruf dan nahi munkar.
Oleh karena itu, dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi, PTH tidak hanya berfungsi sebagai institusi akademik semata, tetapi juga sebagai institusi dakwah, terutama dalam penanaman nilai aqidah sebagai landasan hidup.
PTH memandang penting penanaman aqidah yang kokoh sebagai instrumen utama lahirnya sarjana yang tidak saja intelek dan memiliki lifeskill, tetapi juga menjalankan perannya sebagai sarjana dai yang menjadi teladan di tengah masyarakat (khairah ummah) dengan menyampaikan dakwah yang mencerahkan (mau’izah al-hasanah) untuk segenap manusia dan alam semesta (kaffatan linnas rahmatan lil ‘aalamiin).
Dakwah PTH terutama ditujukan kepada sivitas akademikanya yang terdiri atas karyawan, dosen, dan mahasiswa di samping masyarakat secara luas.
Adapun materi dakwah tersebut meliputi konseptualisasi urutan tertib turunya mukjizat Al Qur’an atau Sistematika Wahyu sebagai landasan aqidah dan akhlak serta panduan berislam. Materi tersebut sebagaimana dalam kurikulum institusional PTH yaitu mata kuliah Kehidayatullahan (Kelembagaan).*/ Sahlah al-Ghumaishaa’