
AL QUR’AN bukan sekadar kitab suci yang dibacakan dalam shalat, dilantunkan dengan indah di majelis, atau dihormati dengan disimpan rapi di lemari kaca. Lebih dari itu, ia adalah rujukan utama, pedoman hidup, dan cahaya penerang bagi manusia dalam menapaki jalan kehidupan.
Allah ﷻ menurunkan Al-Qur’an untuk memberi arah, menetapkan hukum, dan menuntun manusia agar tidak tersesat di tengah gelombang zaman yang penuh ujian.
Sebagaimana dijelaskan Syaikh Dr. Aaidh ibn Abdullah al-Qarni dalam Tafsir Al-Muyassar:
أَنْزَلَ اللهُ -تَعَالَى- الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ، وَجَعَلَهُ مَرْجِعًا لِلْخَلْقِ فِي مَعْرِفَةِ أَحْكَامِ الدِّينِ الْإِسْلَامِيِّ، وَقَدْ أَوْدَعَ اللهُ -تَعَالَى- فِيهِ الْأَحْكَامَ الشَّرْعِيَّةَ الَّتِي تُنَظِّمُ الْحَيَاةَ مِنْ بَيْعٍ، وَشِرَاءٍ، وَزَوَاجٍ، وَعِبَادَةٍ، وَأَخْلَاقٍ، وَمُعَامَلَاتٍ
“Allah ﷻ menurunkan Al-Qur’an Al-Karim, dan menjadikannya sebagai rujukan bagi manusia dalam mengetahui hukum-hukum agama Islam. Allah ﷻ telah menitipkan di dalamnya hukum-hukum syariat yang mengatur kehidupan, mulai dari jual beli, transaksi, pernikahan, ibadah, akhlak, hingga muamalah.”
Al-Qur’an adalah panduan yang lengkap. Ia tidak hanya berbicara tentang ibadah ritual, tetapi juga menyentuh urusan sosial, ekonomi, hingga akhlak sehari-hari. Karena itu Allah menegaskan:
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
“Kami tidak mengabaikan sesuatu pun di dalam Kitab ini” (QS. Al-An‘ām: 38)
Dan dalam ayat lain:
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ
“Dan sungguh, telah Kami jelaskan berulang kali kepada manusia dalam Al-Qur’an ini dengan segala macam perumpamaan.” (QS. Al-Isrā’: 89).
Al-Qur’an dan Kehidupan Sehari-hari
Seringkali kita menganggap Al-Qur’an hanya berhubungan dengan ibadah mahdhah seperti shalat, puasa, zakat, atau haji.
Padahal, ia juga mengatur soal muamalah tentang bagaimana kita bertransaksi dengan jujur, menikah dengan benar, menjaga amanah, serta bersikap adil kepada sesama.
Bayangkan bila manusia hidup tanpa rujukan. Maka arah hidup akan kabur, nilai kebaikan dan keburukan bisa tertukar, dan kebenaran menjadi relatif. Tetapi ketika Al-Qur’an dijadikan rujukan, maka ada fondasi yang kokoh dalam menimbang setiap langkah.
Pertanyaannya sekarang, sejauh mana kita menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidup? Apakah ia hanya menjadi bacaan di bulan Ramadan, atau benar-benar menjadi rujukan setiap keputusan?
Membaca Al-Qur’an itu mulia, tetapi memahami dan mengamalkannya jauh lebih utama. Membumikan Al-Qur’an dalam kehidupan berarti menghadirkan nilainya dalam cara kita bekerja, berkeluarga, bergaul, bahkan bermasyarakat.
Jika Al-Qur’an mengatakan “jangan mendekati riba”, maka dalam bisnis kita menjauhinya. Jika Al-Qur’an menyeru kepada keadilan, maka kita berusaha menegakkannya meski kepada orang terdekat. Jika Al-Qur’an mengajarkan akhlak, maka tutur kata dan sikap kita pun mencerminkan kelembutan itu.
Al-Qur’an sebagai Obat Hati
Hidup manusia tidak hanya butuh aturan, tetapi juga penghiburan. Al-Qur’an hadir sebagai syifa’ (obat) bagi hati yang gelisah, cahaya bagi jiwa yang kelam, dan peneguh bagi langkah yang goyah.
Ketika kita lelah, Al-Qur’an menenangkan. Ketika kita kehilangan arah, ia menunjukkan jalan. Dan ketika kita terjatuh dalam kesalahan, ia mengingatkan dengan penuh kasih bahwa pintu taubat selalu terbuka.
Maka mari kita jadikan Al-Qur’an bukan hanya bacaan yang disuarakan lisan belaka, melainkan pedoman nyata dalam kehidupan.
Membaca Al-Qur’an adalah awal, memahami maknanya adalah langkah lanjut, dan mengamalkannya adalah tujuan sejati.
Setiap kali kita membuka mushaf, sesungguhnya kita sedang membuka dialog dengan Allah ﷻ. Setiap ayat yang dibaca bukan hanya lantunan huruf, tetapi pesan cinta dan peringatan yang mengarahkan kita menuju jalan keselamatan.
Hidup ini singkat. Dunia terus berubah, nilai-nilai bergeser, dan manusia selalu tertawan yang sewaktu waktu bisa kehilangan arah. Tetapi Al-Qur’an tetap kokoh, tetap relevan, tetap menjadi cahaya di setiap zaman.
Marilah kita kembali menempatkan Al-Qur’an sebagai rujukan utama. Bukan hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam cara kita bersikap, bekerja, berinteraksi, dan membangun peradaban.
Karena pada akhirnya, siapa yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an, tidak akan pernah tersesat jalan.
*) Ust. Drs. Khoirul Anam, penulis alumni Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, Jatim, Anggota Dewan Murabbi Wilayah (DMW) Hidayatullah Sumut, pengisi kajian rutin Tafsir Al Qur’an di Rumah Qur’an Yahfin Siregar Tamora dan pengasuh Hidayatullah Al-Qur’an Learning Centre Medan