AdvertisementAdvertisement

Beginilah Pentingnya Peran Kader Intelektual dalam Transformasi Masyarakat

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah Jakarta menjadi tempat pelaksanaan acara bedah buku berjudul “Manhaj Nabawi Merujuk Sistematika Wahyu” karya Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Dr. H. Nashirul Haq, MA, pada Selasa, 8 Dzulqa’dah 1446 (6 Mei 2025).

Acara ini dibuka oleh Ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Umat (Dakwah Yanmat) DPP Hidayatullah, Drs. Nursyamsa Hadis, yang menyampaikan sejumlah poin mengenai peran intelektual dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat.

Dalam sambutannya, Nursyamsa menegaskan tanggung jawab intelektual sebagai pewaris risalah Nabi untuk membawa perubahan signifikan di tengah masyarakat, sejalan dengan semangat buku yang dibedah.

Nursyamsa menggarisbawahi realitas kompleks yang dihadapi masyarakat saat ini. Ia memandang intelektual sebagai agen perubahan yang tidak boleh berdiam diri di tengah krisis multidimensional yang melanda umat.

“Terlalu banyak masalah yang terjadi di tengah masyarakat dalam berbagai aspek dan berbagai sektor mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum dan sebagainya. Dan, itu merupakan tanggungjawab seorang intelektual untuk menuntaskan menurut kapasitas intelektualnya masing-masing,” ujarnya.

Dia menegaskan bahwa intelektual tidak hanya memiliki keunggulan dalam ranah pemikiran, tetapi juga memiliki kewajiban moral untuk menjawab tantangan sosial dengan solusi yang sesuai dengan keahlian mereka.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa seorang intelektual yang mewarisi risalah Nabi harus memiliki dampak nyata terhadap lingkungan sosialnya.

Peran penting tersebut merujuk pada esensi manhaj nabawi, yang tidak hanya berfokus pada aspek ritual, tetapi juga pada transformasi sosial yang membawa kebaikan bagi masyarakat secara luas.

“Jadi seorang intelektual yang mewarisi peran meneruskan risalah Nabi harus punya dampak terhadap lingkungan sosialnya,” katanya.

Intelektual, dalam pandangan Nursyamsa, bukanlah individu yang terisolasi dalam menara gading, tetapi figur yang aktif berkontribusi dalam membangun harmoni sosial dan kesejahteraan kolektif.

Nursyamsa juga mengkritik kecenderungan sebagian intelektual yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang kepekaan sosial.

Ia mengingatkan bahwa kader intelektual sejati harus memiliki kesadaran spiritual yang mendorong mereka untuk melampaui ambisi pribadi demi kepentingan umat.

“Pada diri intelektual ada kehidupan individual, ada kehidupan sosial. Kita sering melihat bagaimana para intelektual hanya hidup untuk mementingkan karirnya, jabatannya, bagaimana gajinya tinggi, bagaimana posisinya semakin membaik tanpa kepedulian yang begitu signifikan terhadap masyarakatnya dan ini harus menjadi concern kita semua karena spirit yang kita bawa adalah spirit spritual intelektual,” tegasnya.

Spirit spiritual intelektual, sebagaimana yang ditekankan, adalah perpaduan antara keunggulan intelektual dan kepekaan moral yang berakar pada nilai-nilai ilahi.

Intelektual sebagai Inisiator Perubahan

Lebih jauh, dalam konteks perubahan sosial, Nursyamsa menegaskan bahwa seorang intelektual harus menjadi inisiator dan pencipta perubahan.

Kader intelektual, tegas dia, adalah pelaku yang proaktif dalam merumuskan solusi dan menggerakkan masyarakat menuju kondisi yang lebih baik.

“Seorang yang memiliki kekuatan intelektual itu harus menginisiasi dan menciptakan perubahan di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Kekuatan intelektual, dalam hal ini, menjadi alat untuk mewujudkan visi perubahan yang berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Terakhir, Nursyamsa menyoroti dua aspek utama yang perlu diperbaiki dalam kehidupan sosial, pertama, masyarakat itu sendiri (the social life) dan lingkungan hidupnya (environmental life).

“Dalam aspek sosial itu ada dua hal yang harus diperbaiki. Yang pertama adalah masyarakat itu sendiri -the social life- dan kehidupan lingkungannya -enviromental life-. Karena itulah seorang intelektual itu sesungguhnya adalah seorang yang membawa kekuatan dari sisi Tuhan untuk menjadi Rahmanlil’alamin,” jelasnya.

Dengan merujuk pada konsep Rahmanlil’alamin—rahmat bagi seluruh alam—Nursyamsa menggarisbawahi bahwa intelektual memiliki peran ilahi untuk membawa kebaikan tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi lingkungan secara keseluruhan. Ini menurutnya mencakup upaya memperbaiki tatanan sosial, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan menjaga kelestarian alam.

Bedah buku dihadiri narasumber pembedah yauitu Koordinator Staf Khusus Menteri Agama RI KH. Farid F. Saenong, M.Sc., Ph.D., dan hadir pula penulis menyajikan point pont penting dalam buku tersebut.

Dalam materinya, Farid memberi sejumlah catatan penting terkait buku ini serta tidak menutup-nutupi adanya perbedaan pendekatan. Namun ia justru menekankan bahwa perbedaan itu tidak perlu dipertentangkan.

Sementara itu, Nashirul memberi sanjungan, terimakasih, dan apresiasi yang tinggi atas kesediaan pembedah memberi sejumlah catatan tajam terhadap buku karyanya ini sebagai bahan telaah untuk penyempurnaan pada edisi berikutnya.[]

Reporter: Adam Sukiman
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Kabid Nursyamsa Uraikan Positioning Strategis Hidayatullah Menuju Indonesia Emas 2045

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) -- Ketua Bidang (Kabid) Dakwah dan Pelayanan Umat (Dakwah Yanmat) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Drs. Nursyamsa...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img