DEPOK (Hidayatullah.or.id) — Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah KH Dr Nashirul Haq, MA, mengatakan, dakwah dan tarbiyah adalah merupakan arus utama (mainstream) gerakan Hidayatullah yang mesti dijalani dan dikuatkan seumur hidup. Dia menegaskan mainstream gerakan ini harus dilakoni hingga akhir zaman.
“Saya katakan bahwa mainstream dakwah dan tarbiyah ini merupakan arus gerakan seumur hidup, hingga akhir zaman kita lakukan karena itu pulalah misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallaahu Alaihi Wasallam,” katanya.
Hal itu disampaikan beliau dalam sambutan penutupan Daurah Musyrif Gerakan Nasional Dakwah Mengajar dan Belajar Al Qur’an (Grand MBA) yang mengangkat tema “Standarisasi Musyrif Majelis Qur’an & Rumah Qur’an Hidayatullah Dalam Gerakan Dakwah Mengajar Belajar Al Qur’an”, Ahad (4/4/2021).
Ia menjelaskan, dakwah dan tarbiyah adalah gerakan ekspansi Islam sebagai jalan keselamatan, dekapan kebahagiaan serta rahmat untuk alam semesta. Penyebarluasan Islam ini sebagaimana juga dilakukan oleh Nabi ketika mengutus Mush’ab bin Umair berdakwah Madinah, setelah ditarbiyah oleh Nabi di Makkah.
Demikian pula sahabat Nabi lainnya yang diutus berdakwah ke berbagai penujur negeri. Diantaranya misalnya ada Muadz bin Jabal yang dikirim ke Yaman atau sahabat Saad bin Abi Waqqas yang bertugas ke daratan Cina.
Nashirul mengumbuhkan, segala sumber daya harus dikerahkan untuk kepentingan dakwah dan tarbiyah. Demikian pula kekuasaan sebagai wasilah untuk menghantarkan umat bisa meniti jalan Al Quran dan jalan Islam.
“Maka ketika Rasulillah menaklukkan Makkah, sama sekali tidak ada pertumpahan darah karena strategi dakwah Rasulullah SAW itu memang mengikuti manhaj Quran yang ada periodisasi, marhalah, atau tahapan tahapannya. Itulah hakikat daripada makna tarbiyah,” jelasnya.
Dakwah dan tarbiyah, Nashirul menjelaskan, harus dilakukan secara bertahap dan tidak boleh serampangan atau parsial. Karena itu, ia mengingatkan, kerja kerja dakwah membutuhkan kesabaran dan keuletan.
Dalam pada itu, Nashirul mengungkapkan, tahapan dakwah yang merupakan pekerjaan seumur hidup ini selaras dengan terma dari seorang sarjana Muslim abad ke-11, Syaikh Abul-Qasim al-Hussein bin Mufaddal bin Muhammad atau lebih dikenal sebagai Raghib Isfahani al-Raghib al-Asfahani dalam kitabnya, Mu‘jam Mufradat Alfaz al-Qur’an, bahwa; “Alrabbu fi al-asli al-tarbiyah wa huwa insyau al-syaiu halan fahalan ila haddi al-tamami”.
“Pada dasarnya arti tarbiyah adalah menumbuhkan sesuatu tahap demi tahap hingga sempurna. Yang namanya tarbiyah itu adalah pembentukan sesuatu sedikit demi sedikit, setahap demi setahap, hingga sampai pada tahap kesempurnaan,” imbuhnya.
Jadi, terang Nashirul, tarbiyah dan dakwah itu tidak ada yang instan, semua melalui proses yang panjang. “Dan ini merupakan substansi daripada manhaj sistematika wahyu. Karenanya, di Grand MBA juga banyak paket-paketnya,” katanya.
Begitu pula dalam konsep dakwah fardiyah Hidayatullah, bahwa setiap kita memiliki level mad’u yang berbeda beda. Ada level pemula, ada yang levelnya baca Qur’an, ada yang tahsin, dan ada yang levelnya pendalaman. Maka dengan demikian, kata Nashirul, tidak ada satupun dai kader Hidayatullah yang lepas dari tugas dakwah.
“Sejak periode lalu kami sudah sering menegaskan bahwa semua kader Hidayatullah adalah aparatnya bidang dakwah departemen komunikasi dan penyiaran. Tidak ada satupun dai Hidayatullah yang tidak mengemban tugas dakwah, itulah makanya ada dakwah fardiyah,” imbuhnya.
Ia pun mendorong kepada kader dai untuk senantiasa meningkatkan kapasitas diri dengan belajar dan mengajar Al Qur’an. Kegiatan daurah ini menurutnya merupakan bagian dari upaya untuk mengantar kader menjadi dai Al Qur’an sehingga jangan sampai diantara kader ada yang minder.
“Bacaan Qur’an saja masih standar, apalagi mau bersanad. Karena itu harus belajar. Itulah sebabnya Grand MBA itu adalah gerakan dakwah mengajar dan belajar Al Qur’an. Habis mengajar, belajar!,” kata beliau memungkasi. (ybh/hio)