BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) – Pergantian tahun baru Islam Hijriyah (1439-1440) menjadi momentum spesial untuk melakukan refleksi dan evaluasi dalam rangka meneguhkan kembali perjalanan hidup. Demikianlah pula yang dilakukan oleh Kampus Pusat Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dalam kesempatan taushiahnya memasuki Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 Hijriyah beberapa waktu lalu, Pimpinan Umum Hidayatullah KH Abdurrahman Muhammad, mengatakan spirit momentum Muharram adalah menjadi yang terbaik agar bisa memberi yang terbaik.
“Itulah esensi peradaban,” katanya saat memberi taushiah di Masjid Ar Riyadh Kampus Pusat Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa, 1 Muharram 1440 (10/9/2018).
Ia mengungkapkan, spirit kita dalam momentum Muharram ini adalah menjadi yang terbaik. Narasi kita, terangnya, adalah menjadi yang terbaik. Kenapa? “Agar bisa memberi yang terbaik; itulah esensi peradaban,” kata Ust Rahman, demikian ia karib disapa.
Menguraikan hikmah QS At-Tin ayat 4, Ust Rahman mengatakan bahwa Allah adalah pemilik kebaikan, dan Allah menciptakan memberikan yang terbaik. Dan, “hijrah”, jelasnya, “adalah momentum kebangkitan semangat untuk berubah menjadi lebih baik”.
Beliau menjelaskan, narasi hijrah adalah (هذا بيان للناس) penjelasan Allah yang sangat jelas bagi manusia. Ketika koalisi 100% kekafiran Makkah bersepakat untuk membunuh atau mengeluarkan Nabi dari Makkah dengan pagar betis terbaik di titik yang tidak mungkin ada peluang untuk lari.
Makar Allah menidurkan pagar betis dan Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bisa keluar rumah dengan selamat. Pelajaran terbaiknya adalah Nabi masih bisa memberi yang terbaik kepada orang-orang yang mau membunuhnya.
“Kesempatan tersebut tidak membuat beliau menyerang balik, malah memberi yang terbaik, yaitu debu. Debu itu tanda kebaikan untuk bersuci dalam tayammum. Debu sebagai hadiah dari Muhammad -shallallahu alaihi wasallam-, sebagai tanda bahwa tadi ada orang baik lewat di sini,” katanya.
Kembali kepada (هذا بيان للناس). Setelah Nabi keluar rumah dengan selamat, ternyata masih terus dikejar, hingga singkatnya dicurigai ada di dalam gua. Lagi-lagi ketika Abu Bakar -radhiyallahu anhu- panik, maka Nabi menguatkan agar jangan bersedih, Allah pasti bersama kita.
(إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ)
Lantas, ketika Nabi tiba di Yatsrib yang saat itu adalah negeri yang dipenuhi sistem liberalis dan materialis, karena di dalamnya ada neneknya liberal, Yahudi. Di antara sistem liberal adalah mengadu pribumi, suku Aus dan Khazraj selama bertahun-tahun.
Setiba di Yatsrib, Nabi tidak terlihat pernah susah dan sulit selama perjalanan hijrah. Tidak menampakkan keluh kesah akibat tekanan dan ancaman selama perjalanan. Tapi langsung tampil membuat Deklarasi Madinah dengan narasi terbaik: (أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصلوا بالليل والناس نيام؛ تدخلوا الجنة بسلام) Sebarkan salam! Beri makan! Shalat malam! Masuk surga!.
Pimpinan pula menyinggung gelaran Silaturrahim Nasional (Silatnas) III Hidayatullah yang rencananya akan digelar pada bulan November mendatang. Ia mengatakan, kita masih terus mencari inspirasi terbaik untuk memberi layanan terbaik bagi tamu-tamu Silatnas yang akan datang.
“Kenapa harus yang terbaik? Karena mereka adalah pelaku sejarah kebaikan yang telah membuktikan tawakkal mereka di medan perjuangan,” imbuhnya.
Untuk memberi pelayanan terbaik di Silatnas nanti, katanya, harus dipersiapkan yang terbaik dari sekarang.
“Tidak cukup satu hari Ahad dalam sepekan untuk kerja bakti, tidak cukup hanya gali parit. Harus berhari-hari, harus berjam-jam kerja bakti,” tukasnya.*/Muhammad Dinul Haq