Hidayatullah.or.id — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyatakan bahwa kebanyakan koruptor di Indonesia beragama Islam. Ia menyindir orang-orang yang beribadah, namun masih tetap melakukan korupsi.
“Banyak koruptor di Indonesia dari kalangan Islam. Karena Islam menjadi mayoritas,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dikutip Republika, belum lama ini.
Busyro menyindir orang-orang yang beribadah seperti shalat namun tetap melakukan korupsi. Padahal, ketika sedang shalat itu, mereka telah diancam oleh tuhan.
Misalnya, ia mencontohkan, ada ayat dari surat pendek yang dibaca ketika shalat, yaitu ‘fawailul lil musholin’ atau maka celakalah bagi orang yang tidak shalat. Yaitu, orang yang lalai dari shalatnya.
Mereka lalai telah mendustakan agama dengan melalaikan anak yatim dan orang miskin. Anak yatim dan orang miskin itu merupakan simbol kelompok lemah, kata Busyro mengutip Alquran, surat Al Maun.
Menurut Busyro, berdasarkan penjelasan ayat itu, ada orang yang shalat namun tidak berpihak pada anak yatim dan orang miskin. Sikap mereka itu sudah diancam Allah SWT.
“Nah ini sekarang malah ada orang yang shalat namun korupsi, menjarah, mencuri. Ini lebih fatal. Shalat yang dikerjakan orang seperti itu tidak memiliki efek sosial,” katanya.
Busyro Muqoddas juga mengaku heran dengan seorang yang dipanggil ustadz tapi pribadinya tidak mencerminkan sebagai seorang ustadz. Sehingga, panggilan ustadz mengalami penurunan makna.
Padahal, seorang ustadz adalah orang yang memiliki pengetahuan tinggi dan akhlak baik. Kenyataannya, banyak orang dipanggil ustaz namun tidak mencerminkan akhlaknya seperti ustadz. Dalam bahasa Indonesia, ustadz definisinya berarti guru agama.
“Contoh saja itu beberapa orang yang disebut ustadz, (Muqoddas menyebut nama seorang pentolan partai yang kini ditahan KPK), siapa lagi, Fathanah?” ujar Busyro saat menghadiri seminar anti korupsi di Yogyakarta, hari ini.
Busyro mengatakan, ia tidak mau dipanggil ustadz oleh teman-temannya. Karena seorang ustadz punya tanggung jawab besar terhadap agama. Suatu hari, Busyro pernah dipanggil ustadz oleh beberapa anggota DPR, tapi ia menolaknya.
“Saya sampai enggak mau dipanggil ustadz, soalnya di Jakarta itu kadang-kadang sebutan ustadz itu untuk melecehkan,” ungkapnya.
Sebagai contoh, dalam beberapa sadapan KPK, Busyro kerap mendengar sandi-sandi yang menggunakan sebutan ustadz dalam pembagian jatah hasil korupsi.
“Lima persen jangan diganggu, itu buat ustadz, yang lima persen lagi buat pesantren,” seloroh Busyro. (rep/wpc/hio)