JENEPONTO (Hidayatullah.or.id) — Salah satu agenda malam bina iman dan takwa yang lazim disingkat dengan Mabit itu adalah menemani anak membersihkan halaman pondok, setelah mereka murojaah atau mengulang ulang hafalannya tadi usai shalat subuh berjamaah di masjid.
Mabit yang diikuti seluruh walisantri ini dilakukan setiap akhir bulan di Pondok Tahfidz Cilik Hidayatullah Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Termasuk salah satu sesi diisi dengan bermain bersama keluarga yang dilakukan di halaman asrama tentunya dengan game yang edukatif dan menyenangkan semua peserta karena dipandu trainer berpengalaman.
“Sampai hilang perasaan murungnya anakku sejak kami datang katanya dia mau ikut pulang tapi pas main game jadi suka dia” ungkap salah seorang ibu, Halijah, mengenai anaknya.
Sebagaimana mabit lainnya, rangkaian shalat tahajud, kerjabakti dan makan bersama juga disempurnakan dengan tausiah oleh pimpinan pondok, Ayah Armin. Sapaan familiarnya di lingkungan pondok tersebut.
Dalam tausiahnya ayah menyebutkan, “Sungguh indah urusan orang beriman diberi kesusahan ia sabar dapat pahala sebagaimana ketika orang beriman itu dapat rejeki iapun bersyukur dan dapat pahala”.
Disitirnya, mengirim anak ke pondok membutuhkan kesabaran yang berlipat. Jangan terlalu cepat merespon keluhan anak lalu menyikapinya sepihak tanpa mengomunikasikan dengan pihak pondok dan pengasuh. Ia pun bersyukur karena indikasi tersebut belum terjadi karena kepercayaan walimurid sangat bagus kepada pihak pengelola.
Dan pada kesempatan mabit kali ini digunakan untuk rapat bersama murobbi tiap tiap tingkatan membahas perkembangan hafalan anak dengan segala problematikanya.
Mengingat santri yang rata rata berumur 7 sampai 14 tahun itu membutuhkan perhatian khusus sehingga metode pengajarannyapun membutuhkan improvisasi yang baik.
“Tidak jarang kami harus memposisikan diri sebagai teman mainnya,” ungkap Misbah salah satu pengasuh.
Sehingga materi tausiah lanjutan yang dibawakan oleh ustadz Sholeh Usman sangat mengena dalam kehidupan berasrama dan mengasramakan anak itu.
“Allah subhanahu wa taala itu pasti menolong orang yang menolong agamanya Allah, lalu, mujahadah memondokkan anak itu bagian dari menjaga Al-Qur’an maka yakinlah atas pertolonganNya”.
Himbaunya, agar semua masyarakat tetap percaya diri dengan amalan agamanya dan selalu ingat orientasi hidup tidak sekedar mencari kehidupan dunia saja yang bisa membawa kepada penyakit hubbud dunya wa karahyatul maut atau cinta dunia dan takut mati.*/Muhammad Bashori