Oleh Dr. H. Abdul Mannan*
Agar kita bisa memahami secara benar Sistematika Nuzulnya Wahyu (SNW) sebagai manhaj Hidayatullah, kita perlu mengkajinya secara kritis, menyusun strategi, kemudian merumuskan kebijakan untuk implementasi manhaj tersebut.
Ini butuh manajemen yang baik. Secara kelembagaan, Dewan Pimpinan Pusat(DPP) Hidayatullah berada pada tingkat tertinggi dalam struktur organisasi eksekutif. Karena itu, DPP memiliki peran sebagai pembantu imam (Pimpinan Umum Hidayatullah) dalam proses implementasi Manhaj.
Mengingat beratnya tugas mulia ini, kita harus memiliki semangat belajar sebagai modal kerja cerdas untuk mencapai visi yang telah di tetapkan. kerja cerdas itu hendaknya menjadi etos kita bersama. Kita harus memiliki mental pantang menyerah agar cita-cita membangun peradaban Islam bisa terealisasi.
Meski kondisi kita saat ini secara ekonomi masih terpuruk, tetapi kita harus tetap bersyukur atas tetap terpeliharanya dari sifat khainin khianat) dari perjuangan.
Agar kridibilitas kita tetap terjaga di mata Allah swt, mendapatkan penilaian yang layak sesuai dengan apa yang kita lakukan, maka diperlukan evaluasi kerja secara kuantitatif. Evaluasi kinerja DPP Hidayatullah dilakukan setiap triwulan melalui pleno.
Pleno DPP merupakan moment yang tepat untuk menyatukan pikiran hingga menemukan solusinya. Mengingat peran DPP sebagai eksekutif sangat penting dalam mencapai visi 2010, tentu segala kebijakan mengarah pada upaya untuk mencapai visi tersebut.
Visi itu kita urai dalam berbagai program dan di sinkronkan dengan program tahun berjalan. Oleh karena itu, sinkronisasi program merupakan upaya koordinatif untuk mengoptimalkan sumber kekuatan internal.Adalah pekerjaan yang tidak ringan untuk mewujudkan prinsip manajemen (Koordinasi, Integrasi, sinkronisasi) ditengah kondisi organisasi yang belum eksis ekonominya. Apalagi kebijakan pengabdian ini berdampak pada bisa melemahnya loyalitas terhadap terwujudnya sentralisasi manajemen.
Menurut rumus manajemen, jika kondisi organiusasi seperti ini, maka solusi yang diperlukanadalah tampilnya jiwa kepemimpinan yang penuh komitmen dan berani. Ispirasi segar dan dinamis yang memancar dari jiwa seorang pemimpin akan menciptakan energi baru bagi seluruh lini komando.
Dalam sejarah, langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw agar loyalitas jamaah terhadap komando tetap kental adalah dengan mentransfer energi kepada sahabat-sahabat terdekatnya.
Karena itu, sungguh sangat wajar jika Rasululah saw semasa di mekah (13 Tahun) hanya berkutat pada pendidikan yang berbasisi pada penanaman nilai iman sebagai dasr pijakan aktivitas umat secara individu atau kolektif.
Manusia berkualitas merupakan cikal bakal masyarakat Madinah sebagai pusat peradaban Islam yang di kembangkan keseluruh dunia oleh generasi penerus. Begitu pula jika kita merujuk kepada sistem kepemimpinan Rasulullah saw, tentu saja kita harus memulai dari dunia pendidikan dan dakwah.
Untuk itu, transfer nilai spiritual dan intelektual yang mengejewantah dalam etos kerja sebagai budaya organisasi dapat dilakukan melalui berbagai sarana, seperti pendidikan klasik yang berkualitas, pelatihan, diskusi formal dan informal, serta berbagi even strategis.
Semoga kita mampu membawa organisasi ini berkembang sesuai dengan visinya. Untuk itu, marilah kita tanamkan tekad bersama, membangun umat yang cerdas melalui pendidikan dan dakwah, sehingga ketika saatnya tongkat estafet kepemimpinan sudah harus diserahkan kepada generasi berikutnya, kita tak terlalu sulit menemukan manusia-manusia berkualitas.
*Ketua Umum DPP Hidayatullah