
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Hubungan diplomatik Türkiye dan Indonesia memasuki fase baru yang lebih strategis dan bermakna. Hal ini ditegaskan Prof. Talip Küçükcan, Duta Besar Türkiye untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN, dalam Hidayatullah Global Forum bertajuk “Masa Depan Persahabatan Türkiye-Indonesia Dalam Dinamika Global”, di Pusat Dakwah Hidayatullah, Jakarta, Rabu, 22 Dzulhijah 1446 (18/6/2025).
Dubes Küçükcan menyampaikan bahwa kedatangannya ke Indonesia adalah mandat langsung Presiden Recep Tayyip Erdoğan. “Saya utus kamu kepada bangsa Muslim terbesar di dunia,” demikian pesan Presiden Erdoğan.
Fondasi Diplomasi Baru
Menurutnya, hubungan pribadi Erdoğan dengan Presiden Prabowo sangat erat. Mereka telah bertemu empat kali dalam setahun, bahkan sebelum Prabowo dilantik.
Dari pertemuan di Ankara, Jakarta, hingga Antalya Diplomacy Forum, terang Talip, hubungan ini menciptakan energi baru kerja sama bilateral. Bahkan, Prabowo dikabarkan akan kembali ke Ankara usai lawatan ke Rusia pekan ini.
Kunjungan Erdoğan ke Jakarta menghasilkan 16 nota kesepakatan di sektor pertahanan, perdagangan, ekonomi, dan budaya—mencerminkan komitmen kedua negara untuk kemitraan menyeluruh.
500 Tahun Jejak Historis Nusantara–Utsmaniyah
Hubungan Türkiye-Indonesia sesungguhnya melampaui batas 75 tahun diplomatik resmi. Hubungan ini sudah berlangsung lebih dari 500 tahun, seperti disebut Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah, Dr. Nashirul Haq, dalam sambutannya membuka forum ini.
Dubes Küçükcan mengungkapkan, dokumen arsip Konsulat Utsmaniyah di Batavia (1881–1924) masih tersimpan rapi di Istanbul dan menjadi sumber sejarah berharga. “Bahkan semua Konsul Jenderal Utsmaniyah di Batavia sempat di-persona non grata karena interaksi mereka yang intens dengan umat Islam Nusantara,” jelasnya.
Sebelum muncul konsep negara-bangsa (nation state), kesultanan-kesultanan Indonesia telah terhubung erat dengan Daulah Utsmaniyah.
Türkiye Baru
Berbeda dengan pemimpin Türkiye sebelumnya yang berorientasi Barat, Erdoğan memprioritaskan dunia Islam. Indonesia, bersama Mesir, Saudi Arabia, dan Malaysia, disebut Türkiye sebagai “heavyweight Muslim countries” yang jadi fokus diplomasi.
Ada empat pilar kebijakan luar negeri Türkiye: menjadi bagian solusi setiap persoalan, diplomasi damai, prinsip netralitas (seperti dalam konflik Rusia-Ukraina dan Somalia), serta keberpihakan pada pihak lemah dan tertindas.
Türkiye pun menjadi rumah bagi lebih dari 6 juta pengungsi dalam 14 tahun terakhir. “Mereka adalah Muhajirun, kami Anshar,” ucap Erdoğan sejak awal krisis Suriah—membangun narasi nasional yang menekan sentimen anti-pengungsi.
Pemerintah Türkiye telah menggelontorkan lebih dari USD 7 miliar untuk kebutuhan pengungsi, termasuk pendidikan gratis hingga perguruan tinggi. Lebih dari 700 ribu bayi pengungsi Suriah lahir di Türkiye, membuat janji oposisi untuk memulangkan mereka menjadi tak realistis.
Per 8 Desember 2024, rezim Assad dianggap de facto berakhir, namun baru 250 ribu pengungsi yang pulang. Erdoğan menegaskan: “Tidak boleh ada pemaksaan bagi pengungsi untuk pulang. Jika mereka patuh hukum Türkiye, mereka boleh tetap tinggal.”

Peran Strategis Think Tank SETA
Prof. Küçükcan memaparkan peran think tank SETA yang ia dirikan sebagai pengumpul dan penganalisis data berbasis riset mendalam, sekolah kader kepemimpinan (seperti Ibrahim Kalın, kini Kepala Intelijen Türkiye), dan pembuat kertas kebijakan bagi pemimpin Türkiye.
“Think tank harus pro-rakyat,” tegasnya. Kekayaan ide untuk rakyat menguatkan politik, militer, dan kedaulatan negara.
Ia pun membuka pintu bagi pemuda Indonesia untuk magang di SETA, termasuk dari Hidayatullah. “SETA sudah menyelesaikan misi besarnya, kini waktunya generasi baru berperan,” ujarnya.
Transfer Teknologi dan Bonus Demografi
Dubes Küçükcan menyoroti pentingnya transfer teknologi dalam kerja sama industri. “Negara-negara lain belum melakukan transfer teknologi secara tulus kepada Indonesia. Türkiye berkomitmen untuk itu,” katanya.
Indonesia, dengan demografi muda rata-rata usia 30 tahun, harus mengubah potensi ini menjadi kekuatan. Türkiye siap mendukung pengembangan kapasitas SDM Indonesia.
“Kalau tidak dikelola dengan pendidikan dan peningkatan kualitas SDM, bonus demografi ini bisa menjadi beban,” pungkasnya.*/