AdvertisementAdvertisement

Membangun Tradisi Menulis dan Meneliti sebagai Pilar Peradaban

Content Partner

KEMAJUAN peradaban manusia tidak terlepas dari keberanian untuk menggali hal-hal baru yang sebelumnya tersembunyi atau menjadi misteri.

Dalam ilmu pengetahuan, mencari tahu rahasia alam semesta tidak hanya memperkaya khazanah keilmuan tetapi juga mempertegas kehadiran Sang Pencipta melalui keajaiban penciptaan-Nya.

Perjalanan ilmu pengetahuan modern semacam ini memberikan apresiasi besar terhadap inovasi melalui penghargaan prestisius seperti Nobel Prize.

Nobel Prize, yang diinisiasi oleh Alfred Nobel, seorang ilmuwan dan pengusaha asal Swedia, pertama kali diberikan pada tahun 1901.

Alfred Nobel, yang dikenal sebagai penemu dinamit, menyatakan dalam surat wasiatnya bahwa kekayaannya akan digunakan untuk mendirikan penghargaan bagi mereka yang memberikan kontribusi luar biasa di bidang Fisika, Kimia, Fisiologi atau Kedokteran, Sastra, dan Perdamaian. Hingga 2023, penghargaan ini telah diberikan kepada 993 individu dari berbagai disiplin ilmu dan latar belakang budaya.

Statistik menunjukkan bahwa sebagian besar penerima Nobel berasal dari agama Kristen (68%), disusul Yahudi (20,8%), dan Islam (1,3%).

Meskipun umat Islam merupakan populasi kedua terbesar di dunia dengan sekitar 1,8 miliar jiwa, pemenang Nobel dari kategori sains hanya tiga orang: Abdus Salam (Fisika, 1979), Ahmed Zewail (Kimia, 1999), dan Aziz Sancar (Kimia, 2015). Bandingkan dengan orang Yahudi yang hanya berjumlah 20 juta tetapi mencatatkan lebih dari 23% pemenang Nobel.

Kontribusi Ilmuwan Muslim

Kesuksesan ilmuwan Muslim dalam sejarah membuktikan bahwa Islam memiliki tradisi kuat dalam bidang keilmuan. Pada masa keemasan Islam (750–1258 M) di bawah kekuasaan Abbasiyah, berbagai disiplin ilmu berkembang pesat. Tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Sina, Al-Biruni, dan Al-Khawarizmi memberikan kontribusi signifikan pada dunia.

Ibnu Sina (Avicenna) dikenal sebagai “Bapak Kedokteran Modern” melalui karyanya, Qanun Fi At-Tib, yang menjadi referensi utama di dunia Islam dan Eropa hingga abad ke-19.

Kemudian ada Al-Biruni, yang melakukan penghitungan keliling bumi dengan presisi tinggi (6.340 km), hanya meleset 1% dari penghitungan modern (6.371 km). Lalu, Al-Khawarizmi, yang memperkenalkan algoritma, fondasi penting dalam matematika dan teknologi.

Keberhasilan para ilmuwan Muslim ini tidak terlepas dari tradisi menulis, meneliti, dan mendokumentasikan penemuan mereka.

Karya-karya mereka menjadi jembatan penting bagi kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa pada era Renaisans, seperti diakui oleh Thomas Carlyle, seorang sejarawan Barat, yang mengatakan bahwa dunia Eropa memiliki utang besar terhadap ilmuwan Muslim yang tidak dapat dibayar sampai kapan pun.

Pilar Peradaban

Menulis adalah salah satu cara untuk mengabadikan ilmu pengetahuan. Menurut data UNESCO, tingkat literasi global mencapai 86,3% pada 2020, namun Indonesia menghadapi tantangan dalam budaya menulis dan literasi.

Sementara itu, survei Central Connecticut State University (CCSU) pada 2016 menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca.

Namun, potensi untuk meningkatkan budaya literasi tetap besar. Program literasi nasional dan inisiatif digital seperti perpustakaan daring dapat mendorong minat membaca dan menulis, terutama di kalangan generasi muda.

Dengan meningkatkan budaya literasi, masyarakat dapat lebih aktif dalam menggali pengetahuan baru dan berkontribusi pada dunia ilmu pengetahuan.

Singkat kata, kemajuan sains di masa depan membutuhkan komitmen meneliti untuk terus menggali rasa ingin tahu dan semangat menulis. Seperti yang ditunjukkan oleh ilmuwan Muslim masa lalu, menulis adalah senjata peradaban.

Dengan meneladani semangat para pendahulu dalam membaca dan meneliti yang berlandaskan pada semangat iqra’ bismirabbik, umat Islam dapat memperkuat kontribusinya dalam ilmu pengetahuan global untuk menghadirkan maslahat bagi alam semesta.[]

*) Maulana Lukman, penulis mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL) Surabaya

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Membangun Generasi Islami Berdaya melalui Pesantren Masyarakat Cibuntu

KUNINGAN (Hidayatullah.or.id) -- Pengurus Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai) baru-baru ini melakukan anjangsana silaturrahim ke komunitas warga binaan Pesantren Masyarakat...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img