AdvertisementAdvertisement

Memberikan yang Terbaik untuk Masyarakat

Content Partner

Oleh Dr H Abdul Mannan*
Oleh Dr H Abdul Mannan*

NABI Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik–baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (Riwayat Thabrani).

Redaksi Hadits di atas sangat sederhana, tapi berat dalam aksi. Kata manfaat mengandung makna yang sangat dalam. Apalagi manfaat dalam kaitan hidup bermasyarakat.

Makna manfaat berarti suatu nilai positif seseorang yang ditransfer kepada publik atau lingkungan dimana ia berinteraksi. Nilai positif adalah dambaan bagi semua orang yang berpikiran positif pula. Dan, tiada manusia yang tidak mendambakan nilai–nilai positif dalam hidup dan kehidupan.

Al-Qur`an adalah sebagai pedoman hidup umat manusia dan nabi serta rasul sebagai pelaksana dalam membangun masyarakat. Oleh karena itu, atas dasar fungsi kenabian dan kerasulan Muhammad SAW yang berdimensi kepemimpinan memberikan suatu statement bahwa sebaik–baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.

Dengan demikian, seruan tersebut berdimensi kemaslahatan umat manusia agar dapat menciptakan suatu masyarakat yang saling membangun dalam kebersamaan hidup berdasarkan nilai–nilai ajaran Allah.

Lantas, apakah semua manusia menghendaki aturan hidup dan kehidupan yang datangnya dari Allah? Secara ideal adalah semua manusia berlapang dada dan berkemauan untuk melaksanakan ajaran Allah yang diwahyukan kepada para nabi dan rasul. Tetapi realitas sejarah manusia menunjukkan bahwa mayoritas umat manusia enggan menerima ajaran-Nya.

Sejak Nabi Adam alaihisalam hingga saat ini dan sampai akhir zaman, bahwa manusia saling tarik menarik dalam kebenaran dan kejahatan.

Para nabi dan rasul sengaja diutus oleh Allah untuk mengarahkan semua manusia pada zamannya agar hidup di bawah naungan ajaran Allah. Dan, keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah diutus untuk kaumnya sejak zamannya hingga akhir zaman untuk umat seluruh dunia.

Ajaran yang diwahyukan Allah kepadanya tidak terbatas oleh waktu dan ruang. Sebab itu, Nabi Muhammad SAW konsen terhadap pembangunan manusia yang berdimensi kepemimpinan. Rumus menejemen modern juga mengatakan bahwa pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang berkemampuan melahirkan pelanjut kepemimpinannya.

Dengan demikian, misi perjuangan hidup dan kehidupan yang senantiasa melestarikan lingkungan dengan nilai-nilai positif berdasarkan ajaran Allah akan berlanjut hingga akhir zaman.

Sekarang, kita hidup jauh berselang dari zaman Rasulullah SAW. Namun, kita beriman kepadanya bahwa ia seorang nabi dan rasul penuntun umat manusia menuju sukses di dunia dan di akhirat. Untuk mencapai hal tersebut lahannya adalah membangun peradaban manusia atas dasar ajaran Allah yaitu Islam. Konsep peradaban Islam adalah al-Qur`an dan as-Sunnah.

Kini, kita menyaksikan peradaban manusia yang jauh dari ajaran Islam. Dengan segala dalih bahwa al-Qur’an sebagai wahyu sudah tidak up to date, sehingga harus direvisi. Akhirnya, umat Islam berkutat seputar dialog non produktif, yang berujung tidak sempat berkarya demi kemaslahatan umat.

Di sisi lain, umat manusia yang tidak beriman kepada al-Qur’an dan as-Sunnah terus menggulirkan isu-isu negatif tentang Islam. Misalnya, Islam literal adalah sarang teroris dan Islam liberal adalah pemersatu umat manusia.

Dalam kondisi degradasi keimanan seperti ini, maka hendaknya di antara kita ada yang bangkit memberikan pencerahan kepada umat. Marilah kita berikan sesuatu yang terbaik menurut ajaran Islam demi kemaslahatan bangsa dan negara. *
*Penulis adalah Ketua Umum PP Hidayatullah

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Daiyah Sarjana STIS Hidayatullah Siap Bangun Generasi Cerdas untuk Indonesia Emas 2045

BALIKPAPAN (Hidayatullah.or.id) -- Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah Balikpapan menggelar acara penugasan daiyah sarjana tahun 2024 di Kampus...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img