LINGKUNGAN masyarakat saat ini mengantarkan kita hidup pesimis dalam menggapai suatu tata kehidupan yang stabil. Umumnya stabilitas hidup diukur dengan mapannya suatu kesejahteraan ekonomi. Tolak ukur ekonomi adalah melimpahnya kekayaan yang dimiliki.
Sementara teori ekonomi konvensional yang diajarkan di perguruan tinggi mulai dari strata satu hingga pasca tidak mungkin dapat mengatasi problema ekonomi yang diderita oleh masyarakat. Persis bait nyanyian raja dangdut Rhoma Irama: yang kaya makin kaya, yang miskin makin  miskin…
Bait nyanyian tersebut memang ekspresi kesadaran terhadap realitas masyarakat yang hidup di lorong–lorong gang, di bantaran kali, di bawah jembatan, Ibu Kota Jakarta. Sungguh mengenaskan.
Sebenarnya solusi makro berada di tangan pemerintah. Menurut John Maynard Keynes bahwa fungsi pemerintah adalah mengatur agar negara dalam stabil.
Itulah sebabnya ia merumuskan sistem ekonomi dalam deret regresi ekonomi satu sektor hingga empat sektor. Lagi–lagi, teori adalah teori. Yang menjalankan teori kedalam praktek adalah manusia.
Terdapat sebuah joke di tengah masyarakat bahwa mencari sumber hidup yang haram saja susah, apalagi mencari sumber hidup yang halal. Joke ini merupakan refleksi betapa susahnya hidup zaman sekarang.
Akan tetapi tidak banyak orang yang berpikir untuk mencari tahu penyebab susahnya hidup. Susah hidup karena menganggur. Menganggur karena bertambah menyempitnya peluang kerja. Menyempitnya peluang kerja disebabkan sekian banyak faktor.
Faktor yang menonjol adalah pengusaha menerapkan padat modal. Padat modal berarti menerapakn sistem teknologi canggih dalam dunia industri sehingga menggeser tenaga kerja unskilled.
Menurut Keynes bahwa pengangguran adalah tanggung jawab penuh pemerintah. Bagaimana cara pemerintah untuk mengatasi pengangguran?
Setiap presiden di seluruh dunia jika mereka usai dilantik menjadi presiden secara resmi, mereka dapat dipastikan menyusun program 100 hari untuk mengatasi; inflasi, pengangguran dan menciptakan stabilitas. Namun kenyataannya tidak ada satu orang presiden pun di dunia yang dapat merealisasikan program 100 hari tersebut.
Terlepas dari kondisi ekonomi dunia yang mencekam atau konsep ekonomi konvensional yang tidak dapat menciptakan keseimbangan atau keadilan, serta program ekonomi 100 hari dari para presdiden, kita sebagai manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan tentu saja tidak tergantung sepenuhnya pada kondisi. Kondisi hidup dan kehidupan manusia bukanlah sebab, akan tetapi akibat.
Jika manusia memenej sumber daya alam atas dasar needs niscaya sumber daya alam ini akan tetap lestari dan tidak mendatangkan bencana, baik bencana sosial ekonomi maupun bencana alam.
Akan tetapi manusia adalah menerapkan animal economic, maka kerakusan yang terjadi sehingga sumberdaya alam dipaksa untuk diperah demi memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas. Fakta membuktikan bahwa dengan melimpahnya kekayaan hasil produksi, ternyata kepuasan hidup tak kunjung tiba.
Maka benarlah apa yang dikatakan Nabiullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bahwa jika manusia diberi kekayaan dua lembah emas, niscaya ia akan meminta lembah emas yang ketiga.
Jadi, manusia dengan rumus ekonomi konvensioanal bahwa kebutuhan manusia itu tidak terbatas persis seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah tersebut. Berarti bahwa manusia tidak akan menang selamanya jika menuruti hawa nafsu untuk memenuhi kepuasannya dengan materi.
Disinilah perlunya ajaran Islam untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia hingga ia menang secara hakiki sebagaimana hidup yang sudah dicontohkan oleh tokoh peradaban Islam yaitu Rasulullah SAW. *