AdvertisementAdvertisement

Menapaki 50 Tahun Kedua Hidayatullah dan Semangat Rejuvenasi Perjuangan

Content Partner

PALOPO (Hidayatullah.or.id) — Ketua Dewan Pertimbangan Hidayatullah Ust. H. Drs Hamim Tohari, M.Si, menyampaikan tausyiah subuh pada ajang Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah Sulawesi Selatan (Sulsel) di Palopo, Kamis, 24 Jumadil Akhir 1446 (26/12/2024).

Berikut petikan tausyiah Deputi Bidang Dakwah dan Pelayanan Ummat DPP Hidayatullah ini yang disarikan oleh Ketua DPD Hidayatullah Sidrap Ust Sarmadani Karani, dilansir laman Portalamanah.com:


Alhamdulillah, saya bersyukur baru bisa kali ini sampai di Palopo. Sesuatu yang patut untuk kita syukuri.

Rakerwil dan rapat-rapat di Hidayatullah adalah sebuah rangkaian acara yang sangat penting.

Sejak almarhum Abdullah Said, beliau memberikan penekanan yang luar biasa. Beliau menyarankan, jika perlu, hingga asset lembaga yang dimiliki perlu dikeluarkan untuk menghadiri acara-acara pertemuan di Hidayatullah.

Jika perlu jual asset, jual motor, jual tanah. Untuk menghadiri acara pertemuan tersebut.

Yang berharga dari pertemuan itu adalah penguatan ukhuwah, membangun persaudaraan dalam perjuangan itu, jauh lebih penting di atas materi-materi yang kita kumpulkan.

Kawan-kawan di Papua waktu itu, betapa berat nya untuk sampai ke Silatnas, tetapi semua tetap bisa hadir. Semua anggota syuro waktu itu nyaris tidak ada yang absen.

Di organisasi lain, mungkin syuro ini bisa dihadiri hanya sebagian, 50+1 itu sudah cukup. Tapi di Hidayatullah, tidak hadir satu itu dicari. Cacat itu sebuah syuro jika satu saja tidak hadir.

Kenapa demikian, karena kepemimpinan Hidayatullah adalah kepemimpinan syuro. Dan kepemimpinan syuro di Hidayatullah itu diperkuat saat beralih kepemimpinan dari Ustadz Abdullah Said ke Ustadz Abdurrahman Muhammad.

Ustadz Abdurrahman tidak pernah memerintahkan sesuatu apapun kecuali dari rapat syuro. Dan syuro tertinggi di Hidayatullah adalah Musyawarah Majelis Syuro (MMS).

MMS yang berjumlah 30 ini, yang membuat keputusan-keputusan di Hidayatullah.

Adalah aneh dan menyalahi aturan, jika di DPD, di DPW tidak gemar melakukan syuro. Wa amruhum syụro bainahum.

Adalah sebuah salah besar, jika oknum-oknum, pemimpin Hidayatullah yang mengambil keputusan dilakukan sendiri tanpa syuro.

Hasil bicara dengan isteri di kamar, keluar dari kamar, hasil bicara itu jadi keputusan. Ada yang begitu. Dan itu tidak dibenarkan. Karena di Hidayatullah adalah keputusan syuro.

Di Hidayatullah tidak ada dinasti, tidak ada firkah-firkah.

30 orang MS di Hidayatullah utuh bekerja dengan efektif. Tapi dalam 2 tahun terakhir ini, Hidayatullah mengalami suatu massa, dimana 6 orang dari 30 penentu Hidayatullah itu absen, karena telah dipanggil Allah SWT.

Periode ini, di penghujung 50 tahun terakhir, kita mengalami masa tahun duka cita. Kenapa? 20% anggota syuro telah pergi duluan.

Dimulai Ustadz Mannan, disusul Ustadz Abdullah Ihsan, Ustadz Hasan Ibrahim, Ustadz Khairil Baits, dan terakhir Ustadz Asih Subagyo, semua telah mendahului kita.

Mereka telah tunai tugasnya. Kondisi ini sangat menyedihkan. Kesedihan mirip ketika istri rasulullah meninggal, terus pamannya, ditambah lagi saat beliau hijrah ke Thaif, beliau harus dapat lemparan batu. Itu berita dukanya.

Namun kemudian, berita baiknya, Allah ganti berita duka itu dengan isra’ mi’raj.

Kita yakin, di 50 tahun kedua nanti, ada kebaikan, ada ‘isra’ mi-raj’. Dibalik semua ini Allah akan menghadirkan kemudahan.

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ يُجَاهِدُونَ وَيَعْلَمَ الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ شُهَدَاءَ ۚ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan demikianlah hari-hari (kekuasaan dan kejadian) yang Kami gilirkan di antara manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa-siapa yang berjuang (dengan sungguh-sungguh) di antara kamu, dan supaya Allah mengetahui pula orang-orang yang sabar. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali ‘Imran: 140)

Ini peristiwa yang perlu kita catat, 50 tahun pertama menuju 50 tahun kedua. Perlu dicatat baik-baik, sejarah Hidayatullah bergeser, dari generasi awal, kepada generasi pelanjut. Di sinilah perlunya Rejuvinasi.

Dua tahun menjelang kepergian Abdullah Said, para petinggi Hidayatullah gelisah. Sudah ada tanda-tanda.

Saya diminta menyampaikan ke Ustad Abdullah Said, SW waktu itu konsep yang masih berada di pemikiran beliau. Disitu lah saatnya ada alih konsepsi.

Saat ini pun demikian, mau tidak mau, rela atau terpaksa, kita butuh alih generasi. Dan tentu juga alih konsepsi.

Meskipun saya, dan ustad Majid sudah tua, tidak ada istilah pensiun. Hanya memang sudah harus sadar diri, sudah waktunya undur diri. Bahwa kita sudah udzur.

Saya kadang menyampaikan ke kawan-kawan yang seusia. Ayo kita belajar ke Burung Elang. Burung yang paling panjang usianya. Bisa sampai 70 tahun.

Ketika Elang itu memasuki massa 30 tahun, bulu-bulunya sudah mulai rontok. Paruhnya sudah panjang, dia kesulitan untuk mencari mangsa.

Dalam keadaan seperti ada 2 pilihan. Apakah dia berani melakukan rejuvinasi, atau mati.

Kekuatan burung Elang itu, perlu disatukan dengan Kekuatan singa-singa yang ada.

Alhamdulillah, Allah berkehendak kepada saya, untuk melalui proses-proses ini. Bersama kawan-kawan yang lain, kita mencoba merumuskan Hidayatullah, dan Alhamdulillah, bisa berjalan dan berkembang.

Grand design Hidayatullah juga telah kita rumuskan, buku sejarah 50 tahun Hidayatullah telah saya buat.

Kita jangan hanya jadi pembaca, tapi hendaknya jadi pelaku sejarah. Kita diberi kesempatan untuk membuat sejarah 50 tahun akan datang.

Pada rakerwil ini, perlu mencanangkan hal hal yang besar, karena di tempat ini ada wajah wajah yang prospektif. Saya yakin, Hidayatullah di Sulsel ini bisa terus berkembang.

Di Hidayatullah, saya selalu optimis, selalu tersenyum. Di Hidayatullah ini, kita sudah pada jalur yang benar. On the track. Kita hanya perlu memperbaiki kecepatan, akselerasi.

Lima puluh tahun kedua nanti, landasan itu sudah kuat, jati diri sudah kokoh, sehingga perlu ada percepatan.

Juara itu selain tepat, juga harus cepat. Tepat di tujuan dan cepat sampai. Disitulah perlombaan. Fastabiqul khairat.

Lima puluh tahun kedua ini harus ada semangat Al Adiyat. Sampai sampai lari nya itu, di kakinya mengeluarkan api.

Ayo kita buka diri, kuntum khaira ummah, uhrijatlinnas. Ayo kita keluar. Jangan jadi katak dalam rempurung. Keluar, cari tantangan baru. Jangan cepat merasa puas.

Mari kita ubah mindset berfikir kita, jangan hanya diri kita masuk surga, ajak orang lain, secara bersama masuk surga.

Ayo, kita lakukan alih generasi, alih pemikiran, untuk Hidayatullah kedepan, dan inilah yang namanya Transformasi.[]

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Final HiFest di Kampus Ar Rohmah IIBS Uji Kemampuan Santri di Bidang Diniyah, Bahasa dan Sains

MALANG (Hidayatullah.or.id) -- Kampus Ar Rohmah International Islamic Boarding School (IIBS) Malang, Jawa Timur, menjadi saksi kemeriahan final HiFest...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img