AdvertisementAdvertisement

Meniti Zaman dengan Teguh Menapaki Jejak Teladan Nabi

Content Partner

RASULULLAH SAW dan para sahabatnya berjuang secara totalitas (all out), sedangkan zaman kita makna berjuang mengalami reduksi (penyempitan) makna. Berjuang identik dengan memburu beras, baju, dan uang. Mereka makan untuk kuat hidup berjuang, sedangkan kita hidup untuk kuat makan.

Zaman keemasan dahulu, SDM kepanjangannya dari sumber daya mukmin. Sedangkan era sekarang sdm dimaknai selamatkan diri masing-masing.

Zaman dulu mereka seperti Al Quran berjalan dalam berbagai dimensi kehidupan. Wahyu Allah terasa sebagai resep kehidupan. Sekarang kitab suci hanya sebagai mantra kehidupan. Bahkan, kitab suci diletakkan dibawah konstitusi. Wal ‘iyadhu billah min dzalik.

Zaman generasi yang terbaik dulu sedikit makan karena banyak berpuasa, sedangkan sekarang sedikit-sedikit makan.

Zaman dulu sedikit tidur untuk shalat tahajjud, sekarang kita dimana-mana tidur. Di kelas tidur, di masjid tidur, di kantor tidur, kecuali di ruang makan.

Zaman dulu tuntunan menjadi tontonan, sekarang ini tontonan menjadi tuntunan. Yang makruf dianggap mungkar. Dan yang mungkar dipandang makruf.

Zaman dulu orang-orang sehat rohaninya sekalipun terkadang sakit jasmaninya. Sekarang ini bugar-bugar badannya tetapi sakit ruhaninya. Manusia sipil berkarakter militer. Manusia modern berwatak primitif. Kaya ritual, miskin aplikasi. Khusyu’ di masjid, menjadi preman di pasar dan pemerintahan.

Tak sedikit yang retak-retak jiwanya (split personality). Manusia dicerabut ruhnya. Sehingga menjadi manusia yang terpisah dari Rabbnya. Itulah manusia skuler. Baik skuler subyektif maupun skuler obyektif. Kegiatan kehidupan, baik pada skala individu, keluarga, masyarakat, negara, tidak perlu melibatkan Tuhan (tadakhul rabbani). Tuhan terlalu suci, katanya.

Zaman dulu ketuhanan yang Maha Esa. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebejaksanaan permusyawaratan perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sekarang, keuangan yang Maha Kuasa. Kemanusiaan yang jahil dan biadab. Perseteruan Indonesia. Kerakyatan yang tidak dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan dan pilihan langsung dengan biaya yang sia-sia. Keadilan sosial bagi segelintir rakyat Indonesia.

Zaman dahulu sedikit kantor pengadilan, tetapi keadilan terwujud. Sekarang, banyak kantor kantor pengadilan, keadilan tidak terwujud. Hukum bagaikan gegraji, tumpul keatas dan tajam kebawah. KUHP diplesetkan Kasih Uang Habis Perkara.

Dulu, kemuliaan seseorang karena ketakwaannya. Sekarang, kemulian itu terletak pada harta, tahta, wanita, status lahiriyah yang lain.

Zaman dulu orang yang kuat adalah orang yang bisa mengendalikan diri ketika sedang marah, sedangkan sekarang orang yang kuat adalah orang yang menang dalam bergulat dan bergelut.

Dulu, para sahabat lebih fokus pada perbaikan ruhani (kedalam), sekarang lebih fokus pada perbaikan lahir. Teras rumahnya tampak bersih, tetapi didalamnya seperti kapal pecah.

Zaman dulu belum ada medsos. Sehingga berkomunikasi secara manual. Efeknya, seseorang lebih terkontrol. Sekarang sudah ada medsos, sehingga manjadi manusia liar. Banyak menyebar desas-desus (qiila wa qoola), banyak bicara hoax, sehingga tidak memberi kesempatan hati untuk bicara, karena brisik dengan mulutnya yang asbun. Berbicara tanpa hati dan tanpa perasaan.

Orang dahulu lebih banyak berbicara dengan dirinya sendiri (muhasabah), sekarang orang seringkali menjadi orang lain dan lingkungan sosial menjadi kambing hitam.

Agar masa depan kita lebih baik, lihatlah kebelakang, seperti permainan tarik tambang.

Karena, masa kita hanya dibingkai oleh tiga masa. Masa lalu sebagai cermin, masa sekarang untuk memaksimalkan peran dan kontribusi, masa depan untuk merancang strategi.

Seorang sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:

من كانَ منكم مُتأسياً فليتأسَّ بأصحابِ رسول ِاللهِ صلى اللهُ عليهِ وسلمَ, فإنهم كانوا أبرَّ هذهِ الأمةِ قلوباً، وأعمقـُها عِلماً، وأقلـُّهَا تكلـُّفَا، وأقومُها هَديَا، وأحسنـُها حالاً، اختارَهُمُ اللهُ لِصُحبةِ نبيِّهِ صلى اللهُ عليهِ وسلمَ وإقامَةِ دينِهِ، فاعرفوا لهم فضلـَهُم، واتـَّبـِعُوهم في آثارِهِم، فإنهم كانوا على الهُدى المُستقيم

“Siapa saja yang mencari teladan, teladanilah para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Karena merekalah orang yang paling baik hatinya diantara umat ini, paling mendalam ilmu agamanya, umat yang paling sedikit dalam berlebihan-lebihan, paling lurus bimbingannya, paling baik keadaannya. Allah telah memilih mereka untuk mendampingi Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan menegakkan agama-Nya. Kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jalan mereka. Karena mereka semua berada pada shiratal mustaqim (jalan yang lurus)”[ Tafsir Al Qurthubi (1/60).

Ust Sholih Hasyim S.Sos. I, penulis adalah kolumnis tinggal di Kudus, Jawa Tengah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Rakerwil V Hidayatullah Jatim Ditutup, Ketua DPW Apresiasi Pelayanan Tuan Rumah

Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah Jawa Timur resmi ditutup pada hari Ahad, 19 Januari 2024, di Situbondo. Dalam...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img